Latest News

Sunday, June 16, 2013

Mencari Kebenaran Untuk Beriman



Sekarang ini kita hidup dalam sebuah dunia yang dipenuhi banyak orang yang tidak percaya, dunia modern yang skeptis, yang meragukan segala-galanya. Kaum muda sekarang ini mempertanyakan iman, mempertanyakan prinsip-prinsip dan segala tabu yang dianut orangtuanya. Para mahasiswa mendiskusikan dan kadang-kadang menyangkal ajaran para professornya. Dunia kita semakin menjadi dunia yang menganut skeptisisme. 


Tetapi, bagaimanapun juga adalah baik untuk bersikap ragu. Ragu dalam bahasa Inggris berarti �doubt�. �Doubt� berasal dari kata Latin �duo�, yang artinya: dua. Ragu adalah suatu keadaan di mana budi kita mengambang antara dua pendapat yang saling bertentangan, dan budi kita tidak memilih salah satu di antara keduanya. Ragu adalah keadaan budi yang bimbang antara pendapat yang saling bertentangan, dan kita tidak sanggup mempercayai salah satu di antaranya sebagai hal yang benar. 


Bersikap ragu-ragu untuk sementara waktu sebenarnya bisa mejadi sangat berguna, kalau kita dengan hati yang jujur mau mencari kebenaran. Karena Columbus meragukan teori lama yang mengatakan bahwa dunia itu rata, akhirnya ia menemukan dunia baru, yakni Amerika. Karena ada keragu-raguan, akhirnya banyak prinsip pengetahuan yang baru akhirnya ditemukan. Karena ada keragu-raguan, kaum intellek tak henti-hentinya belajar dan belajar lagi. Karena meragukan keotentikan dan pondasi Gereja Protestan, akhirnya Kardinal Newman menjadi Katolik.  Dan karena Thomas meragukan kebangkitan Kristus, akhirnya ia mendapat keistimewaan untuk bisa menyentuh luka-luka Kristus yang kudus. 

Karena itu bersikap ragu-ragu sebenarnya adalah baik, sejauh kita dengan jujur dan dengan hati murni mencari terang. Tetapi tinggal selamanya dalam kegelapan adalah fatal dan akan membawa kita ke dalam malapetaka. Cara yang paling berhasil untuk menaklukkan seseorang ialah dengan menguasai budinya, dengan membuat dia selalu tinggal dalam keragu-raguan. Akan tetapi, cara yang terbaik untuk berjaya dan menang ialah dengan memiliki budi yang kritis, budi  yang haus mencari kebenaran. 

Kalau kita mau menerapkan prinsip keraguan tadi terhadap iman kristiani kita, akan sangat menolonglah sebenarnya bila kita meragukan iman kita, dengan maksud untuk lebih beriman atau sekurang-kurangnya menjadi beriman. Kadang-kadang dalam Sakramen Pengakuan Dosa ada orang mengatakan kepada saya: �Pastor, saya ragu-ragu apakah Allah itu sungguh ada� atau terkadang ada yang mengatakan: �Saya ragu apakah Gereja Katolik itu adalah Gereja yang benar.� Lalu saya berkata: �Bagus. Dan apa yang anda lakukan untuk menjernihkan keragu-raguanmu?� Dan biasanya jawaban adalah: �Tidak ada�. Keraguan seperti itu adalah salah, dan lebih buruk lagi bila akhirnya orang berkata: �Saya ragu, dan karena itu saya tidak percaya�. 

Bila kita dalam keadaan ragu, kita memang tidak mendapat kepastian untuk percaya atau tidak percaya. Maka hal pertama yang harus kita lakukan ialah mencari kebenaran. Kita harus belajar, melakukan penelitian, mengadakan survey, mencari tahu kebenaran  dari sumber-sumber yang utama dan asli. Dan kemudian, sesuai dengan apa yang kita temukan, membuat kesimpulan.

Seringkali kita adalah orang-orang yang percaya akan iman kita, tetapi pada saat yang bersamaan, kita adalah orang-orang yang tidak mengetahui iman kita dengan baik. Dan karena tidak mengetahuinya dengan baik, kadang-kadang kita  bersikap fanatik atau bertakhyul terhadap iman kita itu. Yang kita butuhkan adalah mempelajari iman kristiani kita secara mendalam. Kita harus mempelajari iman kita agar bisa menghidupinya dengan cara yang murni. Tidak apa-apa, kalau seandainya sikap ragu-ragu menjadi awal untuk itu. Sering terjadi, bahwa hanyalah bila kita meragukan sesuatu, kita lalu mencari kebenaran dengan tulus. Karena itu, tidaklah salah untuk ragu-ragu, sejauh hal itu tidak membuat kita lupa untuk keluar dari keragu-raguan itu dengan mencari dan mempelajari kebenaran dengan hati yang jujur.

Seringlah kita tidak menyukai Rasul Thomas karena sikapnya yang tidak percaya. Namun di pihak lain marilah kita meniru dan meneladan Thomas yang secara mendalam menyatakan imannya ketika ia berkata: �Ya Tuhanku dan Allahku�. Sejak pernyataan iman itu Thomas mengabdikan hidupnya untuk melayani Kristus, Tuhan dan Allahnya. Kita seharusnya belajar dari Rasul Thomas, menyatakan hal yang sama �Ya Tuhanku dan Allahku� dan mengabdikan hidup kita untuk melayani Kristus. ----

renungan oleh Pater Leo Sipahutar, OFM.Cap.
dipublikasi oleh Indonesian Papist
pax et bonum 

Thursday, June 6, 2013

Surat Dari Biara St. Maron Kepada Paus Hormisdas � Pengakuan Otoritas Uskup Roma


Pada tahun 517 AD, sejumlah besar biarawan meninggalkan biara St. Maron, dan pergi ke Biara St. Simon sang Stylite murid St. Maron dekat Alepo. Dalam perjalanan menuju biara itu mereka diangkap oleh sejumlah tentara pendukung bidaah monofisitisme (Kristus hanya memiliki satu kodrat, bertentangan pengajaran Katolik bahwa Kristus memiliki dua kodrat tak terpisah tak tercamput). Tiga ratus lima puluh biarawan dibunuh. Hanya sedikit yang selamat dan terluka dan berhasil melarikan diri. Kemudian Alexander pemimpin biara St. Maron dan pemimpin biara-biara di sekitarnya menulis kepada Paus Hormisdas dan memberitakan kepada Paus mengenai pembantaian oleh kaum Monofisit ini. Mereka juga mengatakan bahwa banyak biara dibakar dan meyakinkan Paus bahwa para biarawan tetap setia kepada Gereja Katolik dan tidak takut menderita kematian karena iman mereka. Surat Alexander ini sedikit banyak menunjukkan kepada otoritas yang dimiliki Paus dalam Gereja-gereja Timur, di masa ketika Gereja Antiokhia sedang berada dalam krisis besar otoritas Paus sebagai Patriarkh Gereja Universal nampak semakin jelas. Para biarawan dari St. Maron inilah yang kemudian berkembang menjadi suatu tradisi tersendiri yang kita kenal sebagai Gereja Maronit, satu-satunya Gereja Timur yang tidak memiliki badan Ortodoks yang terpisah dari Roma.

Kepada Yang Tersuci dengan kekudusan yang mendalam, Hormisdas, Patriarkh Universal, yang duduk di Tahta Petrus, Pangeran Para Rasul. Kami menyampaikan permintaan penuh doa dari hamba yang hina pemimpin biara-biara di wilayah Syria II dan semua biarawannya.

Karena rahmat Kristus, Penyelamat kita, mendorong kami berlari kepadamu Yang Terberkati [sapaan khas Gereja-gereja Timur kepada seorang Uskup], seperti orang yang berlindung dari hujan badai di pelabuhan yang aman, kami percaya, bahwa engkau adalah perlindungan kami, walaupun kami menderita kesusahan yang teramat berat, kami menanggungnya dengan sukacita, karena kami percaya, bahwa penderitaan dunia ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kemuliaan abadi yang akan disingkapkan bagi kami.

Karena Kristus, Allah kita, telah menetapkan engkau sebagai Pemimpin dan Gembala dan Tabib bagi jiwa-jiwa, adalah tugas kami untuk menyampaikan kepadamu penganiayaan yang telah kami derita, agar engkau menyadari bahwa ada serigala yang tanpa belas kasih, yang memecah belah kawanan domba Kristus dan kami memohon kepadamu agar engkau dengan tongkatmu mengusir para serigala ini dari kawanan domva, dan untuk menyembuhkan jiwa dengan pengajaran Sabda Tuhan, dan rawatlah mereka dengan doa-doamu� baik Severus [Patriarkh Antiokhia] dan Petrus [Uskup Apamea]�karena mereka berusaha memaksa kami untuk menolak ajaran yang benar dari Konsili Chalcedon.

Saat kami sedang dalam perjalanan menuju Biara St. Simon untuk kepentingan Gereja, kami diserang oleh orang-orang jahat yang membunuh 350 orang dari antara kami dan melukai banyak lainnya. Bahkan ada diantara kami yang melarikan diri ke gereja-gereja untuk berlindung, tetap dibunuh di hadapan Altar. Maka kami memohon kepadamu Bapa Suci bangkitlah dengan kekuatan dan ketekunan dan berbelaskasihlah atas tubuh kami yang terluka ini; karena engkau adalah kepala dari semua�karena engkau adalah gembala sejati dan tabib yang merawat domba-domba dan keselamatan mereka: �Aku mengenal domba-domba-Ku, dan domba-dombaku mengenal Aku..�[Yoh10:14-16]. Jadi janganlah mengabaikan kami Yang Tersuci, karena setiap hari kami berhadapan dengan luka-luka yang mematikan.

Tertanda
Saya, Alexander, karena rahmat Allah, Imam, Pimpinan Biara St. Maron.
[Menyusul tanda tangan semua biarawan di Biara itu dan para Imam lainnya]

Sumber: Dau, B 1984. History of the Maronites- Religious, Cultural and Political. London: Lebanese Maronite Order. p.172-175

Surat ini sedikit banyak mengingatkan kita kepada Konsili Chalcedon sendiri dimana surat Paus Leo dibacakan dan para Bapa Konsili berseru: 
�Inilah iman para bapa, inilah iman Para Rasul. Kami semua mempercayainya, inilah kepercayaan ortodoks. Terkutuklah mereka yang menolaknya. Petrus telah berbicara melalui Leo. Begitulah ajaran Para Rasul. Dengan saleh dan benar Leo mengajarkannya, begitu juga Cyril. Kenangan abadi akan Cyril. Leo dan Cyril mengajarkan hal yang sama, terkutuklah mereka yang tidak mempercayainya. Inilah iman yang benar. Kami yang ortodoks mempercayainya. Inilah iman para bapa.� (Ekstrak dari Akta sesudah pembacaan surat St. Leo) 
disalin ulang dari terjemahan Frater Daniel Pane, CSE.  

Dua artikel terkait yang dapat dibaca:
pax et bonum

Saturday, June 1, 2013

Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus 2013 - Menghayati Ekaristi


Hari ini kita merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Dalam Injil, Yesus berkata: �Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal.� Saya hendak bertanya: Bila Ekaristi adalah sungguh Tubuh dan Darah Kristus, mengapa kita mengikuti Misa dengan kasual dan biasa saja? Tampaknya bagi banyak umat Katolik, Ekaristi sekadar menjadi kebiasaan, bukan hal yang besar. Mengenai hal ini, Paus Emeritus Benediktus XVI pernah menanggapinya. Dalam bukan Light of the World, jurnalis Peter Seewald bertanya kepada Paus mengapa pada Misa Kepausannya, Paus menetapkan bahwa orang-orang harus berlutut dan menerima Komuni Kudus di lidah. Ini jawabannya:
�Saya tidak menentang dalam prinsip terhadap Komuni di tangan; Saya sendiri pernah baik membagikan atau menerima Komuni dengan cara ini. Gagasan di balik praktik saya menetapkan umat berlutut untuk menerima Komuni di lidah adalah untuk mengirimkan sinyal dan untuk menggarisbawahi Kehadiran Nyata [Yesus Kristus dalam Ekaristi] dengan sebuah seruan. Satu alasan penting adalah adanya bahaya besar kedangkalan iman terutama dalam berbagai Misa yang kami rayakan di Santo Petrus, baik di basilika dan di lapangan. Saya pernah mendengar orang-orang yang setelah mengambil Komuni Kudus lalu menyimpan-Nya di dalam dompet mereka untuk dibawa pulang sebagai suvenir. Dalam konteks ini,ketika umat berpikir bahwa semua orang secara otomatis diharuskan menerima Komuni, saya ingin mengirimkan sinyal yang jelas. Saya ingin ini menjadi jelas: Sesuatu yang sungguh spesial sedang berlangsung di sini! Dia ada di sini, Seseorang yang di depannya kita jatuh berlutut! Perhatikan! Ini bukan sekadar ritual sosial yang mana kita dapat ambil bagian sesuka kita.�

Di sini saya tidak fokus membahas Komuni di lidah sambil berlutut, tetapi menyoroti banyak umat Katolik yang sekarang menganggap Ekaristi secara biasa bahkan kadang tidak dihormati sama sekali. Contoh kasus seperti ribut berfoto-foto sementara lampu (lilin) Tabernakel sedang menyala menandakan ada Tubuh Kristus di Tabernakel. Kita umat Katolik kehilangan citarasa kekudusan kita.


Di sisi lain, penghormatan kudus terhadap Ekaristi yang adalah sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Kristus seringkali dilawankan atau dipertentangkan dengan �menemukan Kristus pada orang lain� atau �menemukan Kristus pada alam�. Masalahnya adalah pada praktik ini, pemikiran tersebut akan menghasilkan semacam panteisme. Perlulah diketahui, sebagaimana St. Agustinus nyatakan, bahwa memang benar citra Allah hadir di setiap orang tetapi citra tersebut telah terdistorsi dan dinaungi oleh dosa. Dengan demikian, setiap dari kita memiliki kebutuhan yang absolut akan rahmat Allah untuk mengembalikan citra kita seperti semula. Kita harus datang kepada Sesuatu yang kelihatan di dunia ini untuk kita sembah � Tubuh dan Darah Kristus dalam rupa Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi.

Bacaan Kitab Suci mengenai Yesus memberikan makan 5000 orang pada dasarnya merupakan pre-figur dari Ekaristi namun banyak dari kita memandangnya sekadar sebagai mujizat yang �wah�. Kisah Yesus memberi makan 5000 orang dapat dibandingkan dengan umat Israel yang sedang berada di gurun. Dalam Perjanjian Lama, kita melihat bahwa orang-orang Israel mengalami kelaparan dan Allah memberi mereka makan dengan roti Manna. Hal yang sama terjadi pada saat 5000 orang ini juga mengalami kelaparan dan Yesus memberi mereka makan. Roti-roti ini menjadi makanan jasmani bagi orang-orang ini, tetapi Ekaristi lebih dari sekadar makanan jasmani. Ia juga adalah makanan rohani untuk memberikan kekuatan bagi jiwa kita. Orang-orang banyak dipuaskan dengan roti, tetapi kita umat Katolik dipuaskan dengan Allah sendiri saat kita mengalami kelaparan rohani. Dalam suatu kisah [di Ensiklopedia Orang Kudus] secara ajaib Tuhan dari salib pernah menyapa St. Thomas Aquinas: �Thomas, sungguh bagus engkau menulis tentang Aku. Hadiah apa yang kau inginkan?�. Thomas menjawab: �Jangan memberikan yang lain kecuali Dirimu O Tuhan.� Thomas menerima sapaan ini karena ia menuliskan beberapa himne dan doa tentang Sakramen Mahakudus seperti Tantum Ergo, Adoro Te Devote, Verbum Supernum dan lain-lain. 

Untuk meningkatkan penghormatan kita kepada Ekaristi, kita dapat melakukan beberapa hal. Yang pertama adalah memperbaiki dulu pemahaman kita terhadap Ekaristi. Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi tidak lagi memiliki substansi roti dan anggur tapi sudah berubah substansi menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Dalam Sakramen Mahakudus tercakuplah "dengan sesungguhnya, secara real dan substansial tubuh dan darah bersama dengan jiwa dan ke-Allahan Tuhan kita Yesus Kristus dan dengan demikian seluruh Kristus" (Konsili Trente: DS 1651). Oleh karena itu, Ekaristi bukan sekadar simbol, tetapi sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Bila kita menyadari bahwa kita sedang berhadapan dengan Kristus, bukankah kita harus memberikan penghormatan dan penyembahan mendalam kepada-Nya?  Sesungguhnya ketika kita mengatakan bahwa Ekaristi hanya lambang, kita telah menyangkal iman Katolik kita dan selanjutnya wajar sekali bahwa penghormatan kita berkurang terhadap Ekaristi.

Yang kedua adalah berpuasa sebelum menerima Sakramen Ekaristi. Gereja sendiri sudah memberikan norma bahwa kita hendaknya berpuasa 1 jam sebelum menerima Ekaristi. Norma dulu bahkan 12 jam sebelum menerima Ekaristi. Di sini kita mengambil bagian layaknya orang Israel yang mengalami kelaparan di gurun lalu Allah memuaskan mereka dengan roti Manna. Roti Manna itu sederhana tapi menjadi begitu lezat karena laparnya mereka. Puasa 1 jam ini agar kita bisa membangun sense kerinduan akan Allah dan saat menerima-Nya, kita bisa merasakan kegembiraan yang begitu besar. Kita juga dapat melakukan pantang sebelum menerima Sakramen Ekaristi. Bentuknya seperti pantang rokok, pantang berjejaring sosial, dan sebagainya. Seringkali spiritual junk food (makanan sampah spiritual) seperti acara televisi, internet dan godaan-godaan lainnya mengurangi ketertarikan kita terhadap Ekaristi. Dan jangan salah, saat kita dalam Misa pun, karena keseringan makan junk food ini, fokus kita pada Ekaristi terganggu dan kita malah memikirkan hal-hal tersebut. Tubuh di dalam gereja tetapi pikiran di luar gereja sehingga ketika Imam berkata �Marilah mengarahkan hati kita kepada Tuhan�, kita memang menjawab �Sudah kami arahkan� tetapi itu hanya di mulut saja sementara pikiran kita sudah jauh meninggalkan Misa. Kita perlu berpantang dari makanan sampah tsb misalnya sehari atau beberapa jam sebelum Ekaristi. Kita isi dengan doa dan mulai mengarahkan hati kita pada Ekaristi. 

Yang ketiga adalah menghayati penerimaan Komuni Kudus. Saya diajari agar berjalan menuju Sakramen Ekaristi dengan tangan terkatup di dada dan sambil menunduk. Tindakan menunduk ini adalah tanda kesadaran bahwa saya itu sungguh kecil di hadapan Dia yang begitu besar. Pada saat saya akan menerima-Nya, saya lebih memilih berlutut dan menyambut-Nya di lidah sebagai tanda ketidakpantasan saya menyentuh Tubuh Kristus yang suci dengan tangan saya yang tak tertahbis. Menjawab �Amin� ketika Imam berkata �Tubuh Kristus� haruslah dengan penuh kesadaran dan keyakinan. �Amin� di sini berarti: �Ya, saya percaya.� Jangan berkata �Amin� secara asal tanpa makna. Bagi umat Katolik yang menerima Komuni Kudus di tangan, cara ini pun harus dilakukan dengan penuh penghormatan dan kehati-hatian agar tidak ada partikel suci terjatuh atau tertinggal di tangan. Sebagai tambahan juga, saat anda berjalan menuju Sakramen Ekaristi, anda bisa mendaraskan atau menyanyikan pelan (bisa juga dalam hati) himne dan doa Ekaristi seperti Tantum Ergo, Adoro Te Devote dan sebagainya. Kata-kata dalam himne dan doa Ekaristi itu begitu mendalam maknanya dan secara jelas menunjukkan penghormatan kepada Sakramen Mahakudus. Salah satu favorit saya adalah Adoro Te Devote. Kalimat pertamanya �Adoro Te Devote Latens Deitas� secara literal berarti �Aku menyembah-Mu dengan taat ya Allah yang tersembunyi� menyatakan misteri dari Sakramen Mahakudus di mana Allah hadir tersembunyi dalam rupa yang kelihatan yaitu roti dan anggur. 

Cara-cara di atas dapat anda gunakan. Anda sekalian juga bisa merefleksikan sendiri cara-cara supaya anda bisa lebih menghormati Sakramen Ekaristi. Semoga Tuhan Yesus Kristus memberkati kita semua. Selamat Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. 

Pax et bonum

Silahkan baca juga artikel-artikel berikut:

Sunday, May 26, 2013

Pengakuan Iman Trente - Professio Fidei Tridentinae



 Pengakuan Iman Tridentine (Pius IV)

Pengakuan Iman Tridentine atau yang dikenal sebagai Pengakuan Iman Pius IV, adalah satu dari empat Pengakuan Iman resmi Gereja Katolik. Ia dikeluarkan pada tanggal 13 November 1565 oleh Paus Pius IV dengan bula �Iniunctum nobis� dibawah dukungan Konsili Trente (1545-1563). Ia mengalami perubahan kecil setelah Konsili Vatikan I (1869-1870) untuk memberi penekanan lebih pada definisi dogmatik Konsili. Tujuan utama Pengakuan Iman ini adalah untuk menjelaskan batasan iman Katolik terhadap ajaran-ajaran sesat. Pada masa lalu ia digunakan untuk pernyataan sumpah setia para ahli teologi terhadap Gereja dan untuk mendamaikan orang kristen non-katolik ataupun anggota Gereja yang terkeskomunikasi yang kemudian diterima (kembali) ke dalam Gereja, tetapi kini sudah jarang digunakan. Dibawah ini adalah terjemahan saya (Frater Daniel Pane), jadi dengan sendirinya juga tidak resmi.


Saya �. (nama diri), dengan iman yang teguh mempercayai dan mengakui setiap dan semua yang terkandung dalam Pengakuan Iman yang digunakan oleh Gereja Romawi Kudus yaitu:

Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi, dan akan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan. Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal, Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad. Allah dari allah, terang dari terang, Allah benar dari allah benar, Ia dilahirkan bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa: segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita. Ia dikandung dari Roh Kudus dilahirkan Perawan Maria, dan menjadi manusia. Ia pun disalibkan untuk kita waktu Pontius Pilatus; Ia menderita sampai wafat dan dimakamkan, pada hari ketiga Ia bangkit, menurut Kitab Suci, Ia naik ke surga duduk di sisi Bapa. Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati; kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan: Ia berasal dari Bapa dan Putera. Yang serta Bapa dan Putera disembah dan dimuliakan: Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Aku mengakui satu pembaptisan demi pengampunan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati dan hidup di akhirat. Amin

Tradisi Apostolik dan Gerejani dan semua penetapan dan konstitusi dari Gereja yang sama itu juga dengan teguh saya pegang dan akui.

Saya juga menerima Kitab Suci menurut arti yang dipercayai oleh Bunda Gereja Kudus, yang adalah hak Gereja untuk menentukan makna dan penafsiran yang sejati dari Kitab Suci. Aku juga tidak akan pernah mempercayai dan menyetujui penafsiran Kitab Suci selain daripada menurut arti yang berasal dari kesepakatan mutlak para Bapa.

Saya juga mengakui Tujuh Sakramen Hukum Baru yang sejati dan benar, ditetapkan oleh Yesus Kristus Tuhan kita, dan bahwa sakramen-sakramen itu perlu untuk keselamatan semua orang walaupun tidak semuanya perlu untuk semua orang, yaitu; Baptis, Krisma, Ekaristi, Pengakuan Dosa, Pengurapan Orang Sakit, Imamat dan Perkawinan; dan bahwa sakramen-sakramen ini menyalurkan rahmat; dan bahwa Baptisan, Krisma, dan Tahbisan tidak dapat diulangi kembali kecuali itu adalah pelecehan. Saya juga menerima dan mengakui tata upacara dalam Gereja Katolik dengan upacara meriah dalam melayani sakramen-sakramen itu.

Saya menerima dan mengakui setiap dan semua yang didefinsikan dan dinyatakan oleh Konsili Suci Trente menyangkut dosa asal dan pembenaran.

Saya mengakui, bahwa di dalam Misa dipersembahkan kurban yang benar, yang layak, dan yang berkenan kepada Allah bagi orang yang hidup dan yang mati; dan bahwa dalam sakramen Ekaristi yang mahakudus hadirlah secara benar, real dan substansial Tubuh dan Darah bersama dengan Jiwa dan Keilahian Tuhan kita Yesus Kristus; dan bahwa terjadi perubahan seluruh hakekat roti menjadi Tubuh dan hakekat anggur menjadi Darah, yang perubahan ini oleh Gereja Katolik disebut sebagai Transubstansiansi.

Aku juga mengakui bahwa di dalam salah satu rupa saja Kristus diterima secara utuh dan menyeluruh, dan sebagai sakramen sejati.

Aku berpegang teguh bahwa Api Penyucian itu ada, dan bahwa jiwa-jiwa disana terbantu oleh doa orang beriman. Begitu juga, bahwa para kudus, yang memerintah bersama Kristus, adalah untuk dihormati dan diserukan namanya, dan bahwa mereka mempersembahkan doa kepada Allah untuk kita, dan bahwa relikui mereka harus dihormati. Aku juga dengan teguh mengakui bahwa gambar atau patung dari Kristus, Bunda Allah yang tetap perawan dan para kudus lain hendaknya dijaga, dirawat dan dihormati.

Saya juga mengakui kuasa indulgensi yang diberikan Kristus kepada Gereja dan berguna untuk kesejahteraan rohani umat beriman.

Aku mengakui Gereja Kudus Katolik Apostolik Romawi sebagai ibu dan guru dari semua gereja-gereja; dan aku menjanjikan kepatuhan sejati kepada Uskup Roma, pengganti St. Petrus Pangeran Para Rasul, dan Wakil Yesus Kristus.

Aku juga tanpa ragu-ragu menerima dan mengakui semua hal lain yang disampaikan, didefinisikan, dan dinyatakan oleh Kanon-kanon suci, dan Konsili-konsili Oikumenis, dan secara khusus oleh Konsili Oikumene Trente dan Vatikan, secara khusus menyangkut keutamaan Uskup Roma dan ajarannya yang tidak dapat salah. Aku mengecam, menolak dan mengutuk segala hal yang bertentangan dengannya, dan semua bidaah yang telah dikecam, ditolak dan dikutuk oleh Gereja.

Inilah iman Katolik sejati, yang tak ada seorangpun dapat selamat tanpanya, yang kini dengan bebas aku akui dan kepadanya aku benar-benar berpegang, aku mengakui dan bersumpah untuk memeliharanya secara tak bercela dan dengan pertolongan Allah terus berpegang padanya sampai nafas terakhir hidupku.

Dan aku akan berjuang, sejauh yang aku bisa, agar iman yang sama ini dipegang, diajarkan dan diakui oleh semua orang yang aku jumpai. Aku�. (nama diri) bernazar, berjanji, dan bersumpah demi Injil Suci, jadi tolonglah aku Tuhan.

Terjemahan oleh Frater Daniel Pane,CSE
Pax et bonum