Latest News

Showing posts with label Sakramen-sakramen. Show all posts
Showing posts with label Sakramen-sakramen. Show all posts

Sunday, December 15, 2013

Sakramen Orang Mati dan Sakramen Orang Hidup


Mengenai Sakramen-sakramen Suci, ada klasifikasi/pembagian kelompok Sakramen yang jarang kita dengar namun sebenarnya penting untuk kita ketahui. Pembagian kelompok Sakramen tersebut dibuat berdasarkan penerima Sakramen yaitu Sakramen Orang Mati dan Sakramen Orang Hidup. Apa maksudnya? Untuk menerangkan tentang Sakramen Orang Mati dan Sakramen Orang Hidup ini, saya akan mengacu kepada Katekismus Santo Pius X (KSPX)* yang disusun oleh Paus Santo Pius X dalam bentuk tanya jawab mengenai suatu ajaran Gereja Katolik.
Apa yang dimaksud dengan kata �Sakramen�?
Kata sakramen berarti tanda-tanda rahmat yang dapat dirasakan dan berdaya guna, ditetapkan oleh Yesus Kristus untuk menguduskan jiwa kita. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 2)

Mengapa anda menyebut sakramen tanda-tanda rahmat dapat dirasakan dan berdaya guna?
Saya menyebut sakramen-sakramen adalah tanda-tanda rahmat yang dapat dirasakan dan berdaya guna karena semua sakramen menandakan rahmat ilahi yang sakramen-sakramen tersebut hasilkan dalam jiwa kita melalui cara-cara yang dapat dirasakan. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 3)

Ada sebagian umat Katolik menganggap bahwa penerimaan Sakramen-sakramen hanyalah sekadar ritual yang terlihat. Namun, ajaran iman Katolik tidak menganggap Sakramen-sakramen sekadar ritual belaka. Inilah ajaran iman Katolik yang paling mendasar tentang Sakramen yaitu bahwa Sakramen-sakramen adalah tanda-tanda rahmat yang berdaya guna untuk menguduskan jiwa kita. Setiap sakramen memiliki tanda-tanda rahmat tersendiri. Contohnya saat Pembaptisan, tanda-tanda rahmat itu ditunjukkan dengan penuangan air baptis ke dahi sambil Imam atau Uskup mengucapkan kalimat �Aku membaptis engkau dalam Nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus.� Pada saat itu juga, kita menerima rahmat pengudusan (sanctifying grace) dari Allah dalam Sakramen Pembaptisan. Apa gunanya rahmat pengudusan? Jelas sekali untuk keselamatan kita. Kita dikuduskan melalui sakramen-sakramen supaya kita layak untuk diselamatkan.

Apa itu rahmat?
Rahmat adalah sebuah karunia batin dan adikodrati yang diberikan kepada kita bukan karena jasa-jasa kita, melainkan melalui jasa-jasa Yesus Kristus untuk mendapatkan kehidupan yang abadi. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 10)

Bagaimana rahmat dibedakan?
Rahmat dibedakan menjadi rahmat pengudusan (sanctifying grace), yang juga disebut rahmat habitual (habitual grace), dan rahmat aktual (actual grace). (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 11)

Apa itu rahmat pengudusan?
Rahmat pengudusan adalah karunia adikodrati yang melekat kepada jiwa kita dan menjadikan kita pantas untuk diangkat sebagai anak-anak Allah dan pewaris-pewaris surga. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 12)

Berapa banyak jenis rahmat pengudusan yang ada?
Rahmat pengudusan ada dua: rahmat pertama (first grace) dan rahmat kedua (second grace). (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 13)

Apa itu rahmat pertama?
Rahmat pertama adalah rahmat yang oleh karenanya seseorang meninggalkan keadaan berdosa berat menuju ke keadaan adil (keadaan rahmat). (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 14)

Dan apa itu rahmat kedua?
Rahmat kedua adalah rahmat yang menambahkan rahmat pertama. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 15)

Apa itu rahmat aktual?
Rahmat aktual adalah sebuah karunia adikodrati yang mencerahkan akal budi, menggerakan dan menguatkan keinginan untuk membuat kita dapat melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 16)

Bagaimana rahmat diberikan kepada kita oleh Allah?
Rahmat diberikan kepada kita oleh Allah terutama melalui sakramen-sakramen. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 19)

Apakah sakramen-sakramen selalu menganugerahkan rahmat kepada kepada orang yang menerimanya?
Sakramen-sakramen selalu menganugerahkan rahmat asalkan sakramen-sakramen diterima dengan disposisi-disposisi yang diperlukan. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 22)

Siapa yang memberikan daya menganugerahkan rahmat kepada sakramen-sakramen?
Yesus Kristus melalui penderitaan dan wafat-Nya memberikan kepada sakramen-sakramen daya menganugerahkan rahmat. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 23)

Apa sakramen-sakramen yang menganugerahkan rahmat pengudusan pertama?
Sakramen-sakramen yang menganugerahkan rahmat pengudusan pertama dan menjadikan kita sahabat-sahabat Allah adalah dua; Pembaptisan dan Tobat. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 24)

Bagaimana dua sakramen ini disebut mengenai hal itu (menganugerahkan rahmat pengudusan pertama)?
Dua sakramen ini, Pembaptisan dan Tobat, mengenai hal itu disebut sakramen-sakramen orang mati, karena sakramen-sakramen ini ditetapkan terutama untuk mengembalikan kehidupan rahmat kepada jiwa yang mati karena dosa. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 25)

Sakramen-sakramen mana saja yang menambahkan rahmat kepada mereka yang telah memiliki rahmat?
Sakramen-sakramen yang menambahkan rahmat kepada mereka yang telah memilikinya adalah 5 sakramen yang lain: Penguatan (Krisma), Ekaristi, Pengurapan Orang Sakit, Imamat dan Perkawinan, semuanya menganugerahkan rahmat pengudusan kedua. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 26)

Dalam hal ini, bagaimana lima sakramen itu disebut?
5 sakramen ini � Penguatan, Ekaristi, Pengurapan Orang Sakit, Imamat dan Perkawinan � dalam hal itu disebut sakramen-sakramen orang hidup karena mereka yang telah menerimanya haruslah bebas dari dosa berat, yaitu sudah hidup melalui rahmat pengudusan. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 27)

Dosa apa yang dilakukan oleh seseorang yang sadar bahwa dirinya tidak berada dalam keadaan rahmat namun menerima salah satu dari sakramen-sakramen orang hidup?
Dia, yang sadar bahwa dia tidak berada dalam keadaan rahmat namun menerima salah satu dari sakramen-sakramen orang hidup, melakukan sebuah dosa sakrilegi yang serius. (KSPX, Sakramen-sakramen, Pertanyaan No. 28)

Demikianlah kita bisa melihat ajaran iman Katolik tentang hubungan sakramen-sakramen dan rahmat. Kita melihat pentingnya rahmat untuk mendapatkan kehidupan abadi, untuk menjadi pantas sebagai anak-anak Allah dan Allah memberikan rahmat, terutama rahmat pengudusan, yang diperlukan untuk keselamatan kita melalui sakramen-sakramen. Bila kita tidak berada dalam keadaan rahmat, kita tidak akan diselamatkan. Namun demikian, jelas pula bahwa sakramen-sakramen tersebut tidak akan berdaya guna rahmat bagi kita, tidak akan menguduskan kita bila kita tidak memiliki sikap batin (disposisi batin) yang benar, bila kita sekadar menganggap sakramen-sakramen itu ritual atau upacara ibadah belaka. Sebagai contoh, bagaimana sikap batin yang benar sebelum menerima Sakramen Ekaristi? Seseorang harus lebih dulu menerima Komuni pertama, harus berada dalam keadaan rahmat atau dengan kata lain bebas dari dosa berat / dosa yang mendatangkan maut (mortal sin)** serta harus berpuasa 1 jam sebelum menerima Sakramen Ekaristi (Komuni Kudus) terkecuali dalam keadaan sakit. Dan di atas semua itu, seseorang tersebut haruslah mengimani bahwa Roti dan Anggur yang telah dikonsekrasi adalah sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Inilah bentuk sikap batin yang diperlukan sebelum kita menerima Komuni Kudus. Bila kita tidak menerima Sakramen Ekaristi dalam sikap batin yang benar, kita tidak dapat menimba rahmat dari Sakramen Ekaristi.

Supaya kita berada dalam keadaan rahmat sehingga kita dapat diselamatkan, jiwa kita harus hidup kembali dari kematian akibat dosa-dosa. Itulah mengapa, dalam ajaran Gereja Katolik, Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat adalah sakramen-sakramen yang penting untuk keselamatan kita. Sakramen-sakramen Orang Mati ini menganugerahkan kepada kita rahmat pengudusan yang menghidupkan kembali jiwa kita, yang mengembalikan kita ke dalam keadaan rahmat. Sebagaimana yang iman Katolik ajarkan kepada kita, Sakramen Pembaptisan menghapuskan Dosa Asal dan Dosa Pribadi yang kita lakukan sebelum Pembaptisan; sementara itu, Sakramen Tobat menghapuskan Dosa Pribadi yang kita lakukan sesudah Pembaptisan.

Dan setelah kita berada dalam keadaan rahmat, barulah kita berhak menerima Sakramen-sakramen Orang Hidup yaitu kelima Sakramen lainnya. Sesuai ajaran iman Katolik, bila kita berada dalam keadaan tanpa rahmat (atau berada dalam keadaan terikat dosa berat), kita tidak boleh menerima Sakramen-sakramen Orang Hidup ini. Bila kita tetap memaksakan diri kita menerima Sakramen-sakramen Orang Hidup ini padahal kita sadar bahwa jiwa kita berada dalam keadaan mati karena dosa berat, kita justru menambah dosa yang lebih besar lagi kepada jiwa kita yaitu dosa sakrilegi. Apa itu dosa sakrilegi? Dosa Sakrilegi adalah dosa melecehkan hal-hal yang kudus. Dalam contoh yang nyata, saat kita menikah secara agama lain di luar Gereja Katolik, kita telah melakukan dosa besar. Namun, banyak dari kita yang seperti itu merasa bahwa selama kita percaya Yesus saja, kita boleh menerima Komuni Kudus tanpa perlu merasa berdosa. Ini jelas sekali bentuk pelecehan terhadap Sakramen Ekaristi. Demikianlah yang diajarkan oleh Santo Paulus �Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.� (1 Kor 11:27) Pada akhirnya, bila kita dalam keadaan berdosa berat tetap memaksakan diri menerima Sakramen Ekaristi; maka bukan rahmat pengudusan yang kita terima dari Sakramen Ekaristi melainkan kita malah semakin menambah dosa kita sendiri.

Ada pesan penting yang dapat kita lihat dari pembagian Sakramen-sakramen menjadi Sakramen-sakramen Orang Mati dan Sakramen-sakramen Orang Hidup terkait dalam konteks masa sekarang. Di masa sekarang, citarasa akan kekudusan dan kesakralan di dalam diri umat Katolik semakin berkurang. Banyak dari kita menganggap bahwa segala bentuk Sakramen, Liturgi, Devosi dsb menjadi sekadar seremonial ibadah atau ritual saja. Kita tidak lagi memiliki sikap batin yang benar dalam menerima Sakramen-sakramen Suci secara khusus saat menerima Sakramen terbesar dari antara sakramen-sakramen lainnya, yaitu Sakramen Ekaristi. Pembagian atau klasifikasi Sakramen Orang Mati dan Sakramen Orang Hidup ini jelas sekali memiliki pesan supaya kita menyadari keberdosaan dan ketidaklayakan kita, supaya kita membuat jiwa kita hidup kembali dari kematian karena dosa, supaya kita tidak mempermainkan kerahiman Allah, supaya kita tidak melecehkan sesuatu yang suci, dan juga supaya kita menyadari perlunya Sakramen-sakramen untuk keselamatan kita. Bila jiwa kita berada dalam keadaan mati karena dosa berat, hidupkanlah dengan menerima Sakramen-sakramen Orang Mati. Dan saat jiwa kita telah hidup dalam rahmat, berilah makan jiwa kita dengan rahmat lagi supaya kita semakin kudus sebab kita dipanggil Allah untuk menjadi kudus.

Bagi anda umat Katolik yang akan menerima Sakramen Ekaristi yang pertama (Komuni Pertama) ataupun Krisma, anda pasti diwajibkan untuk menerima Sakramen Pengakuan Dosa / Tobat lebih dulu. Mengapa demikian? Dengan membaca artikel ini, tentu anda sudah tahu mengapa anda diwajibkan demikian; yaitu supaya anda berada dalam keadaan rahmat saat menerima Sakramen-sakramen tersebut dan anda bisa menimba rahmat pengudusan dari Sakramen-sakramen tersebut serta tentu saja supaya anda tidak melakukan dosa sakrilegi, melecehkan hal-hal yang kudus, dalam hal ini Sakramen-sakramen Suci Gereja Katolik.



*. Katekismus Santo Pius X adalah salah satu katekismus yang disusun sebelum Konsili Vatikan II. Dalam Perayaan 100 Tahun Publikasi Katekismus Santo Pius X, Kardinal Burke menyatakan bahwa Katekismus Santo Pius X juga adalah poin rujukan yang pasti dan sangat diperlukan pada masa sekarang. Katekismus Santo Pius X saat ini belum tersedia dalam bahasa Indonesia, terjemahan bahasa Inggris dapat diklik di sini. Ini berarti bahwa Katekismus Santo Pius X dapat juga dijadikan rujukan dalam menerangkan ajaran Katolik di samping Katekismus Gereja Katolik yang dipublikasikan dalam masa kepausan Beato Yohanes Paulus II dan Kompendium Katekismus Gereja Katolik yang dipublikasikan pada masa Kepausan Benediktus XVI.

**. Berbicara tentang Sakramen Pengakuan Dosa tidak akan lepas dari berbicara tentang Dosa Berat (Dosa yang mendatangkan maut / mortal sin) dan Dosa Ringan (Dosa yang tidak mendatangkan maut / venial sin). Silahkan klik di sini untuk mengetahui tentang Dosa Berat dan Dosa Ringan.

Pax et bonum

Thursday, October 17, 2013

Terima Sakramen via Media Komunikasi

Oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, banyak hal yang semakin dimudahkan dan jarak tempuh seolah semakin diperpendek. Namun, ada hal negatif yang muncul dalam kehidupan umat yaitu kecenderungan untuk merasa cukup mengikuti Misa Kudus dari TV atau dari menonton rekaman Misa Kudus. Anggapannya adalah dengan mengikuti Misa Kudus dari TV, kita sudah hadir dan berpartisipasi dalam Misa Kudus. Selain itu, muncullah juga keinginan untuk mengakukan dosa dalam Sakramen Tobat melalui telepon, e-mail, video-chatting, dan sebagainya. Keinginan ini muncul karena keseganan dan ketakutan untuk mengakukan dosa secara langsung sehingga berpikir untuk mencari jalan pintas yang lebih mudah.

 
Sedikit intermezzo, coba bayangkan kalau penerimaan sakramen-sakramen dapat dilakukan melalui perantara media komunikasi. Bayangkan seorang imam menikahkan sepasang pria wanita melalui perantara media video-call di mana si imam sendirian berada di suatu Gereja di Jakarta dan sepasang pria wanita ini sedang berada di Medan. Bayangkan saat kita sedang sakit keras dan imam juga menggunakan video-call untuk memberikan Sakramen Pengurapan Orang Sakit, mengolesi layar laptopnya sendiri dengan minyak urapan orang sakit. Bukankah hal-hal tersebut adalah hal yang tidak wajar dan aneh?

Tentu saja bila ditinjau dari aturan Gereja mengenai Perayaan Sakramen, Gereja sama sekali tidak memberi ruang untuk penggunaan media-media komunikasi sebagai perantara dalam pemberian Sakramen. Gereja tidak mengizinkan Sakramen diberikan melalui media-media komunikasi. Hal ini sudah sangat jelas. Namun, hendaknya kita tidak hanya ikut-ikutan taat pada aturan ini tapi kita taat karena aturan ini memiliki pesan penting yang hendak diungkapkan.

Tampaknya keinginan-keinginan di atas timbul karena umat mulai kehilangan pemahaman yang benar mengenai Sakramen-sakramen secara keseluruhan, dan secara khusus Sakramen Ekaristi dan Sakramen Pengakuan Dosa. Menghadiri Misa Kudus mulai dianggap sekadar rutinitas belaka dan mengakukan dosa dianggap tidak diperlukan lagi. Mari kita mengingat kembali ajaran Gereja Katolik mengenai Sakramen. Berikut ini adalah tanya jawab mengenai Sakramen yang terdapat di Kompendium Katekismus Gereja Katolik (KKGK), sebuah buku yang memuat ringkasan ajaran Gereja Katolik dalam bentuk tanya jawab yang lebih mudah dipahami. Perhatikan pada bagian yang ditebalkan.

Apa itu Sakramen dan ada berapa macam?
Sakramen-sakramen yang ditetapkan oleh Kristus dan dipercayakan kepada Gereja merupakan tanda yang mendatangkan rahmat yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Ada tujuh Sakramen, yaitu Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi Kudus, Tobat, Pengurapan Orang Sakit, Imamat dan Perkawinan. (KKGK 224)

Apa hubungan antara Sakramen-sakramen dengan Gereja?
Kristus sudah mempercayakan Sakramen-sakramen kepada Gereja-Nya. Sakramen-sakramen itu adalah Sakramen-sakramen Gereja dalam arti ganda: Sakramen-sakramen itu �dari Gereja� sejauh merupakan tindakan Gereja, yang pada gilirannya merupakan Sakramen tindakan Kristus, dan �untuk Gereja� sejauh Sakramen-sakramen itu membangun Gereja. (KKGK 226)

Apa hubungan antara Sakramen-sakramen dengan iman?
Sakramen-sakramen tidak hanya mengandaikan iman; unsur kata-kata dan ritual juga mengembangkan, memperkuat, dan mengungkapkannya. Dengan merayakan Sakramen, Gereja mengakui iman yang datang dari Para Rasul. Hal ini menjelaskan asal dari rumusan kuno, �lex orandi, lex credenti�, artinya Gereja meyakini apa yang didoakannya. (KKGK 228)

Mengapa Sakramen itu berdaya guna?
Sakramen itu berdaya guna ex opere operato (melalui kenyataan bahwa tindakan Sakramen itu dilaksanakan) karena Kristuslah yang bertindak dalam Sakramen itu dan mencurahkan rahmat yang ditandakan. Daya dari Sakramen tidak tergantung dari kesucian pribadi pelayannya. Namun, buah dari Sakramen itu tergantung dari disposisi orang yang menerimanya. (KKGK 229)

Apa sebabnya Sakramen-sakramen itu perlu bagi keselamatan?
Bagi orang beriman kepada Kristus, walaupun Sakramen-sakramen itu tidak semuanya diberikan kepada setiap orang beriman, Sakramen perlu untuk keselamatan karena memberikan rahmat Sakramental, pengampunan dosa, pengangkatan sebagai anak-anak Allah, menyelaraskan diri kepada Kristus Tuhan dan keanggotaan di dalam Gereja. Roh Kudus menyembuhkan dan mengubah mereka yang menerima Sakramen-sakramen. (KKGK 230)

Apa itu rahmat Sakramental?
Rahmat Sakramental adalah rahmat Roh Kudus yang diberikan oleh Kristus yang terdapat dalam setiap Sakramen. Rahmat ini membantu orang beriman dalam perjalanannya menuju kesucian dan dengan demikian juga membantu Gereja untuk berkembang di dalam cinta kasih dan memberikan kesaksian kepada dunia. (KKGK 231)

Apa hubungan antara Sakramen dengan kehidupan kekal?
Dalam Sakramen, Gereja sudah �mencicipi� kehidupan kekal, sambil �menantikan penggenapan pengharapan yang penuh bahagia dan pernyataan kemuliaan Allah yang mahabesar dan Juru Selamat kita Yesus Kristus� (Tit 2:13). (KKGK 232)

Dari banyak tanya jawab di atas bisa kita lihat inti pengajaran Gereja mengenai Sakramen yaitu bahwa Sakramen adalah tanda yang mendatangkan rahmat dan dapat ditangkap pancaindra. Sakramen bukan sekadar ritual tapi adalah sekaligus tindakan Kristus dan tindakan Gereja. Kristus, melalui para imam, adalah yang bertindak dalam Sakramen itu dan mencurahkan rahmat yang ditandakan. Dengan merayakan Sakramen-sakramen, Gereja mengakui iman yang diterima dari Para Rasul (Iman yang apostolik) dan dalam Sakramen-sakramen ini, kita sebagai anggota Gereja �mencicipi� kehidupan kekal.

Dengan melihat pengajaran Gereja di atas, tentu adalah sesuatu yang aneh bila kita sebagai umat Katolik yang memiliki kekayaan sakramen-sakramen untuk keselamatan justru malah menolak untuk berpartisipasi langsung di dalamnya, dan memilih menggunakan media-media perantara. Kita seperti menolak untuk menerima rahmat dari Kristus yang hendak Ia berikan secara langsung dalam sakramen-sakramen. Mari kita analogikan diri kita sebagai seorang yang sedang sakit dan Yesus Kristus sebagai dokter. Bagaimana kita bisa diperiksa, disembuhkan, dioperasi, diobati bila kita sendiri tidak hadir langsung di ruang di mana dokter itu berada?

Gereja juga memandang bahwa dalam pemberian Sakramen, perlu ada perjumpaan antar pribadi, yaitu antara manusia dengan Kristus yang hadir. Dalam Sakramen Ekaristi, Kristus hadir secara nyata dalam rupa Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi. Dalam Sakramen Ekaristi, kita bisa mengecap betapa sedapnya Tuhan. Dalam Sakramen Pengakuan Dosa, kita merasakan secara nyata besarnya kerahiman Allah dalam absolusi (pengampunan) yang diberikan Allah melalui Imam. Menolak hadir secara langsung dalam Misa Kudus dan Pengakuan Dosa itu sama saja dengan menolak perjumpaan langsung dengan Allah. Perjumpaan dengan Allah dalam Sakramen tidak bisa diwakili oleh alat teknologi informasi dan komunikasi apapun. Paus Benediktus XVI mengatakan: �Sangat penting selalu diingat, bahwa kontak virtual tidak bisa dan tidak seharusnya menjadi pengganti dari kontak manusiawi langsung dengan orang-orang pada semua tingkatan masyarakat kita.� Pesan dari Paus Benediktus XVI juga berlaku dalam kontak kita dengan Allah yang transenden sekaligus imanen yang hadir dalam Sakramen-sakramen.

Sebagai manusia yang utuh, kita tidak bisa berpikir secara parsial, berprinsip �yang penting hati dan pikiran� sementara kita juga memiliki tubuh. Tentu saja tubuh hadir di Perayaan Sakramen tapi hati dan pikiran melayang ke mana-mana bukanlah sesuatu yang tepat. Tapi mengambil posisi ekstrim lainnya �yang penting hati dan pikiran� sehingga mengabaikan partisipasi langsung tubuh dalam Perayaan Sakramen juga tidaklah tepat. Partisipasi kita dalam Perayaan Sakramen baru menjadi penuh bila tubuh dan jiwa kita bersama-sama ikut hadir, berpartisipasi dan mengarah kepada Allah.

Teknologi informasi dan komunikasi  tentu dapat berguna untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan kita akan Sakramen-sakramen. Ada sebuah aplikasi di handphone yang berisi tata cara Pengakuan Dosa yang benar disertai pertanyaan-pertanyaan renungan yang membantu kita memeriksa batin dan mengingat dosa-dosa yang hendak kita akukan dalam Sakramen Tobat. Ada juga aplikasi yang berisi Kalender Liturgi yang berguna bagi kita untuk mengetahui apa saja bacaan Kitab Suci pada hari ini sekaligus mengenang Para Santo-Santa yang pestanya dirayakan pada hari ini. Semoga kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membantu kita semakin menghayati, mendalami, dan menghidupi Sakramen-sakramen Gereja dan bukan malah menjauhkan kita dari Sakramen-sakramen Gereja. Mari menimba rahmat Allah dalam Sakramen-sakramen Gereja.

Saturday, April 20, 2013

Sekilas Tentang Katekumen dan Katekumenat Dewasa



1. Katekumen adalah istilah yang berasal dari Gereja Perdana, diberikan kepada seorang dewasa yang sedang belajar untuk mengenal, memasuki dan menghidupi iman Katolik. Para Katekumen akan menjalankan serangkaian program persiapan yang disebut Katekumenat. Setelah menyelesaikan Katekumenat, Para Katekumen selanjutnya akan menerima Sakramen-sakramen Inisiasi (Baptis, Krisma dan Ekaristi) dalam Gereja Katolik.

2. Istilah �Katekumen� (juga �Katekis�) berasal dari bahasa Yunani, dapat ditemukan di Surat Paulus kepada umat di Galatia 6:6.


"Let him that is instructed in the word, [ho katechoumenos, is qui catechizatur] communicate to him that instructeth him [to katechounti, ei qui catechizat] in all good things."
Dan baiklah dia [ho katechoumenos], yang menerima pengajaran dalam Firman [is qui catechizatur], membagi [to katechounti] segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu [ei qui catechizat].

3. "Katekumen" hendaknya dibedakan dari "Audientes". "Audientes" adalah mereka yang baru mulai tertarik kepada iman Katolik, berbeda dari "Katekumen" yang telah membuat komitmen awal untuk mendapatkan iman Katolik.

4. Penganiayaan terhadap umat Katolik serta munculnya ajaran-ajaran pagan yang menyerang pada abad-abad pertama membuat Gereja Perdana mengadakan persiapan (Katekumenat) yang lebih mendalam bagi mereka yang hendak menjadi Katolik, yaitu dalam hal intelektual dan moral. Dalam hal intelektual untuk dapat memberikan pembelaan iman terhadap kaum pagan; dalam hal moral untuk dapat meneguhkan mereka yang mengalami penganiayaan oleh karena iman Katolik.

4. Setelah paganisme menghilang dan Kristianitas diberikan kebebasan oleh Kekaisaran Romawi dalam Edict Milan 313, Katekumenat menjadi kurang mendesak. Hal ini karena telah muncul banyak keluarga-keluarga Katolik yang melahirkan anak-anak yang kemudian dibaptis bayi dan diajarkan iman Katolik. Penjelasan lebih mendalam oleh Para Bapa Gereja mengenai pembaptisan bayi dan dosa asal sendiri juga menjadi faktor mengapa lebih banyak orang-orang Katolik dibaptis saat masih bayi ketimbang mengikuti masa katekumenat pada saat dewasa.

5. Karena saat ini banyak umat non-Katolik memilih untuk menjadi Katolik dan Gereja menghadapi fakta bahwa Gereja hidup di tengah keberagaman agama, katekumenat kembali menjadi hal yang penting dan mendesak. Tidak disangkal pula bahwa banyak Para Katekumen mendapatkan tekanan dan penolakan dari keluarga atau lingkungan sekitarnya karena keinginan untuk menjadi Katolik.  Oleh karena itu, Katekumenat diadakan untuk memberikan persiapan intelektual dan moral bagi para katekumen. Konsili Vatikan 2 dalam Sacrosanctum Concillium 64 mengamanatkan: "Katekumenat bertahap untuk orang dewasa hendaklah dihidupkan lagi dan dilaksanakan menurut kebijaksanaan Uskup setempat. Dengan demikian masa katekumenat, yang dimaksudkan untuk pembinaan memadai, dapat disucikan dengan merayakan upacara-upacara suci secara berturut-turut."

6. Lamanya Katekumenat bervariasi dari waktu ke waktu. Pada umumnya, masa katekumenat berlangsung dalam waktu yang lama untuk menguji dan melihat disposisi hati para katekumen. Untuk masa sekarang, lamanya katekumenat ditentukan oleh keuskupan setempat, umumnya satu tahun. Dulu, Konsili Elvira (306) menyebutkan lamanya katekumenat adalah 2 tahun. Namun, sebagaimana kondisi yang disebutkan pada poin 5, masa katekumenat dipersingkat. Konsili Agde (506 M) menjelaskan bahwa katekumenat dapat dilakukan selama 8 bulan dan kemudian Paus St. Gregorius Agung menguranginya menjadi 40 hari saja.

7. Meskipun begitu, beberapa orang kudus menjalankan masa katekumenat yang sangat lama. St. Ambrosius dari Milan, St. Agustinus dari Hippo, St. Basilius Agung dari Caesarea, St. Gregorius dari Nazianzus, dan St. Yohanes Krisostomos dari Konstantinopel bahkan baru dibaptis pada saat usia mereka telah melebihi 30 tahun meski telah didaftarkan untuk katekumenat sejak kecil. Sementara itu, Kaisar Konstantinus Agung, meski telah lama mengikuti masa katekumenat, baru dibaptis saat menjelang kematiannya. Konsili Neocaesarea dan Konsili Ekumenis Nicea juga pernah menyatakan bahwa katekumen yang melakukan perbuatan kriminal berat akan mendapatkan perpanjangan masa katekumenat dan mungkin pula statusnya diturunkan dari katekumen menjadi audientes (tampaknya sekarang sudah tidak berlaku lagi dan keputusan atas katekumen yang berbuat kriminal berat diserahkan kepada kebijakan keuskupan setempat).

8. Muncul pertanyaan mengenai baptisan para katekumen yang meninggal sebelum mendapatkan sakramen pembaptisan. Mengenai hal ini, Gereja telah menyatakan bahwa para katekumen dengan disposisi hati yang baik yang meninggal sebelum dibaptis karena penyakit atau kecelakaan dapat menerima Baptisan Rindu (Baptism of desire). Sedangkan yang meninggal sebelum dibaptis karena menjadi menumpahkan darah demi imannya (menjadi martir) menerima Baptisan Darah (Baptism of blood). Kedua bentuk baptisan ini memberikan rahmat yang sama dengan sakramen pembaptisan kepada para katekumen. Rahmat-rahmat tersebut adalah:
a. Pengampunan seluruh dosa termasuk dosa asal yang diterima dari Adam dan Hawa (bdk.Katekismus Gereja Katolik 1263 dan 1279)
b. Pemberikan meterai tak terhapuskan yang menggabungkan diri yang dibaptis dengan Kristus (bdk. KGK 1272-1274 dan 1279)
c. Persatuan dengan Gereja-Nya (bdk. KGK 1267 dan 1279)
d. Pengangkatan sebagai anak-anak Allah (bdk. KGK 1265 dan 1279)
e. Kesatuan Sakramental dari Kesatuan Kristen (bdk. KGK 1271)

9. Sebelum Katekumenat, diadakan periode pertama yaitu Pre-Katekumenat di mana calon Katekumen menunjukkan ketertarikannya atas iman Katolik dan menyatakan komitmen untuk siap menerima pewartaan dan pengajaran terlebih dahulu kepada Pastor Paroki dan/atau Para Katekis. Periode ini diakhiri dengan Upacara Pelantikan Katekumen. Di upacara ini, Calon Katekumen menyatakan secara publik niat mereka untuk masuk ke dalam Gereja Katolik.

10. Upacara Pelantikan Katekumen menjadi awal dari Periode Katekumenat. Pada masa ini, Para Katekumen menerima katekese ajaran iman, praktik dasar Kristiani dan liturgi. "Katekese ini menghantar para katekumen bukan hanya kepada suatu pengenalan yang pantas akan dogma-dogma dan ajaran-ajaran Gereja, melainkan juga kepada kepekaan mendalam akan misteri keselamatan di mana mereka rindu untuk ikut ambil bagian di dalamnya." (RCIA 75).

11. Upacara Pemilihan mengakhiri Periode Katekumenat. Ritus ini biasanya dilaksanakan pada Hari Minggu Prapaskah Pertama. Dalam ritus ini, atas dasar kesaksian para penjamin dan katekis, serta penegasan kembali dari Para Katekumen akan niat mereka untuk masuk ke dalam Gereja Katolik. Gereja mengadakan "pemilihan" atas Para Katekumen untuk dapat menerima Sakramen-sakramen Inisiasi. Sekarang Para Katekumen disebut "Para Pilihan" atau "Illuminandi" (mereka yang akan diterangi). Selanjutnya, mereka akan menjalankan persiapan akhir yang intensif seperti pengenalan diri dan pertobatan, upacara penyerahan Credo dan Doa Bapa Kami. Periode ini diakhiri dengan perayaan Sakramen-sakramen Inisiasi pada Malam Paskah. 

12. Setelah Malam Paskah, para baptisan baru (disebut Neofites) memasuki Periode Pembekalan Sesudah Baptis atau Mistagogi. Di sini Para Neofites hendaknya semakin masuk lebih dalam kepada kehidupan menggereja dan tumbuh dalam iman bersama dengan umat Katolik lainnya. Periode ini biasanya berakhir sekitar Hari Raya Pentakosta

Di sini kita melihat bahwa Gereja Katolik tidak terlalu mementingkan jumlah melainkan kualitas, juga perlu ditekankan bahwa mereka yang hendak menjadi Katolik haruslah berdasarkan atas keputusan mereka sendiri yang bebas dari pemaksaan orang lain.

Sumber: Ensiklopedia Katolik, Katekismus Gereja Katolik, dan Yesaya.
ditulis oleh Indonesian Papist
Pax et Bonum