Latest News

Showing posts with label Renungan dan Homili. Show all posts
Showing posts with label Renungan dan Homili. Show all posts

Friday, February 7, 2014

Haruskah Homili Memberikan Pengajaran yang Sistematis?

oleh Pater Kenneth Baker, SJ

Baru-baru ini seorang rekan imam bertanya kepada saya, �Bagaimana kita bisa mengajarkan iman selama homili pada Misa Minggu?� Dengan pertanyaan itu, ia menunjuk kepada suatu masalah yang telah mengganggu saya selama beberapa waktu: Dalam Liturgi Novus Ordo, bagaimana imam dapat memberikan pengajaran Katolik yang sistematis dan koheren mengenai Aku Percaya (Syahadat), 10 Perintah Allah dan 5 Perintah Gereja, dan Sakramen-sakramen selama perjalanan siklus 3 tahun dari pembacaan Kitab Suci?


Anda sekalian mungkin ingat bahwa sebelum Konsili Vatikan II, banyak uskup memberikan petunjuk rinci tentang masalah khotbah (sermon) untuk setiap hari Minggu. Dengan cara ini, prinsip-prinsip dasar iman dan moral Katolik diungkapkan selama periode tahunan. Sejak Konsili Vatikan II, prosedur ini tampaknya telah ditinggalkan. Mungkin ada beberapa uskup yang masih memberikan petunjuk-petunjuk seperti itu, tetapi saya pribadi belum pernah melihatnya.

Kita memiliki alasan untuk bersukacita atas Misa Novus Ordo yang memberikan bacaan Kitab Suci yang lebih lengkap yang sekarang kita miliki dalam Leksionari selama periode tiga tahun. Ketika Konsili Vatikan II memberikan penekanan besar atas peran Kitab Suci dalam Misa Kudus dan menambah serta memperpanjang bacaan dalam Misa Kudus, kita menyaksikan perpindahan dari �khotbah� (Sermon) tradisional menuju �homili� (Homily). Khotbah cenderung berfokus pada iman, moral, penjelasan atas Syahadat/Credo (Aku Percaya). Sementara itu, Homili sekarang cenderung merupakan �penjelasan� atas bacaan Kitab Suci pada hari itu. Penjelasan itu biasanya dalam bentuk penafsiran yang belum sempurna atau bergerak ke teologi biblis, yaitu sebuah tema dari Kitab Suci yang dikembangkan dan disarankan oleh bacaan-bacaan pada hari itu.

Prosedur tersebut adalah baik. Kita perlu kembali kepada Kitab Suci dan itulah yang kita miliki selama 40-an tahun terakhir. Akan tetapi, dalam pandangan saya, pada saat yang bersamaan telah terjadi pengabaian yang serius terhadap pengajaran iman Katolik fundamental dalam cara sistematis kepada umat beriman di kebanyakan paroki. Juga, hanya ada sedikit atau malah tidak ada sama sekali hubungan atau kesinambungan antara homili-homili pada hari Minggu yang satu ke hari Minggu yang berikutnya. Dan hasilnya adalah lebih banyak dan semakin banyak umat Katolik tidak tahu apa yang Gereja Katolik ajarkan mengenai pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti dosa asal, dosa berat dan dosa ringan, Inkarnasi Firman Allah, Tritunggal Mahakudus, surga, neraka, api penyucian, Kehadiran Nyata Yesus Kristus dalam Sakramen Ekaristi, kebangkitan badan dan seterusnya.

Jutaan umat Katolik bingung dan kacau pemahamannya dan kebingungan dan kekacauan tersebut membawa kepada perpecahan. Terlihat pada saya bahwa kita sedang menyaksikan Protestantisasi Gereja Katolik yang stabil, dalam artian bahwa setiap orang - berdasarkan prinsip-prinsip Sola Scriptura (Hanya Kitab Suci saja dasar ajaran iman) dan penafsiran pribadi - menentukan dan memutuskan untuk diri mereka sendiri apa yang Kitab Suci dan iman Katolik ajarkan. Sekarang ada sekitar 20.000 bentuk Protestantisme yang berbeda dan kita sekarang terlihat memiliki beberapa bentuk berbeda dari Katolisisme, tidak secara resmi tapi secara de facto.

Tampaknya adalah sebuah ide yang bagus bagi para uskup untuk mengerjakan program pengajaran sistematis yang baru dan komprehensif mengenai Aku Percaya / Credo, 10 Perintah Allah dan 5 Perintah Gereja, Sakramen-sakramen yang akan menjadi kunci untuk Tahun A, B, dan C dari siklus 3 tahun bacaan Kitab Suci. Kami telah menjalankan program seperti itu dalam homili-homili HPR (Homiletic and Pastoral Review) kami sejak tahun 1980. Program sistematis seperti itu direkomendasikan oleh Sinode Para Uskup di Roma pada tahun 2008 tetapi sejauh ini terlihat tidak ada yang dilakukan mengenai hal itu. Homili mengenai Kitab Suci adalah baik, tetapi umat Katolik juga membutuhkan pengajaran yang jelas mengenai hal-hal fundamental dari iman Katolik. 

Pater Kenneth Baker, SJ adalah editor emeritus dari HPR (Homiletic and PastoralReview) yang telah melayani sebagai editor selama lebih dari 30 tahun. Beliau adalah pengarang buku best-selling �Fundamentals of Catholicism� (3 volume) dan buku pengantar Kitab Suci populer, �Inside the Bible�.

Tuesday, February 4, 2014

Homili Santo Yohanes Paulus II pada Pesta Pembaptisan Tuhan

Homili lama ini diterjemahkan oleh Indonesian Papist untuk dimuat pada Buletin Lentera Iman edisi Februari 2014 dengan tema Baptis.

Homili Paus Yohanes Paulus II pada Pesta Pembaptisan Tuhan

Minggu, 12 Januari 1997
 
St. Yohanes Paulus II Membaptis Seorang Bayi


�Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus� (Mat 28:19)

Hari ini Gereja sedang merayakan Pesta Pembaptisan Kristus dan tahun ini juga saya mengalami sukacita memberikan Sakramen Baptis kepada beberapa bayi yang baru lahir; 10 perempuan dan 9 laki-laki, 14 di antaranya adalah orang Italia, 2 Polandia, 1 Spanyol, 1 Meksiko dan 1 India. Selamat datang para orang tua terkasih yang telah datang ke sini bersama dengan anak-anak anda sekalian. Saya juga menyapa para wali baptis serta kalian semua yang hadir di sini.

Saudara-saudari terkasih, sebelum memberikan Sakramen Baptis kepada anak-anak baru lahir ini, saya ingin merenungkan bersama anda mengenai sabda Allah yang baru saja kita dengar. Injil menurut Markus, seperti Injil-injil Sinoptik lainnya, bercerita tentang Pembaptisan Yesus di Sungai Yordan. Liturgi Epifani mengenang peristiwa ini dalam sebuah kesatuan tiga peristiwa (triptych) yang mencakup juga Penyembahan Para Majus dari Timur dan Pernikahan di Kana. Masing-masing dari 3 peristiwa ini dalam kehidupan Yesus dari Nazaret adalah sebuah pewahyuan khusus mengenai keputraan ilahi-Nya. Gereja-gereja Timur memberikan penekanan khusus terhadap pesta hari ini, menyebutnya dengan singkat, �Yordan�. Mereka memandang peristiwa ini sebuah momen dalam manifestasi Kristus yang terhubung dekat dengan Natal. Memang, lebih daripada kelahiran-Nya di Betlehem, Liturgi Timur menyoroti pewahyuan mengenai Kristus sebagai Putera Allah, yang terjadi dengan intensitas yang luar biasa persis selama Pembaptisan-Nya di Sungai Yordan.

Apa yang Yohanes Pembaptis sampaikan di tepi Sungai Yordan adalah pembaptisan penyesalan untuk pertobatan dan pengampunan dosa. Tetapi Yohanes Pembaptis mengatakan: �Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.� (Mrk 1:7-8). Yohanes Pembaptis menyatakan ini kepada begitu banyak pentobat yang berbondong-bondong mengikuti dia untuk mengakukan dosa mereka, bertobat dan bersiap untuk memperbaiki hidup mereka.

Pembaptisan yang diperintahkan oleh Yesus sebagaimana yang Gereja dengan setia dan tidak hentinya lakukan hingga saat ini adalah sungguh berbeda dari pembaptisan oleh Yohanes Pembaptis. Pembaptisan yang dilakukan oleh Gereja membebaskan manusia dari dosa asal dan mengampuni dosa-dosanya, menyelamatkan ia dari perbudakan yang jahat dan merupakan tanda kelahiran kembali dalam Roh Kudus; Pembaptisan yang dilakukan oleh Gereja memberikan kepada manusia kehidupan yang baru yaitu partisipasi dalam kehidupan Allah Bapa yang diberikan oleh Putra Tunggal-Nya yang menjadi manusia, wafat dan bangkit kembali.

Setelah Yesus keluar dari air, Roh Kudus turun atas-Nya dalam rupa seekor merpati, surga terbuka dan suara Bapa didengar dari langit: �Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.� Dengan demikian, peristiwa Pembaptisan Kristus bukan hanya pewahyuan akan keputraan ilahi-Nya, tetapi pada saat yang sama merupakan pewahyuan akan seluruh Tritunggal Mahakudus. Bapa � suara dari langit � mengungkapkan Yesus Putra Tunggal-Nya  sehakikat dengan Bapa dan semua ini terjadi oleh keutamaan Roh Kudus yang dalam bentuk burung merpati turun atas Kristus, Tuhan yang diurapi.

Pada Kisah Para Rasul, kita membaca mengenai Pembaptisan yang diberikan oleh Rasul Petrus kepada Kornelius dan keluarganya. Dengan demikian, Petrus melaksanakan perintah Kristus yang bangkit kepada para murid-Nya: �Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.�Pembaptisan adalah sakramen dasar dan pertama dalam Gereja, sakramen kehidupan baru dalam Kristus.

Saudara-saudari terkasih, sesaat lagi anak-anak ini juga akan menerima Pembaptisan dan menjadi anggota hidup Gereja. Mereka pertama akan diurapi dengan Oleum Catechumenorum (Minyak Katekumen) sebagai simbol kekuatan lembut Yesus yang diberikan kepada mereka untuk berjuang melawan kejahatan. Lalu air suci akan dituangkan ke atas mereka sebagai simbol pemurnian batin mereka melalui karunia Roh Kudus, sebagaimana air yang dituangkan oleh Yesus saat Ia wafat di kayu salib. Mereka kemudian langsung diberikan pengurapan yang kedua dan sangat penting dengan �Krisma� untuk menunjukkan bahwa mereka dikonsekrasikan dalam citra Yesus, yang diurapi oleh Bapa. Lalu setiap ayah dari anak-anak tersebut menerima sebuah lilin yang dinyalakan dari lilin Paskah, simbol terang iman yang harus terus dijaga dan dibesarkan bersama rahmat pemberi hidup Roh Kudus oleh para orang tua dan wali baptis.

Para orang tua dan wali baptis yang terkasih, marilah kita mempercayakan anak-anak kecil ini kepada perantaraan kebundaan Perawan Maria. Marilah kita memohon kepada Bunda Maria untuk menyertai anak-anak kecil yang berpakaian putih ini menerima martabat baru mereka sebagai anak-anak Allah, umat Kristen sejati dan saksi-saksi yang berani akan Injil sepanjang hidup mereka.
Amin!

Sumber: Vatican.va

Saturday, January 11, 2014

[Cerita Katolik] Pasangan Katolik Tua dan Kalajengking


Suatu hari hiduplah sepasang kakek-nenek yang miskin di Mexico. Kapanpun kau mengunjungi rumah mereka, akan selalu ada ayam-ayam berlarian. Setiap pagi ayam jantan akan membangunkan mereka dan para tetangga juga akan terbangun.

Walaupun ayam-ayam itu bisa bertelur dan juga bisa dibuat kaldu ayam yang enak, mereka juga merepotkan ketika mereka buang kotoran sembarang di jalan. Si nenek harus membersihkan kotoran-kotoran ayam itu setiap pagi. Juga pada saat itu, orang-orang miskin berjalan bertelanjang kaki dan ketika mereka menginjak kotoran ayam, rasanya akan sangat tidak nyaman di antara jari-jari kaki. Suatu waktu, kotoran ayam itu kadang menempel sepanjang perjalanan dan bahkan terbawa hingga pulang.

Walaupun pasutri tua itu seringkali merasa ayam-ayam mereka menyebalkan, mereka menerima ayam-ayam itu sebagai bagian dari hidup mereka seperti para pendahulu mereka sebelumnya selalu memelihara ayam di sekitar mereka. Mereka juga bersyukur bisa memakan telur dan daging ayam, jadi tidak ada alasan bagi mereka untuk mengubah keadaan ini.

Para tetangga seringkali komplain kepada pasutri tua itu karena ayam jago mereka membangunkan para tetangga pagi-pagi sekali. Tetapi pasutri tua itu selalu meminta maaf dan tetap memelihara si ayam jantan. Itu hanya selalu terjadi seperti biasanya.

Akhirnya pasutri tua yang miskin  meninggal dan anak-anak mereka pindah ke rumah mereka. Anak-anak mereka memiliki uang yang lebih banyak, jadi mereka berpikir, �untuk apa  memiliki ayam-ayam ini yang selalu membuat berantakan halaman kita. Kita bisa membeli telur dan daging ayam dari toko.�

Para tetangga sangat senang karena sekarang bisa tidur di pagi hari tanpa mendengar si ayam jantan berkokok. Si istri juga tidak perlu membersihkan jalanan lagi.

Tapi suatu hari, ketika sang suami sedang berjalan di dalam rumah bertelanjang kaki, dia disengat kalajengking. Dia harus dengan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan penawar racun. Dia hampir mati dan biaya rumah sakit sangat mahal.

Setelah kejadian menakutkan ini, mereka mulai merenung dan mencari tahu mengapa para pendahulu mereka tidak pernah ada yang disengat kalajengking. Bertanya kepada orang-orang tua lain yang bijaksana, mereka menemukan bahwa ayam-ayam merepotkan itulah yang selama ini memakan kalajengking dan menjaga rumah yang miskin  itu aman untuk ditinggali manusia.

            Aku membuat cerita ini untuk menjabarkan apa yang terjadi apabila kita membuang tradisi Katolik hanya karena kita berpikir kita tak memerlukannya lagi. Selama ratusan tahun, Roh Kudus telah menyusun Misa Latin yang luar biasa indah dan semua praktik tradisional Katolik lainnya. Tetapi kemudan datang para �orang Katolik modern� yang melihat semua �ritual yang ketinggalan zaman� ini sebagai rubrik tidak penting yang diulang-ulang. Dan mereka membuangnya.
(rubrik : petunjuk resmi yang mengatur tata laksana liturgi)

Kardinal Burke Merayakan Misa Latin Tradisional / Misa Tridentin
 Mereka menyingkirkan apa yang mereka rasa �[sekadar] tambahan pada bagasi� dan mulai menyederhanakan segala sesuatu sesuai dengan hati/perasaan �orang modern�.

            Para modernis* merasa manusia itu �intelek�, �canggih� dan tidak membutuhkan agama yang muluk ini. Kalau memang butuh, seseorang bisa percaya pada Tuhan, tetapi semua kemegahan dan upacara itu tidak ada gunanya. Agar �orang-orang modern� ini bisa bebas menjadi siapa saja, [mereka berpikir] mereka juga harus bebas dari agama �zaman kegelapan� buatan manusia yang dangkal ini.

            Jadi para modernis membuang apa yang mereka anggap sebagai tambahan, seperti berlutut, bel, pemberkatan, prosesi, altar rails (tempat berlutut untuk menerima Komuni di lidah), patena, patung, dan doa dalam bahasa Latin yang panjang dalam Misa.

Paus Benediktus XVI membagikan Komuni di lidah sambil berlutut di atas rel altar / altar rail

           Mereka melihat kata-kata seperti : penyaliban, berkat, kudus, perdamaian, pengorbanan, penebusan dosa, nafsu birahi, kejahatan sebagai ekspresi sentimental ofensif dan berlebihan. Mereka melihat manusia sebagai makhluk yang terbebas dari mitos, jadi mereka turun memainkan peranan sang supranatural dan sang iblis. Karena iblis tidak berarti, mereka tidak lagi melihat adanya kebutuhan untuk pengusiran setan (eksorsisme). Bila suatu saat mereka percaya akan neraka, mereka akan sangat sulit berkata-kata tentang itu.

            Tetapi kita, umat Katolik sejati, tahu bahwa Roh Kuduslah yang telah memberikan kita semua ini untuk melindungi Yesus yang kudus, yang hidup di antara kita dalam Ekaristi Kudus dan Sakramen Maha Kudus di Gereja Katolik. Perlindungan ini terpenuhi melalui setiap detail dari ritus, sabda, dan praktik-praktik yang berharga ini.**

            Bagi para modernis muda, semua itu terlihat tak berguna. Tetapi untuk mereka yang kudus dan bijaksana, setiap tradisi yang Bunda Gereja teruskan secara hati-hati kepada kita, memiliki  maksud atau tugas yang pasti untuk mempertahankan apa yang kudus dan yang baik untuk semua umat manusia.

Satu contoh dari hal ini adalah tempat suci (sanctuary) yang dibangun tinggi dimana Kurban Kudus dalam Misa biasanya diarahkan di gereja-gereja tua. Tujuan dari sanctuary ini, adalah untuk mengingatkan kita bahwa Allah itu Kudus adanya. Allah memang secara mesra tinggal di antara kita, tetapi di saat yang sama, Dia adalah Allah yang sangat amat KUDUS dan MAHAKUASA. Kita harus mendekatinya dengan cinta, devosi (kesetiaan), dan adorasi (penyembahan).

Ketika kita �Pergi ke Altar Allah�, (Latin: Introibo ad Altare Dei), kita pergi ke tempat dimana Allah berada. Allah lalu mengangkat kita dari pengalaman keduniawian kita sehari-hari untuk memasuki Kemuliaan Surgawi. Dengan kita memberi penghormatan kepada Allah dan para kudus, kita juga menghormati satu sama lain, yang tak lain semuanya adalah anak-anak Allah juga. Ketika kita memperlakukan Allah seperti Barney, teman yang menggemaskan, kita hanya akan menjadi kita yang sama seperti sebelumnya.

Jadi, Rohkudus telah memberikan kita Tradisi Katolik untuk melindungi Sang Kudus dan untuk melindungi diri kita. Bila kita membuang apa yang kita lihat tidak berguna, seperti ayam-ayam pada cerita di atas, maka kita akan membuang juga sesuatu yang amat penting. Dan si iblis, sang kalajengking, dapat dengan mudah menyengat kita dengan racunnya. Itulah mengapa banyak sekali orang-orang sekarang berada di �Rumah Sakit Spiritual� dengan depresi dan kegelisahan. Itu membuat orang-orang bersedih dan obat anti-depresi mahal juga harganya.

Kapan kita akan belajar bahwa tradisi-tradisi tua Katolik tidaklah sebodoh yang kita pikirkan dan Roh Kuduslah yang mengembangkan Misa Latin Kudus melalui berabad-abad lamanya untuk menjaga kita aman secara spiritual (para Santo/a dan para martir pun mengikuti Misa Latin ini walaupun banyak dari mereka bahkan tidak mengerti bahasa Latin). Kita sangat beruntung bila kita menjadi orang Katolik Sejati dan memiliki ayam-ayam (Ritus-ritus Kudus) di sekitar kita untuk melindungi kita dari para kalajengking (iblis dan setan-setannya).



Karangan Romo Peter Carota


(Diterjemahkan dari www.traditionalcatholicpriest.comoleh HiFraX dengan perubahan seperlunya)

Tambahan dari Indonesian Papist:
*. Modernis adalah mereka yang menganut bidaah modernisme yang telah ditolak oleh Paus Santo Pius X dan banyak paus lainnya. Modernisme menganggap bahwa segala Dogma, Doktrin, Tradisi Katolik hanyalah merupakan �sesuatu dari masa lampau� yang �tidak relevan� dengan masa sekarang sehingga harus disingkirkan atau diubah menyesuaikan dengan masa sekarang. Situs Katolisitas menyediakan info menarik tentang modernisme ini.

**. Kardinal Malcolm Ranjith menegaskan kembali hal tersebut saat berbicara di Konvensi Hukum Kanonik di Kenya. �Liturgical law must enjoy the primacy among canonical norms, for it safeguards the most sacred realities in the Church.��Hukum Liturgi harus mendapatkan primasi (kedudukan utama) di antara norma-norma kanonik, karena Hukum Liturgi melindungi realitas-realitas paling suci dalam Gereja.�

Thursday, December 26, 2013

Pesan Natal 2013 Paus Fransiskus


Sudah menjadi kebiasaan bahwa Paus akan memberikan Pesan Natal �urbi et orbi�, kepada �kota (Roma) dan dunia� pada hari Raya Natal. Berikut ini adalah Pesan Natal 2013 Paus Fransiskus yang diberikan pada Hari Rabu tanggal 25 Desember 2013.

Paus Fransiskus Menggendong Patung Bayi Yesus
  Pesan Natal Urbi et Orbi Paus Fransiskus

"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai di bumi kepada orang yang berkenan kepada-Nya" (Luk 2:14)

Saudara-saudari terkasih di Roma dan di seluruh dunia, salam dan selamat Natal!

Saya mengutip Kidung Para Malaikat yang diberikan kepada para gembala di Betlehem pada malam ketika Yesus lahir. Kidung ini adalah sebuah kidung yang mempersatukan langit dan bumi, memberikan pujian dan kemuliaan bagi surga, dan janji kedamaian bagi bumi dan semua orang-orangnya.

Saya meminta setiap orang untuk berbagi dalam kidung ini: kidung yang merupakan sebuah kidung bagi setiap pria atau wanita yang terus berjaga sepanjang malam, yang berharap akan sebuah dunia yang lebih baik, yang peduli pada orang lain sembari dengan rendah hati berusaha melakukan tugasnya.

Kemuliaan bagi Allah!

Di atas segala yang lain, inilah yang Natal minta kepada kita untuk dilakukan: berilah kemuliaan bagi Allah, karena Ia baik, Ia setia, Ia penuh rahim. Hari ini saya menyuarakan harapan saya supaya setiap orang akan datang untuk mengetahui wajah Allah yang sebenarnya, Bapa yang telah memberikan Yesus kepada kita. Harapan saya yaitu supaya setiap orang akan merasakan kedekatan Allah, hidup di dalam kehadiran-Nya, mengasihi-Nya dan menyembah-Nya.

Semoga setiap dari kita memberikan kemuliaan kepada Allah terutama dengan kehidupan kita, dengan kehidupan yang dihabiskan untuk kasih akan Dia dan kasih akan semua saudara-saudari kita.

Damai bagi umat manusia.

Damai yang sejati � kita tahu ini dengan baik � bukanlah sebuah keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Damai yang sejati bukanlah sebuah �tampak luar� yang indah yang menyembunyikan konflik-konflik dan perpecahan-perpecahan. Damai menyerukan komitmen sehari-hari, tetapi membuat perdamaian adalah sebuah seni, dimulai dari karunia Allah, dari rahmat yang Ia telah berikan kepada kita dalam Yesus Kristus.

Memandang Sang Bayi dalam palungan, Bayi perdamaian, pikiran kita beralih kepada anak-anak ini yang paling rentan menjadi korban peperangan, tetapi kita juga memikirkan orang-orang tua, perempuan-perempuan yang dipukul berulang-ulang, orang-orang sakit... Peperangan menghancurkan dan menyakiti begitu banyak jiwa!

Terlalu banyak jiwa telah hancur dalam waktu baru-baru ini oleh konflik di Suriah, yang mengobarkan kebencian dan balas dendam. Mari kita terus meminta Tuhan untuk menghindarkan orang-orang Suriah terkasih dari penderitaan lebih lanjut, dan untuk memungkinkan pihak-pihak dalam konflik untuk mengakhiri semua kekerasan dan menjamin akses bagi bantuan kemanusiaan. Kita telah melihat betapa kuatnya doa! Dan saya bahagia hari ini juga karena para penganut agama yang berbeda bergabung bersama kita dalam doa kita untuk perdamaian di Suriah. Mari kita jangan pernah kehilangan keberanian doa! Keberanian untuk berkata: Tuhan, berikanlah perdamaian-Mu bagi Suriah dan bagi seluruh dunia.

Berikanlah damai, oleh Bayi terkasih, kepada Republik Afrika Tengah yang sering dilupakan dan diabaikan. Namun Engkau, Tuhan, tidak melupakan seorang pun! Dan Engkau juga ingin membawa damai bagi tanah itu yang telah diobrak-abrik oleh sebuah spiral kekerasan dan kemiskinan, di mana begitu banyak orang tidak memiliki tempat tinggal, kekurangan air, makanan dan kebutuhan dasar hidup. Kembangkanlah keharmonisan sosial di Sudan Selatan, di mana ketegangan sekarang ini telah menyebabkan terlalu banyak korban dan mengancam hidup berdampingan yang damai dalam negara muda itu.

Pangeran Perdamaian, di setiap tempat hindarkanlah segala hati dari kekerasan dan inspirasikan mereka untuk meletakkan senjata dan mengambil jalur dialog. Pandanglah Nigeria, yang dikoyak-koyak oleh serangan terus-menerus yang tidak mengecualikan kaum yang tidak bersalah dan tak berdaya. Berkatilah tanah yang Engkau pilih untuk datang ke dunia, dan berikanlah hasil yang menggembirakan bagi perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina. Sembuhkanlah luka-luka negeri Irak terkasih, yang sekali lagi dilanda oleh tindak kekerasan yang sering terjadi.

Tuhan kehidupan, lindungi semua orang yang dianiaya karena nama-Mu. Berikanlah harapan dan penghiburan bagi mereka yang terlantar dan para pengungsi, terutama di Semenanjung Afrika dan di bagian timur Republik Demokratik Kongo. Kabulkanlah supaya para kaum migran dalam pencarian sebuah kehidupan yang bermartabat dapat menemukan penerimaan dan bantuan. Semoga tragedi-tragedi seperti yang telah kita saksikan pada tahun ini, dengan begitu banyak kematian di Lampedusa, tidak pernah terjadi lagi!

Bayi Betlehem, jamahlah hati semua orang yang terlibat dalam perdagangan manusia, supaya mereka boleh menyadari beratnya kejahatan ini terhadap umat manusia. Pandanglah banyak anak yang diculik, terluka dan terbunuh dalam konflik bersenjata, dan semua anak yang dirampok dari masa kecil mereka dan dipaksa menjadi tentara.

Tuhan langit dan bumi, pandanglah planet kita, yang seringkali dieksploitasi oleh keserakahan dan kerakusan manusia. Tolonglah dan lindungilah semua korban bencana alam, terutama orang-orang Filipina terkasih, yang begitu besar terkena dampak topan baru-baru ini.

Saudara-saudari terkasih, pada hari ini, dalam dunia ini, dalam kemanusiaan ini, lahir Sang Juruselamat yaitu Kristus Tuhan. Mari kita berhenti sejenak di hadapan Bayi Betlehem. Marilah kita jangan takut membiarkan hati kita dijamah. Marilah kita jangan takut hati kita digerakkan. Kita memerlukan ini! Marilah kita membiarkan diri kita dihangatkan oleh kelembutan Allah; kita membutuhkan belaian-Nya. Belaian Allah tidak membahayakan kita. Belaian Allah memberikan kita kedamaian dan kekuatan. Kita membutuhkan belaian-Nya ini. Allah penuh kasih: kepada-Nya pujian dan kemuliaan selama-lamanya! Allah adalah damai: marilah kita mohon kepada-Nya untuk membantu kita menjadi pembawa damai setiap hari, dalam hidup kita, dalam keluarga kita, dalam kota dan bangsa kita, di seluruh dunia. Marilah kita membiarkan diri kita digerakkan oleh kebaikan Allah.

Salam Natal setelah Pesan Urbi et Orbi;
Kepada kalian, saudara-saudari terkasih, yang berkumpul dari seluruh dunia di lapangan ini dan kepada mereka yang berasal dari negara-negara berbeda yang bergabung dengan kita melalui media komunikasi, saya mempersembahkan ucapan Selamat Natal saya yang tulus dan terbaik.

Pada hari ini yang diterangi oleh harapan Injil yang bersemi dari kandang Betlehem sederhana, saya memohonkan hadiah sukacita dan damai Natal kepada semua orang; kepada anak-anak dan orang-orang tua, kepada orang-orang muda dan keluaga-keluarga, kepada kaum miskin dan terpinggirkan. Semoga Yesus, yang lahir untuk kita, menghibur mereka yang dirundung oleh penyakit dan penderitaan; semoga Dia menopang mereka yang membaktikan diri untuk melayani saudara-saudari kita yang paling membutuhkan. Selamat Natal untuk semuanya!.

Diterjemahkan oleh Indonesian Papist dari situs resmi Vatikan.
pax et bonum