Latest News

Showing posts with label Petrus. Show all posts
Showing posts with label Petrus. Show all posts

Wednesday, April 10, 2013

Realita Posisi Uskup Roma pada 6 Abad Pertama � Respon I

St. Vincentius Lerins
Seorang Diakon Ortodoks Rusia Di Luar Rusia (ROCOR) membuat tulisan mengenai Uskup Roma pada 6 abad pertama di mana ia mencoba untuk menunjukkan bahwa Petrus dan Para Paus Roma tidak memiliki otoritas yang unik, tidak memiliki primasi dan tidak pula memiliki infallibilitas. Tetapi, sayang sekali kutipan-kutipan yang diambil sering keluar konteks dan kadang tidak ada hubungannya dengan primasi dan infallibilitas Paus. Kali ini saya akan menuliskan tanggapan untuk kutipan 3 abad pertama dari artikel tersebut yang bisa diakses di page Diakon Ortodoks Rusia Di Luar Rusia tersebut. Tulisan Diakon tersebut dalam warna merah sementara respon saya dalam warna hitam.
Kesetaraan Petrus dengan para Rasul lainnya menjadi dasar bagi iman Gereja Orthodox menolak dogma papacy yang diberlakukan oleh Gereja Roma.

Perlulah diketahui bahwa Petrus selalu dipandang sebagai pemimpin sekaligus pelayan bagi para rasul lainnya. Dalam posisinya sebagai seorang pemimpin, Petrus memiliki sejumlah otoritas tertentu dan unik dalam Gereja.

Para Bapa telah berkali-kali dalam surat mereka menyatakan bahwa posisi Petrus tidak lebih tinggi dari para rasul lainnya sekalipun dia yang pertama kali menerima kuasa mengikat dan melepaskan dari Tuhan kita Yesus Kristus.
Lebih tepatnya Para Bapa Gereja telah berkali-kali bahkan sudah menjadi konsensus bahwa Petrus dan Para Paus memiliki otoritas yang unik yang tidak dimiliki para uskup lain sebab kunci Kerajaan Surga pertama-tama diberikan kepada Petrus.
"Jadi Petrus adalah yang pertama menerima kekuasaan untuk mengikat danmelepaskan, dan ia pulalah yang pertama kali membuat banyak orang menjadiberiman dengan kekuatan khotbahnya. Namun, para Rasul lainnya telah dijadikansetara dengan Petrus dalam persekutuan martabat dan kekuasaan. Mereka jugatelah dikirim ke seluruh dunia, memberitakan Injil. Setelah kuasa ini turun keatas para rasul, para uskup (penilik jemaat) telah menjadi penerus bagi mereka,dan ke seluruh dunia mereka telah mendirikan tahta-tahta para rasul." - St. Isidorus Seville (560 - 636M), De Sirakh (tambahan: kadang juga ditulis "De Ecclesiasticus", II.5, MPL, Vol. 83, Kol 781-782
Perlu dilihat konteks pernyataan tersebut, sebab jika maksudnya sederajat dalam artian berada dalam satu golongan yang dihormati dan berkuasa, itu memang benar. Sebab memang semua uskup (penerus Rasul) itu berada dalam suatu golongan yang dihormati dan berkuasa memimpin di daerahnya masing- masing; dalam hal ini mereka �setara�. Namun kesetaraan ini tidak serta merta menghapus kepemimpinan di kalangan para uskup itu, dan peran ini dilakukan oleh Paus.

Mereka setara dalam yurisdiksi lokal masing-masing yang sepertinya tidak dimengerti oleh Diakon tsb. Petrus memiliki yurisdiksi lokal sendiri, Yakobus dan Para rasul lain juga tetapi mereka tidak memberontak melawan primasi Petrus. Kutipan di atas tidak berkata apa-apa tentang yurisdiksi universal melainkan � bila dibaca lengkap � berbicara perihal imamat. Kita perlu melihat bahwa seorang paus dan uskup pasti memiliki otoritas yang sama dalam hal imamat bagi yurisdiksinya masing-masing, contohnya dalam hal sakramen-sakramen di mana setiap Paus dan Para Uskup lainnya memiliki otoritas yang sama untuk memberikan tujuh sakramen yang sama pula di wilayah gerejawi mereka sendiri. Lihat di bab V buku De Ecclesiasticis Officis halaman 71-72 dan baca kutipan lebih awal dari yang dikutipkan oleh Diakon tersebut:
Pada Perjanjian Baru, bagaimanapun juga, setelah Kristus urutan imamat dimulai dengan Petrus. Karena kepadanya pontifikat Gereja Kristus diberikan pertama kali. Demikianlah Tuhan berkata kepadanya: �Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan gerbang Hades tidak akan menguasainya.�  
Perlu diketahui bahwa St. Isidorus Sevilla (dalam Etymologiae hlm 168 ) juga mengajarkan bahwa Petrus adalah Kepala Para Rasul:
He was called Cephas because he was established was the head (caput) of the apostles, for safhk[ie. cephas] in Greek means 'head,' and Cephas is the Syrian name for Peter.
Dan dalam Patrologia Latin, St. Isidorus menulis:
�Keputusan Pontiff Roma, berdiri di atas supremasi Tahta Apostolik, adalah tidak dipertanyakan.� (ante A.D. 636) in PL:84
Dan dalam Ep. Ad Claud. Ducem, St. Isidorus menyatakan:
�Kami tahu siapa yang bertanggungjawab dalam Gereja Kristus kepada keberlanjutan yang kita akui dengan hormat dan rendah hati dan dengan devosi lebih terutama untuk memberikan ketaataan dalam segala hal kepada Pontiff Roma sebagai Vikar Allah. Barangsiapa yang dengan bangga menolak prinsip ini, kami putuskan, sama sekali berada di luar persekutuan umat beriman sebagai heretik (sesat).� (Isidore, Ep. ad Claud. ducem)
Diakon Ortodoks Rusia Di Luar Rusia tersebut lalu melanjutkan:
Demikian pula Gereja mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada satu pun rasul, penggantinya atau pribadi manapun baik di surga maupun di bumi kecuali Allah sendiri yang kebal salah (Infalibil) dalam pengajaran.
Well, benih-benih infallibilitas Paus telah ada sejak abad-abad pertama Gereja berdiri dan para Bapa Gereja mendukungnya.
"Mengapa Rasul Paulus mengatakan "Sekalipunkami"? (Gal 1 : 8) mengapa tidak mengatakan "meskipun aku"? Dia menyatakan bahwa, "Sekalipun itu Petrus, meskipun Andreas, meskipun Yohanes, meskipun itu adalah seluruh rasul, mereka dinyatakan salah dalam pengajaran mereka jika memberitakan kepadamu Pengajaran lain daripada yang kami telah berikan kepadamu, dan maka terkutuklah dia." Dia tidak berkata,"Jika ada orang yang menyampaikan pengajaran lain kepadamu maka terimalah dia, biarkan dia diberkati dan dipuji, sambutlah orang itu,"sekali-kali tidak, tetapi "terkutuklah dia," laknat dia yaitu pisahkan hingga jadi terpisah, kucilkan, jangan sampai penyakit menular yang mengerikan dari domba yang satu mencemari kawanan Kristus dengan percampuran beracun dari mereka... Jika ada orang yang mengkhotbahkan doktrin apapun yang baru,terkutuklah dia." - St. Vinsensius Lerins, Commonitory 22
Marduk, seorang Katolik Koptik eks-Ortodoks, memberikan tanggapan atas kutipan ini kepada orang yang menggunakannya untuk menyerang Katolik:
Kutipan yang indah saudara. Tetapi tidak menyanggah posisi Katolik karena kutipan tidak lebih dan tidak kurang dari posisi Gereja Katolik. Dalam keadaan normatif, SEMUA uskup adalah wakil Kristus dan adalah gembala yang sejati bagi kawanannya. Inilah yang St. Paulus (St. Vinsensius Lerins dengan tafsirkan) sedang katakan. Apakah St. Paulus akan menyampaikan isu mengenai apa yang harus dilakukan ketika ada konflik di Gereja atau ketika ia merasa membutuhkan peneguhan akan imannya? Faktanya, ia melakukannya. Dalam contoh berikut, Paulus mengunjungi Petrus, bukan karena dia tidak mengetahui, tetapi untuk memastikan, sebagaimana Kitab Suci katakan, bahwa ia tidak berjalan sia-sia � yaitu untuk meneguhkan pengetahuan ilahi yang baru saja ia miliki. Dan contoh sebelumnya, kita melihat ia mengajukan banding ke otoritas yang lebih tinggi dari dirinya sendiri � konsili Yerusalem di mana suara seseorang (yaitu Petrus) memberikan keputusan otoritatif dengan konsensus semuanya.
Commonitorium St. Vinsensius Lerins pernah dibahas panjang lebar di Called to Communion dan ternyata bisa dilihat bahwa dalam Commonitorium ini juga  St. Vinsensius Lerins pun mendukung primasi Paus Roma termasuk dalam hal memutuskan ajaran iman. Ini adalah kasus di mana Gereja-gereja Afrika pada saat itu jatuh pada ajaran baru (novelty) yang tidak sesuai Tradisi Apostolik untuk membaptis ulang kaum sesat yang dulu sudah pernah dibaptis dengan valid secara Katolik. Firmillian Uskup Caesarea dan St. Siprianus Uskup Kartago sekali waktu pernah jatuh pada ajaran ini dan menentang Paus St. Stefanus. Dalam hal ini, St. Vinsensius Lerins membela St. Stefanus, menegaskan kebenaran ajaran Paus St. Stefanus terhadap Agripinnus, St. Firmillian dan St. Siprianus. St. Siprianus di kemudian waktu berdamai dengan Paus St. Stefanus.
�... kami akan mengambil satu [contoh], dan yang - dalam preferensi untuk orang lain - berasal dari Tahta Apostolik, sehingga dapat menjadi lebih jelas dari siang kepada setiap orang bahwa denganbetapa energi yang besar, dengan betapa penuh semangat, dengan betapa kesungguhan yang besar, penerus terberkati (Para Paus) dari rasul yang terberkati (yaitu Petrus) telah terus-menerus membela integritas agama yang mereka telah pernah mereka terima.� (Commonitorium 15)

Sekali waktu, Agripinnus, Uskup Kartago (ia adalah pendahulu St. Siprianus di Kartago), mengajarkan ajaran � dia adalah yang pertama mengajarkan ajaran tersebut � bahwa Pembaptisan [terhadap yang sesat] haruslah diulang, bertentangan dengan kanon ilahi, bertentangan dengan aturan Gereja universal, bertentangan dengan kebiasaan dan penetapan dari leluhur kita. Inovasi ini menarik sejumlah kejahatan, yang tidak hanya memberikan contoh sakrilegi kepada segala macam heretik, tetapi juga membuktikan kesalahan kepada umat Katolik tertentu.
Ketika kemudian orang-orang protes melawan hal yang baru [yang diajarkan oleh Agripinnus) dan imamat di mana-mana, masing-masing dengan penuh semangat, - melawannya. Paus Stefanus yang terberkati, Prelatur Tahta Apostolik, dalam hubungannya dengan rekan-rekannya tetapi dialah yang terutama, melawan hal baru tersebut, berpikir perlawanan tersebut benar; saya (St. Vinsensius Lerins) tidak ragu bahwa dia melampaui semua yang lain dalam otoritas tahtanya, sehingga ia juga berada dalam pengabdian akan imannya. Dalam sebuah surat yang dikirim pada saat itu ke Afrika, Paus St. Stefanus menuliskan aturan ini: Hendaknya tidak ada inovasi � tidak ada inovasi tetapi apa telah diteruskan. Karena orang suci dan bijaksana tahu dengan baik bahwa kesalehan sejati mengakui tidak ada aturan lain daripada segala sesuatu yang telah diterima dengan setia dari para bapa kita yang sama dengan yang kita teruskan kepada anak-anak kita dengan setia; dan inilah tugas kita, bukan untuk memimpin agama berdasarkan apa yang kita kehendaki tetapi untuk mengikuti ke mana agama tersebut menuntun. Adalah bagian dari Christian modesty and gravity untuk tidak meneruskan keyakinan atau penemuan kita sendiri kepada mereka yang datang setelah kita tetapi untuk menjaga dan memelihara apa yang kita terima dari mereka yang telah pergi sebelum kita.(Commonitorium 16)
St. Vinsensius Lerins dengan jelas di atas mengajarkan bahwa Paus Roma memiliki otoritas gerejawi melampaui semua uskup lainnya, bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Diakon Ortodoks Rusia Di Luar Rusia  tersebut.

Masih dalam Commonitorium, St. Vinsensius Lerins menunjukkan primasi otoritatif Paus Roma. Berbicara mengenai otoritas yang berkumpul dalam Konsili Efesus, St. Vinsensius Lerins menyatakan:
�And lest Greece or the East should seem to stand alone, to prove that the Western and Latin world also have always held the same belief, there were read in the Council certain Epistles of St. Felix, martyr, and St. Julius, both bishops of Rome. And that not only the Head, but the other parts, of the world also might bear witness to the judgment of the council, there was added from the South the most blessed Cyprian, bishop of Carthage and martyr, and from the North St. Ambrose, bishop of Milan.� (Commonitorium 79)
Perhatikan di sini bahwa St. Vinsensius Lerins menyatakan bahwa Paus St. Feliks I (269-274) dan Paus St. Julius I (337-352) adalah �the Head� � �Kepala� kepada para uskup dari Timur, Afrika dan Italia Utara.

Masih sekali lagi dalam Commonitorium, St. Vinsensius Lerins merujuk kepada otoritas Paus Roma untuk menolak novelty (ajaran baru). Kali ini ia menjelaskan Paus St. Sikstus III dan Paus St. Selestinus.
The foregoing would be enough and very much more than enough, to crush and annihilate every profane novelty. But yet that nothing might be wanting to such completeness of proof, we added, at the close, the twofold authority of the Apostolic See, first, that of holy Pope Sixtus, the venerable prelate who now adorns the Roman Church; and secondly that of his predecessor, Pope Celestine of blessed memory, which same we think it necessary to insert here also. (Commonitorium 84)
Pada Commonitorium 84, St. Vinsensius Lerins menjelaskan pernyataan otoritatif Paus St. Sikstus III terhadap Uskup Antiokia mengenai perkara ajaran sesat Nestorianisme. Sementara pada Commonitorium 85, St. Vinsensius Lerins menjelaskan  Paus St. Selestinus menuliskan keputusan otoritatif atas error dari para imam di wilayah Gaul, Prancis.  Tampaknya Sang Diakon harus membaca keseluruhan tulisan St. Vinsensius Lerins sebelum asal mengutipnya untuk menyerang primasi Paus Roma termasuk juga mempelajari lagi infallibilitas Paus dengan benar.
Ini adalah beberapa realita posisi Paus Roma pada abad ke-dua hingga abad ke-enam, yaitu tidaklah memiliki superioritas dan pula dapat melakukan kesalahan.
Kutipan-kutipannya memang real, tetapi pemaknaannya adalah imajinasi Sang Diakon dan tampak sekali ketidaktahuannya mengenai infallibilitas Paus.
Realita Posisi Paus Roma pada abad ke dua
Kita belajar dari abad ke-2, ketika Paus Victor menyatakan ekskomunikasi bagi Gereja-gereja di Asia yang merayakan Paskah pada tanggal yang berbeda dari apa yang sudah ditetapkan: "Namun, ini tidak menyenangkan semua uskup ... kata-kata mereka yang dengan sangat tajam menegur Victor. Di antaranya adalah Irenaeus, yang,mengirim surat atas nama saudara-saudara di Gaul yang dia pimpin, ... pantas memberi peringatan bagi Victor bahwa ia tidak harus memecah-belah seluruh Gereja Tuhan yang mengikuti suatu tradisi lebih awal... Jadi Irenaeus, yang benar-benar bernama baik, menjadi pembawa damai dalam hal ini, mendesak dan bernegosiasi dengan cara ini atas nama perdamaian gereja. Dan dia yang telahmemberikan surat ini menjadi pertentangan tidak hanya bagi Victor, tetapi juga bagi sebagian besar otoritas Gereja lainnya. "
Sumber : Eusebius, Church History,Bk. 5, Ch.24
Mengenai kutipan ini, saya tampilkan pembanding dari situs Early Christian Writings yang mencantumkan juga tulisan Yunani dari kutipan tersebut. Sedikit koreksi, hendaknya Sang Diakon berhati-hati menerjemahkan sebab Paus St. Viktor, dalam kasus ini, tidak memecah belah, tetapi mengekskomunikasi Gereja-gereja yang tidak mengikuti penetapan Paskah yang ia buat. Dan kalimat �Dan dia yang telah hmemberikan surat ini menjadi pertentangan tidak hanya bagi Victor, tetapi juga bagi sebagian besar otoritas Gereja lainnya. " adalah bias. Tepatnya, St. Ireneus mengirimkan surat yang berbicara tentang permasalahan yang diperdebatkan ini kepada Paus St. Viktor dan otoritas Gereja lainnya. Maknanya berbeda, kalimat pertama menunjukkan bahwa surat itu yang menjadi pertentangan, sementara yang kedua menjelaskan bahwa surat itu berbicara mengenai hal yang diperdebatkan. Lalu "Namun, ini tidak menyenangkan semua uskup ... kata-kata mereka yang dengan sangat tajam menegur Victor.� sayang sekali tidak diterjemahkan lengkap. �But this did not please all the bishops. And they besought him to consider the things of peace, and of neighborly unity and love. Words of theirs are extant, sharply rebuking Victor.�

Perlu diketahui sekali lagi bahwa tulisan ini has nothing to do, tidak ada kaitannya, dengan Infallibilitas Paus atau pun primasi Paus. Kasus ini adalah kasus praksis liturgi sementara Infallibilitas Paus berbicara mengenai ajaran iman dan moral. Sang Diakon ROCOR harus melakukan eksplorasi lebih jauh mengenai maksud dari Infallibiltas Paus supaya tidak salah menduga.

Apa yang dilakukan oleh St. Ireneus adalah menampilkan bukti menguatkan perayaan Paskah sebagian besar Gereja Timur kepada Paus St. Viktor  dan menegur Paus St. Viktor I untuk tidak mengekskomunikasi Gereja-gereja tersebut. Melihat hal ini, sebenarnya kita bisa mengetahui bahwa St. Ireneus menyadari bahwa St. Viktor I memiliki hak untuk mengekskomunikasi Gereja-gereja lain. Dan melihat bahwa para uskup berusaha meminta Paus St. Viktor untuk mempertimbangkan keputusan ini, kita melihat bahwa mereka tidak mempertanyakan otoritas St. Viktor I.

Apakah St. Ireneus menolak primasi dan otoritas Paus? Faktanya TIDAK. St. Ireneus menuliskan:
�Karena � adalah terlalu panjang untuk dibahas di buku ini, untuk menuliskan suksesi dari semua Gereja- gereja, kami menyalahkan mereka semua yang, dengan cara apapun, entah karena kesenangan diri sendiri yang jahat, karena mencari kemuliaan diri sendiri, atau karena ketidaktahuan dan pendapat yang keliru, bergabung dengan pertemuan- pertemuan yang tidak sah(maksudnya komunitas di luar Katolik); [aku melakukan ini] dengan menunjukkan bahwa tradisi diperoleh dari para rasul, dari Gereja yang sangat besar, sangat tua, sangat luas dikenal sebagai Gereja yang didirikan dan dipimpin di Roma oleh kedua Rasul yang mulia, Petrus dan Paulus; sebagai iman yang dikhotbahkan kepada manusia, yang sampai kepada jaman kita oleh karena suksesi para uskup. Sebab adalah suatu kepastian bahwa setiap Gereja harus setuju dengan Gereja ini [Gereja Roma], oleh karena otoritasnya yang utama (pre-eminent authority), yaitu atas semua umat beriman di manapun berada, sepanjang tradisi apostolik telah dipertahankan oleh mereka [para uskup] yang ada di mana- mana.�
Kutipan ini dapat ditemukan dalam Adversus Haereses Buku III, Chapter III (silahkan klik). Melihat hal ini, dapat dikatakan bahwa St. Ireneus tidak menolak primasi dan otoritas Paus Roma malah menyatakan bahwa Gereja lain harus setuju dengan Gereja Roma dan Gereja memiliki preeminent authority
Realita Posisi Paus Roma pada abad ke tiga

Kembali kita belajar pada abad ke-3 bahwa seorang Paus Roma dapat menjadi seorang yang skismatik dan terekskomunikasi dari Gereja Kristus, yaitu ketika Paus Stephen memutuskan bahwa para bidah tidak bisa dibaptis sekalipun mereka beralih keyakinan dalam Gereja yang benar, dan para uskup di Afrika (yang dipimpin oleh St Siprianus) dan di tempat lain menolak keputusan ini, karena bagi mereka hanya ada satu baptisan-satu Gereja -, Paus Stephen menyatakan mereka yang menentang dikucilkan. Namun St. Firmillian Kaisarea dari Cappodocia menulis tentang ini untuk St Siprianus dari Kartago dan para uskup di Afrika:

"Kami (para uskup dari Asia) menerima hal-hal yang telah Anda tulis seolah-olah milik kami sendiri."namun disisi lain, mereka yang berada di Roma tidak mengamati hal-hal dalam semua kasus yang diteladankan sejak awal, dan dalam kesia-siaan berpura-pura memakai otoritas para rasul." "Tapi kami mengikuti Tradisi yang benar, dan menentang Tradisi Gereja Roma, kami mengikuti Tradisi yang benar, memegang dari awal apa yang telah disampaikan oleh Kristus dan para rasul."

Dia kemudian melanjutkan untuk komentarnya yang sangat anti dengan gaya Kepausan Stephen yang memutuskan untuk mengucilkan mereka yang tidak setuju dengannya.

"Tidakkah Stephen merasa malu untuk memberikan patronase sedemikian(yaitu bidah dan penentang Tuhan) bertentangan dengan Gereja, dan demi mengurus para bidat malah memecah-belah persaudaraan dan di samping itu, untuk memanggil Siprianus 'Kristus palsu, rasul palsu, dan pekerja curang.' Dan dia, sadar bahwa semua karakter ini dalam dirinya, telah menganggap palsu keberatan dengan hal-hal lain yang ia sendiri harusnya patut mendengarkannya. "

St Firmillian melanjutkan tulisannya mengenai Paus Stephen:

"Pertimbangkan dengan apa yang ingin anda hakimi (Stephen), anda berani menyalahkan mereka yang berusaha untuk jujur melawan kepalsuan. Seharusnya anda lebih adil untuk menjadi marah terhadap yang lain?-Apakah dia yang mendukung musuh-musuh Allah, ataukah dia yang bertentangan dengan orang yang mendukung musuh-musuh Allah, bersatu dengan kami atas nama kebenaran Gereja? ... Anda telah membangkitkan percekcokan dan perselisihan di seluruh Gereja di dunia ini! Selain itu, betapa besar dosa yang telah anda tumpuk untuk diri anda sendiri, ketika Anda memecah-belah dari begitu banyak domba! Anda sendirilah yang telah memecah belahnya. Janganlah menipu diri anda sendiri, karena sebenarnya dialah skismatik yang telah membuat dirinya sendiri murtad dari persekutuan kesatuan gerejawi. Untuk sementara Anda berpikir bahwa semua bisa dikucilkan (ekskomunikasi) oleh Anda, Anda telah dikucilkan diri anda sendiri melalui semua, dan bahkan bukankah ajaran rasul yang telah membentuk Anda untuk aturan kebenaran dan perdamaian, meskipun ia memperingatkan, dan berkata,

"Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh,sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua." (Ef 4: 1 - 6)

Gereja kemudian menyetujui tindakan St Siprianus dan St Firmillian (dapat kitalihat kanon 1 dari St. Basil Kaisarea, kanon 1 dari Carthage, kanon 2 dari Konsili Ekumenis Keenam, kanon 1 dari Konsili Ekumenis Ketujuh).

Sumber :
 Firmilian, Bishop of C�sarea in Cappadocia, to Cyprian, Against the Letter of Stephen.  a.d. 256. (http://www.ccel.org/ccel/schaff/anf05.iv.iv.lxxiv.html)
Berdasarkan kutipan St. Vinsensius Lerins sebelumnya, sebenarnya Agripinnus bersama Firmilian dari Caesarea dan St. Siprianus berada dalam posisi yang keliru mengenai pembaptisan ulang atau rebaptism. Kasus ini berawal dari posisi St. Stefanus yang menyatakan bahwa ada baptisan heretik atau skismatik (dalam hal ini baptisan kelompok skismatik Novatian) yang valid sehingga ketika mereka bersatu lagi ke dalam Gereja, mereka tidak perlu dibaptis ulang. Kelompok Novatian membaptis dalam Nama Bapa, Putera dan Roh Kudus dan menggunakan materia air sebagaimana yang dilakukan oleh Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks. Sementara posisi Agripinnus yang diadopsi oleh Firmilian dan St. Siprianus menyatakan bahwa SEMUA heretik dan skismatik harus dibaptis ulang agar bisa masuk ke dalam Gereja. Adalah kebiasaan di sejumlah Gereja non-barat untuk membaptis ulang kaum heretik dan ada pula Gereja non-barat yang tidak membaptis ulang heretik. Sementara di Gereja Barat, membaptis ulang heretik yang baptisannya valid dipandang sebagai hal yang menyimpang.

Tampaknya Sang Diakon juga harus menganalisis kondisi Gereja-gereja di Timur yang kerapkali mendapatkan serangan bidaah terhadap ajaran Trinitas di mana kaum heretik tersebut tidak mempercayai Trinitas dan tidak dibaptis dalam forma dan materia yang benar sehingga mereka perlu dibaptis ulang. Telah menjadi tradisi di Kapadokia (termasuk di Caesarea) untuk membaptis ulang kaum montanist, sebuah bidaah terhadap Trinitas. Hal ini berbeda dengan kondisi Gereja Barat yang jarang mendapatkan serangan bidaah terhadap Trinitas. Tampaknya Firmilian dan St. Siprianus terlalu men-stretch up tradisi di wilayahnya agar dipandang sebagai kebiasaan universal.

However, posisi Agripinnus, Firmilian dan St. Siprianus keliru mengenai pembaptisan ulang seluruh kaum heretik ini karena ada baptisan dari kaum heretik atau skismatik yang valid selama dalam forma dan materia yang benar. Beberapa waktu kemudian; St. Siprianus, St. Agustinus, St. Hieronimus dan St. Vinsensius Lerins satu suara dengan Paus St. Stefanus dan memuji keteguhannya. St. Siprianus sendiri pada akhirnya berada dalam persatuan dengan Paus Roma. St. Agustinus dari Hippo menjelaskan bahwa pada akhirnya St. Siprianus percaya pada pengajaran Paus St. Stefanus meski sebelumnya menentang ia.
Seek counsel from the blessed Cyprian himself. See how much he considered to depend upon the blessing of unity, from which he did not sever himself to avoid the communion of those who disagreed with him; how, though he considered that those who were baptized outside the communion of the Church had no true baptism, he was yet willing to believe that, by simple admission into the Church, they might, merely in virtue of the bond of unity, be admitted to a share in pardon. For thus he solved the question which he proposed to himself in writing as follows to Jubaianus: "But some will say, 'What then will become of those who, in times past, coming to the Church from heresy, were admitted without baptism?' The Lord is able of His mercy to grant pardon, and not to sever from the gifts of His Church those who, being out of simplicity admitted to the Church, have in the Church fallen asleep." (Augustine, On Baptism, II.18)
Sementara itu, tidaklah jelas bagaimana posisi Firmilian selanjutnya setelah Paus St. Stefanus mengekskomunikasinya. Penerus Paus St. Stefanus sendiri mengambil kebijakan yang lebih lembut terhadap Firmilian.

Kutipan-kutipan Firmilian di atas sebenarnya tidak dapat digunakan acuan untuk menolak primasi dan infallibilitas Paus sebab ia berada dalam posisi yang keliru. Menggunakannya pernyataan Firmilian sama saja dengan menggunakan pernyataan kelompok Arian (kelompok sesat yang menolak keilahian Kristus) untuk menolak primasi dan infallibilitas Paus. Perlu dicatat saya tidak memandang Firmilian heretik tetapi yang ditekankan di sini adalah tidaklah tepat menggunakan pernyataan seseorang yang berada dalam posisi yang salah untuk menolak primasi dan infallibilitas Paus.

Sang Diakon menjelaskan bahwa St. Basilius Agung menyetujui tindakan St. Siprianus dan Firmilian tetapi apakah Sang Diakon sudah menganalisis apa yang sebenarnya disetujui oleh St. Basilius mengenai pandangan St. Siprianus dan Firmilian?
As for the baptism of schismatics, on the other hand, it appeared to the Synod of Cyprian and of my own Firmilian that it too ought to be disregarded and rejected, seeing that the schismatics�the Novatians, I mean, the Encratites, the Sarcophores, the Aquarians, and others�have separated in principle form the Church, and after separating have not had the grace of the Holy Spirit in them any longer, as the impartation of it has ceased; hence as having become laymen they have had neither the spiritual gift nor the authority to baptize or to ordain, and consequently those who are baptized by them, as being baptized by laymen, have been ordered to be baptized with the true Baptism of the Catholic Church. � St. Basil
St. Basil menjelaskan bahwa St. Siprianus dan Firmilian mengajarkan baptisan semua heretik dan skismatik itu tidak valid. St. Basil juga menjelaskan bahwa St. Siprianus dan Firmilian mengajarkan bahwa skismatik berada di luar Gereja. Tetapi St. Basil mengajarkan hal yang berbeda dari St. Siprianus dan Firmilian mengenai skismatik. Hal ini bisa ditemukan dalam kanon 1 St. Basilius
�So it seemed good to the ancient authorities to reject the baptism of heretics altogether, but to admit that of schismatics, on the ground that they still belonged to the Church.� 
Dari sini kita lihat bahwa St. Basilius berbeda dari St. Siprianus dan Firmilian mengenai kelompok skismatik. St. Siprianus dan Firmilian mengajarkan bahwa skismatik terpisah dari Gereja sementara St. Basilius menyatakan kelompok skismatik tetap berada dalam Gereja.

Sementara itu Konsili Nicea 325 M dan Konsili Kartago Empat 419 M selaras dengan Paus St. Stefanus dan namun bertentangan dengan  St. Siprianus dan Firmilian. Konsili Nicea 325 M kanon 8 menyatakan bahwa kelompok skismatik Cathari yang hendak menjadi Katolik tidak perlu dibaptis tetapi cukup dengan penumpangan tangan. Sementara Konsili Kartago Empat 419 M kanon 55 menyatakan bahwa bayi-bayi yang dibaptis oleh kelompok Donatist tidak perlu dibaptis lagi bila ingin menjadi Katolik. Ini berarti bahwa St. Siprianus dan Firmilian keliru mengenai seorang skismatik harus dibaptis ulang untuk masuk ke dalam Gereja sementara Paus St. Stefanus memiliki posisi yang tepat.

Konsili ekumenis ke-6 yang dimaksud Sang Diakon adalah Konsili Trullo (Ortodoks memandangnya ekumenis, sementara Gereja Katolik tidak) tetapi apa yang diterima oleh konsili ini adalah kanon St. Siprianus hanya memiliki efek atau pengaruh di wilayahnya sendiri bukan terhadap seluruh Gereja Katolik. Di samping itu, saya masih belum menemukan kanon yang dimaksud oleh Diakon ROCOR tersebut dalam Konsili Nicaea II yang adalah konsili ekumenis ke-7 yang diakui baik oleh Katolik maupun Ortodoks.

Pax et Bonum

Monday, April 2, 2012

Yudas, Petrus dan Kerahiman Allah

Ikon Pengkhianatan Yudas

Para Penulis Injil mengemukakan dua kejadian. Pengkhianatan Yudas dihadapkan pada penyangkalan Petrus dan penyesalan Petrus dihadapkan pada kematian Yudas yang sangat tragis.

Kita ditempatkan dalam suatu keadaan yang amat prihatin: Yesus dikuasai sepenuhnya oleh musuh-musuh-Nya, dikhianati oleh seorang murid, ditinggalkan teman-teman-Nya dan disangkal secara tegas oleh seorang dari mereka. Dari pihak Petrus sendiri, keadaan ini pun sangat prihatin. Cintakasihnya, kesetiaannya, keyakinannya akan kemampuan pribadi dan keberaniannya ternyata tidak cukup. Ia ternyata tidak mampu menghadapi bahaya. Apa yang terjadi di sini tidak merupakan kejadian yang berdiri sendiri. Sampai akhir zaman, Kristus selalu akan dikhianati dan disangkal. Tidak ada sebab untuk menghina Petrus yang berdosa karena lemah. Kejadian ini harus merupakan peringatan untuk tidak jatuh dalam kesalahan yang sama karena keteledoran, karena keyakinan yang berlebihan akan kekuatan pribadi dan karena kurangnya pengharapan. 


Duccio di Buoninsegna, 13th century: Peter Denying Christ
Injil mengajarkan juga bahwa untuk setiap dosa selalu ada pengampunan. Tuhan berpaling memandang Petrus. Teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: �Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga menyangkal Aku.� Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedih. Luk 22:61-62

Peristiwa ini mungkin terjadi ketika para pengawal membawa Yesus dari ruang sidang ke ruang lain di mana Ia dihina dan didera, atau sebaliknya. Bagaimanapun juga, pandangan Kristus, pandangan mata yang tidak terlupakan itu, bertemu sebentar dengan pandangan Petrus, yang berdiri di dekat situ. Wajah-Nya penuh dengan babak belur. Pandangan Yesus menyatakan cintakasih tetapi juga teguran. Petrus menyadarkan diri lagi. Hatinya remuk redam. Cintanya kepada Yesus mencurahkan air mata penyesalan. Hubungan yang telah putus diperbaiki lagi dan sekali waktu juga Petrus akan mengikuti Yesus di jalan salib-Nya.

Nasib Yudas sangat menyedihkan. Kata-kata Yesus yang disampaikan kepadanya, tidak menghasilkan sesuatu di dalam jiwanya; semua perkataan itu kembali tidak berbekas dalam jiwa Yudas karena terbentur pada sikap Yudas yang keras. Kelegaan terhadap keberhasilan pengkhianatannya berlangsung tidak lama. Demikian juga kegembiraan atas uang yang diterimanya. Sekarang ia melihat sendiri akibat perbuatannya: Yesus dihukum mati karena dia. Ia menyesal dan mengembalikan uang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan kaum tua-tua, dan berkata: �Aku telah berdosa karena menyerahkan orang yang tidak bersalah.� Tetapi mereka menjawab: �Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri.� Lalu ia melemparkan uang itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantungkan diri. Mat 27:3-5

Ia menyesal tetapi penyesalannya tidak membawa hasil. Ia tidak mau lagi memegang kepingan uang; daya tariknya sudah hilang. Pada imam-imam besar ia tidak mendapat bantuan. Jalan ke Tuhan tidak diketemukannya lagi. Ia telah putuskan hubungan dengan Yesus dan menduga bahwa suatu perbaikan sudah tidak mungkin lagi. Ia hanya melihat satu jalan ke luar, ialah mengakhiri kehidupannya. Ia telah mengkhianati darah yang tidak bersalah dan ia tidak mengerti bahwa untuk kesalahannya itu pun masih ada kemungkinan pengampunan. Sukar bagi kita untuk mendalami misteri kejahatan ini. kita tidak boleh memisah-misahkan ketidakpercayaan Yudas dan pengkhianatannya. Pengkhianatan adalah konsekuensi dari ketidakpercayaan.

Pater H. Embuiru SVD dalam karyanya �Aku Percaya� hlm. 89-90

Tambahan dari Indonesian Papist:
Kisah Yudas dan Petrus adalah gambaran dari dua orang pendosa yang memilih dua pilihan yang berbeda. Petrus dan Yudas sama-sama menyesal akan perbuatan dosanya namun demikian keduanya berbeda dalam kepercayaan akan kerahiman Yesus Kristus. Petrus percaya akan kerahiman Kristus dan ia, sembari menyesal, menyadari bahwa hubungan dengan Allah masih bisa diperbaiki. Ia sadar dan percaya bahwa setiap dosa bisa diampuni. Saya yakin Petrus masih ingat akan ajaran Yesus Kristus bahwa hanya dosa menghujat Roh Kudus (yaitu menolak untuk bertobat) yang tidak diampuni. Yesus berkata: Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal. (Mrk 3:27-28). Apa yang dialami Petrus di hari-harinya kemudian menunjukkan bahwa ia sungguh bertobat, mengambil jalan salib Kristus hingga menjadi martir di Roma pada tahun 67 setelah menjadi uskup selama 27 tahun di sana.

Berbeda dengan Petrus, Yudas meragukan kerahiman Allah. Ia merasa hubungan yang terputus antara ia dengan Allah sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Keputusannya untuk mengakhiri hidup menunjukkan penyesalannya yang tidak sempurna.

Dalam konteks pertobatan, menjadi Petrus atau Yudas adalah dua pilihan yang harus kita pilih sebagai seorang Katolik. Tentu, dalam kelemahan kita sebagai manusia, kita dapat jatuh kembali ke dalam dosa. Tetapi mereka yang percaya pada kerahiman Allah, tentu juga percaya bahwa Allah akan mengampuninya. Meragukan kerahiman Allah adalah sesuatu yang menyakiti hati Allah.

Namun, pertanyaan selanjutnya, Apakah percaya bahwa Allah maharahim adalah cukup untuk memperbaiki hubungan yang putus antara Allah dan manusia sebagai akibat dosa manusia? Ajaran Katolik selalu menolak doktrin �hanya iman� (sola fide). Iman tanpa perbuatan adalah mati. Tentang hal ini, akan saya kaitkan dengan Sakramen Tobat.

Setelah kebangkitan-Nya, Kristus menganugerahi kuasa mengampuni dosa kepada Para Rasul. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: �Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada." (Yoh 20:22-23) Melalui suksesi apostolik dan tahbisan imamat, kuasa ini diteruskan hingga sekarang kepada Para Paus, Uskup dan Imam. Pengampunan dosa oleh Allah melalui para tertahbis inilah yang kita terima dalam Sakramen Tobat atau dikenal juga dengan sebutan Sakramen Pengakuan Dosa atau Sakramen Rekonsiliasi.

Iman tanpa perbuatan adalah mati, sekalipun kita meyakini kerahiman Allah tetapi bila kita tidak datang pada-Nya dalam Sakramen Tobat, maka keyakinan kita adalah mati. Perbuatan datang kepada imam dan meminta sakramen tobat adalah perbuatan yang menghidupkan iman akan kerahiman Allah. Sakramen Tobat, di samping Sakramen Ekaristi, adalah sakramen yang menunjukkan kerahiman Allah yang begitu besar. Dalam Sakramen Tobat, kita bisa melihat bahwa Allah tidak bosan-bosannya mengampuni kita sekalipun kita sering jatuh kembali dalam dosa yang sama. Tentu hal ini tidak membuat kita bisa seenaknya berpikir �Mari kita berdosa lagi, toh Allah akan mengampuni kita dalam Sakramen Tobat.� Pemikiran seperti itu justru melecehkan Sakramen Tobat.

Bila kita meyakini Allah maharahim, mengapa enggan menemui Ia dalam Sakramen Tobat? Saat kita menolak menerima Sakramen Tobat, pada saat itu pula kita telah menolak undangan Kristus untuk bertemu dengan-Nya dan pada saat itu pula kita telah menolak menerima rahmat pengampunan dari-Nya di kamar pengakuan. Bila kita mengabaikan Sakramen Tobat, bukankah kita berarti telah mengabaikan kerahiman Allah? Jangan merasa diri tidak pantas menerima sakramen Tobat karena merasa pesimis atau karena menganggap �buat apa mengaku dosa bila nanti berdosa lagi?�. Seperti yang sudah dikatakan di atas, sikap seperti ini meragukan kerahiman Allah dan hal ini menyakiti hati Allah. Iman akan kerahiman Allah tidak akan pernah hidup tanpa perbuatan menerima Sakramen Tobat.

Pilihan ada di tangan kita. Apakah kita hendak menjadi Petrus yang berdosa lalu bertobat karena iman akan kerahiman Allah? Ataukah kita hendak menjadi Yudas yang pesimis, yang meragukan kerahiman Allah, yang menolak bertobat?

Ditulis oleh Indonesian Papist untuk menekan pentingnya Sakramen Tobat. Pax et bonum

Thursday, March 1, 2012

Formula Paus Santo Hormisdas


Pope St. Hormisdas (sumber: flickr.com)
Pengakuan dan penerimaan akan Tome (Buku) Paus St. Leo Agung pada Konsili Kalsedon tahun 451 M tidak serta merta mengakhiri pengaruh bidaah Eutychianisme dan Monofisitisme. Pada tahun 484, Patriark Konstantinopel bernama Acacius diekskomunikasi oleh Paus St. Feliks III karena mendukung Henotikon karya Kaisar Bizantium bernama Zeno. Henotikon adalah hukum yang dibuat dan disusun oleh Kaisar Zeno untuk merekonsiliasikan Katolik dengan kaum Monofisit. Henoticon ini sama sekali tidak berhasil memenuhi tujuannya, cenderung sesat dan akhirnya menyebabkan skisma timur oleh Konstantinopel yang lebih dikenal dengan nama Skisma Acacian. Konstantinopel meninggalkan persatuannya dengan Gereja Katolik.

Skisma ini berlangsung selama beberapa tahun hingga akhirnya dipulihkan dalam masa Paus St. Hormisdas (20 Juli 514- 6 Agustus 523) melalui Formula St. Hormisdas yang ditetapkan pada tahun 519 M di Konstantinopel. Dalam dokumen ini, ia menegaskan mengenai penerimaan penuh para uskup terhadap teologi dogmatis dalam Tome Paus St. Leo Agung. Dia juga menegaskan mengenai pengakuan akan Tahta St. Petrus di Roma sebagai tempat di mana �perlindungan yang menyeluruh, benar dan sempurna dari agama Kristen berada.� Formula ini secara resmi ditandatangani Kaisar Romawi Timur, Patriark Konstantinopel (yang memberi sebuah komentar tetapi tidak menolak formula itu sendiri) dan 250 uskup timur. Berdasarkan formula ini juga, keutamaan Paus Roma tidaklah berdasarkan pada situasi dan kondisi politik (faktanya, Kekaisaran Romawi Barat telah berakhir lebih dari 40 tahun sebelum formula ini) tetapi berdasarkan pada janji Kristus kepada St. Petrus. �Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.� (Mat 16:18)

Berikut ini terjemahan Formula St. Hormisdas:
Syarat pertama keselamatan adalah menjaga norma dari iman yang benar dan tidak ada jalan untuk menyimpang dari ajaran yang ditetapkan oleh para Bapa (Bapa Gereja, red).

Karena adalah tidak mungkin bahwa kata-kata dari Tuhan kita Yesus Kristus yang berkata, �Engkau adalah Petrus dan di atas Batu Karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku,� (Mat 16:18) tidak dapat dibuktikan. Dan kebenarannya (kata-kata Kristus, red) telah dibuktikan oleh peristiwa sejarah, karena di dalam Tahta Apostolik (Tahta Suci Roma, red) , agama Katolik telah selalu dijaga tak bercela.

Dari harapan dan iman ini kami (para uskup yang menerima formula ini, red) dengan tidak bermaksud ingin terpisah, dan mengikuti doktrin dari para Bapa (Bapa Gereja); kami mengumumkan anathema kepada semua ajaran sesat, dan terutama Si Sesat Nestorius, mantan Uskup Konstantinopel, yang telah dihukum oleh Konsili Efesus, oleh Yang Terberkati Selestinus, Uskup Roma, dan oleh yang terhormat Sirillus, Uskup Alexandria.

Kami demikian juga menghukum dan mengumumkan anathema kepada Eutyches dan Dioscoros dari Alexandria, yang telah dihukum dalam Konsili Suci Kalsedon, yang mana kami ikuti dan kami pimpin. Konsili ini mengikuti Konsili Suci Nicea dan mewartakan iman apostolik. Dan kami menghukum Si Pembunuh Timotius, yang dijuluki Aelurus [�The Cat�] dan juga Petrus [Mongos] dari Alexandria, para murid dan pengikutnya dalam segala hal. Kami juga mengumumkan anathema kepada pembantu dan pengikut mereka, Acacius dari Konstantinopel, seorang Uskup yang pernah dihukum oleh Tahta Apostolik, dan semua orang yang tetap berada dalam hubungan dan persekutuan dengan mereka. Karena Acacius ini menggabungkan dirinya sendiri ke persekutuan mereka, dia layak untuk menerima penghakiman hukuman yang sama dengan mereka. Lebih jauh lagi, kami menghukum Petrus [�The Fuller�] dari Antiokia beserta seluruh pengikutnya bersama-sama dengan pengikut-pengikut dari semua orang yang disebutkan di atas.

Berdasarkan pada - sesuai yang kami sampaikan sebelumnya - Tahta Apostolik dalam semua hal dan memproklamirkan semua keputusannya, kami menyetujui dan menerima semua surat yang Paus St. Leo tulis mengenai agama Kristen. Dan begitu juga saya berharap saya boleh layak untuk bersatu denganmu dalam satu persekutuan yang Tahta Suci proklamirkan, yang di dalamnya perlindungan menyeluruh, benar dan sempurna agama Kristen berdiam. Saya berjanji bahwa dari sekarang terhadap mereka-mereka yang berpisah dari persekutuan Gereja Katolik, yaitu mereka yang tidak berada dalam persetujuan dengan Tahta Apostolik, nama mereka tidak akan dibacakan selama misteri-misteri suci. Tapi, bila saya mengusahakan bahkan penyimpangan paling kecil dari pengakuan saya, saya mengakui bahwa berdasarkan deklarasi milik saya, saya adalah seorang kaki tangan bagi mereka yang telah saya hukum. Saya telah menandatangani ini, pengakuan saya, dengan tangan saya sendiri, dan saya telah mengarahkannya kepadamu, Hormisdas, Paus Roma yang Kudus dan Terhormat.

Teks Asli:
Diterjemahkan oleh Indonesian Papist. Pax et bonum

Sunday, January 29, 2012

Respon terhadap artikel page Persatuan Gereja Orthodox Indonesia

Page Persatuan Gereja Orthodox Indonesia yang kerap menyerang dan menuduh Gereja Katolik sesat menuliskan sebuah artikel yang berjudul �5 Poin Alasan Penolakan Gereja Orthodox bahwa Batu Karang (dalam bahasa aslinya Petra) dalam Injil Matius 16 : 18 dirujukkan kepada Petrus.

Saya memutuskan untuk menulis artikel apologetika untuk menanggapi tulisan page tersebut di blog saya sendiri. Pernyataan page tersebut dalam tulisan berwarna merah. Sedangkan tanggapan saya dalam tulisan berwarna hitam.
1. Tak sesuai dengan Iman Gereja Perdana, Para Bapa Gereja Perdana telah menjelaskan iman mereka yang sampai saat ini masih sama dengan iman Gereja Orthodox yakni Batu karang bukanlah pribadi Petrus melainkan Pengakuan Petrus.
�Kemudian, Iman adalah dasar Gereja, sebab hal itu tidak dikatakan pada daging Petrus, namun pada imannya, bahwa gerbang-gerbang Hades tidak akan menguasainya. Namun Pengakuan Imannya telah mengalahkan Hades.�
[St.Ambrosius dari Milan. 337 - 397 AD.The Sacrament Of The Incarnation Of Our Lord. IV:32-V:35]
Ini alasan yang tidak berdasar. Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa Batu Karang di Mat 16:18 adalah Pengakuan Petrus, tetapi Para Bapa Gereja JUGA mengajarkan bahwa Batu Karang di Mat 16:18 adalah Pribadi Petrus sendiri. Sebenarnya bagaimana posisi Gereja Katolik mengenai �batu karang� dalam Mat 16:18? Gereja Katolik mengakui dan mengimani keduanya bahwa Batu Karang yang dimaksud adalah Petrus sendiri dan Pengakuan Iman Petrus.

KGK 424: Digerakkan oleh rahmat Roh Kudus dan ditarik oleh Bapa, kita percaya dan mengakui tentang Yesus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup" (Mat 16:16). Atas wadas iman ini, yang diakui santo Petrus, Kristus membangun Gereja-Nya.

KGK 552: Dalam kolegium kedua belas orang itu Simon Petrus menduduki tempat yang pertama Bdk. Mrk 3:16; Mrk 9:2; Luk 24:34; 1 Kor 15:5.. Yesus mempercayakan kepadanya satu perutusan yang khusus. Berkat wahyu yang Petrus terima dari Bapa, ia mengakui: "Engkaulah Mesias, Putera Allah yang hidup". Dan Tuhan kita berkata kepadanya: "Engkaulah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya" (Mat 16:16-18). Kristus "batu yang hidup" (1 Ptr 2:4) menjanjikan kepada Gereja-Nya yang didirikan atas Petrus itu, kemenangan atas kekuasaan maut. Atas dasar iman yang ia akui, Petrus tetap tinggal wadas Gereja yang tidak tergoyangkan. Ia menerima perutusan supaya menjaga iman itu jangan sampai gugur, dan supaya menguatkan saudara-saudaranya di dalam iman itu Bdk. Luk 22:32.

KGK 881: Tuhan menjadikan hanya Simon, yang ia namakan Petrus, sebagai wadas untuk Gereja-Nya. Ia menyerahkan kepada Petrus kunci-kunci Gereja Bdk. Mat 16:18-19. dan menugaskan dia sebagai gembala kawanan-Nya Bdk. Yoh 21:15-17.. "Tetapi tugas mengikat dan melepaskan yang diserahkan kepada Petrus, ternyata diberikan juga kepada dewan para Rasul dalam persekutuan dengan kepalanya" (LG 22). Jabatan gembala dari Petrus dan para Rasul yang lain termasuk dasar Gereja. Di bawah kekuasaan tertinggi [primat] Paus, wewenang itu dilanjutkan oleh para Uskup.
Dari sini kita bisa melihat bahwa Gereja Katolik mengakui bahwa Pribadi Petrus dan Pengakuan St. Petrus adalah batu karang yang diatasnya Gereja Kristus yang sejati didirikan. Bukan hanya salah satu, tetapi keduanya karena keduanya tidak terpisahkan. 

Para Bapa Gereja Perdana pun juga mengimani bahwa Batu Karang di Mat 16:18 adalah Pribadi Petrus juga.
�'...thou art Peter and upon this rock I will build my Church' ... It is on him that he builds the Church, and to him that he entrusts the sheep to feed. And although he assigns a like power to all the apostles, yet he founded a single Chair, thus establishing by his own authority the source and hallmark of the (Church's) oneness...If a man does not fast to this oneness of Peter, does he still imagine that he still holds the faith. If he deserts the Chair of Peter upon whom the Church was built, has he still confidence that he is in the Church?� Cyprian, De Unitate Ecclesiae (Primacy text), 4 (A.D. 251).

�...folly of (Pope) Stephen, that he who boasts of the place of the episcopate, and contends that he holds the succession from Peter, on whom the foundation of the Church were laid...� Firmilian, Epistle To Cyprian, Epistle 75(74):17(A.D. 256).

He suffers him no longer to be called Simon, exercising authority and rule over him already having become His own. By a title suitable to the thing, He changed his name into Peter, from the word 'petra' (rock); for on him He was afterwards to found His Church. (Cyril of Alexandria, T. iv. Comm. in Joan., p. 131)

Holy men are therefore called the temple of God, because the Holy Spirit dwells in them; as that Chief of the Apostles testifies, he that was found to be blessed by the Lord, because the Father had revealed unto him. To him then did the Father reveal His true Son; and the same (Peter) furthermore reveals the Holy Spirit. This was befitting in the First of the Apostles, that firm Rock upon which the Church of God is built, and the gates of hell shall not prevail against it. The gates of hell are heretics and heresiarchs. For in every way was the faith confirmed in him who received the keys of heaven; who looses on earth and binds in heaven. For in him are found all subtle questions of faith. He was aided by the Father so as to be (or lay) the Foundation of the security (firmness) of the faith. He (Peter) heard from the same God, 'feed my lambs'; to him He entrusted the flock; he leads the way admirably in the power of his own Master. (Epiphanius of Salamis, AD. 385, T. ii. in Anchor). 
Bahkan St. Ambrosius juga mengimani bahwa St. Petrus adalah Batu Karang yang diatasnya Gereja Kristus didirikan.
"[Christ] made answer: �You are Peter, and upon this rock will I build my Church. . . . � Could he not, then, strengthen the faith of the man to whom, acting on his own authority, he gave the kingdom, whom he called the rock, thereby declaring him to be the foundation of the Church [Matt. 16:18]?" (Ambrose of Milan, The Faith 4:5 [A.D. 379]). 

"It is to Peter that he says: �You are Peter, and upon this rock I will build my Church� [Matt. 16:18]. Where Peter is, there is the Church. And where the Church is, no death is there, but life eternal" (Ambrose of Milan, Commentary on Twelve Psalms of David 40:30 [A.D. 389]). 
Dan masih banyak lagi. Anda bisa mengaksesnya di Scripture Catholic dan Scripture Catholic. Anda pun bisa melihat Pengajaran Para Bapa Gereja Timur mengenai Keutamaan Petrus di Indonesian Papist.

Menutup tanggapan terhadap nomor satu, saya kutip pernyataan Kardinal Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) mengenai hal ini:
Kedudukan Petrus sebagai "primus inter pares", yang pertama dari antara yang lain, bukanlah suatu yang asing dari pewartaan Perjanjian Baru. Dia adalah pribadi yang mewakili Gereja menyatakan iman akan Yesus sebagai Putra Allah sehingga kemudian Petrus ditetapkan sebagai batu karang Gereja (bdk. Mat 16:13-20). Petrus adalah batu karang Gereja yang menjadi penyangga dan pembawa ungkapan iman. Pilihan akan Petrus bukanlah karya manusia, melainkan buah rahmat Ilahi, yang akannya manusia bisa taat. Orang akan bertanya, "apakah yang sebenarnya menjadi dasar Gereja : pribadi dan panggilan Petrus atau pengakuan imannya akan Kristus?� Jawabannya adalah : Sebuah pengakuan tidak bisa dipisahkan dari pribadi yang menyatakannya, karena itu pengakuan iman Gereja tidak bisa pula dipisahkan dari Petrus, yang mewakili para rasul, menyatakan iman tersebut. -Joseph Ratzinger-
2. Batu Karang dalam Injil matius itu dituliskan oleh Rasul Matius dengan penggunaan kata Feminim Petra, yang tak mungkin merujuk pada Pribadi Petrus yang adalah Pria. Secara kosakata, kata Petra dan Petros sekalipun memiliki wujud yang sama yaitu karang namun memiliki makna detail yang berbeda, Petros sebagai karang kecil dan Petra sebagai batu karang yang besar.
Hal ini sudah pernah saya buatkan artikelnya. Silahkan cek Indonesian Papist. Perlu diketahui bahwa Injil Matius dituliskan dalam bahasa Yunani Koine (Koine Greek) bukan Attic Greek (Yunani Attic). Koine Greek tidak mengenal perbedaan makna antara �Petra� dan �Petros�, keduanya sama-sama Batu Karang. Keduanya hanya berbeda pada bentuk kata saja, yang satu feminin dan yang satu maskulin. Kata dasar �Batu Karang� dalam Koine Greek memang adalah �Petra�. Tetapi, Karena ini feminin, maka Matius dengan diinspirasi oleh Roh Kudus menuliskan �Petros� yang bentuknya maskulin (lebih sesuai untuk Petrus yang adalah laki-laki) tetapi memiliki arti yang sama dengan �Petra�.

Bahkan, seorang teolog dan filsuf populer Ortodoks bernama Vladimir Solovyev mengatakan demikian:
And yet, if, in the Church, besides the mystical life and the individual life, there exists the social life, this social life must have a definite form based upon a unifying principle peculiar to itself. When we maintain that this specific principle of social unity in the Church is in the first place neither Jesus Christ nor the mass of the faithful, but the monarchical authority of Peter, by means of which Jesus Christ has willed to unite Himself to man as a social and political being, we find our opinion confirmed by the remarkable fact that only in the case of the prince of the Apostles has the attribute of being the Rock of the Church carried with it the title to a distinctive and permanent name. He alone is the Rock of the Church in the special and strict sense of the term, that is to say, the unifying basis of the historic Christian society. (Vladimir Solovyev, Russia and The Universal Church p. 90)
As Peter shares in the sovereign authority of Christ over the Universal Church, so the bishop of Rome who occupies the see of Peter is the living representative of this authority. �Peter does not cease to preside in his see and his consortium with the Eternal Pontiff never fails. For that steadfastness with which he was endowed, when he (Peter) was first made the Rock, by Christ Who is Himself the Rock, has passed to his successors, and wherever any stability is manifest it is beyond doubt the might of the supreme Pastor which is in evidence.  (Vladimir Solovyev, Russia and The Universal Church p. 120)

Pada buku yang sama, Solovyev mengutip salah satu sesi pada Konsili Kalsedon 451 M:
The council did not think itself competent to pass fresh judgment on a bishop whom the Pope had already judged, and it was proposed that the Roman legates should pronounce judgment on Dioscorus. Accordingly they did so, having first enumerated all the crimes of the patriarch of Alexandria in these terms: �The most holy and blessed archbishop of great and old Rome, Leo, through us and the holy council here present, and together with the thrice blessed and most glorious Apostle Peter, who is the Rock and base of the Catholic Church and the foundation of the orthodox faith, has deprived the said Dioscorus of episcopal status and expelled him entirely from his priestly office.�  (Vladimir Solovyev, Russia and The Universal Church, p. 136)
Di sini bisa kita lihat bahwa Para Bapa Konsili Kalsedon 451 M sendiri mengakui bahwa St. Petrus adalah Batu Karang Gereja Katolik.
3. Jika Katolik Roma merujukkan pendapatnya pada pernyataan Yesus dalam bahasa aram ("Kepha" yang tak memiliki gender), apakah kemudian Katolik Roma menyatakan "Petra" dalam Injil Matius adalah Keteledoran Rasul Matius dalam menulis Injil yang seharusnya dituliskan "Petros", sehingga dapat mengacu pada pribadi Petrus???
Bukan ketelodoran, tentu bukan demikian. Tapi, kita pun bisa melihat ke bahasa asli Yesus kan? Yesus berbahasa Aram dan tentu Ia menggunakan �Kepha� yang tidak mengenal gender. Dengan melihat ke bahasa asli Yesus, kita bisa mengetahui makna yang sebenarnya dari Mat 16:18. Tetapi penafsiran si Admin Ortodoks ini bahwa batu karang di Mat 16:18 adalah �pengakuan iman saja� itulah yang menjadi masalah di sini.
4. Bukankah Roh Kudus yang mengilhami Rasul Matius, jika Rasul Matius dapat salah menulis Injil, apakah kemudian Roh Kudus Yang memberikan wahyu kepada Rasul Matius itu untuk menuliskan Kepha menjadi Petra itu dikatakan dapat salah?
St. Matius tidak dapat salah dalam menulis Injil ketika ia diinspirasikan oleh Roh Kudus. Tetapi pemahaman admin Ortodoks bahwa �hanya pengakuan iman saja� maksud dari �batu karang� pada Mat 16:18 itulah yang keliru. Jadi bukan Roh Kudus yang salah, tetapi admin Ortodoks itu yang salah.
5. Jika Roh Kudus dapat salah, artinya Apakah Katolik Roma menyangkali bahwa Roh Kudus itu Tuhan?
Kesimpulan yang terlalu jauh, padahal Gereja Katolik tidak akan pernah berkata Roh Kudus dapat salah. Terlihat si admin secara sengaja dan tendensius mengambil kesimpulan yang menyerang.

Sekian pembelaan dari saya, semoga bermanfaat. Pax et bonum