Latest News

Showing posts with label Katekismus Gereja Katolik. Show all posts
Showing posts with label Katekismus Gereja Katolik. Show all posts

Friday, March 29, 2013

Homili Tua Sabtu Suci dari Abad Kedua


Yesus turun ke tempat penantian
Dimanakah Kristus setelah kematian-Nya pada hari Jumat dan sebelum Ia bangkit pada Minggu Paskah? Sebagaimana yang kita ucapkan pada Syahadat (Credo), Ia turun ke tempat penantian. Pater Embuiru, SVD sekali waktu pernah memberikan katekese mengenai Kristus Turun Ke Tempat Penantian, silahkan klik link ini

Baik Kitab Suci dan Tradisi Suci juga menegaskan bahwa Kristus turun ke tempat penantian sebelum Ia bangkit. Kitab Suci menyatakan:
Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara. ... Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.�(1 Pet 3:18-19, 4:6)
Sementara itu, Katekismus Gereja Katolik menjelaskan pula bahwa Kristus �turun ke tempat ini sebagai Penyelamat dan memaklumkan warta gembira kepada jiwa-jiwa yang tertahan di sana (KGK 632) agar orang-orang mati mendengar suara Anak Allah... dan mereka yang mendengar-Nya, akan hidup.�(KGK 635). Penjelasan dari Katekismus Gereja Katolik dapat dilihat di artikel ini.

Terdapat pula homili tua dari abad ke-2 mengenai Kristus yang turun ke tempat penantian untuk membebaskan jiwa-jiwa yang tertawan. Berikut ini terjemahannya oleh admin:
Sesuatu yang aneh sedang terjadi - Hari ini kesunyian besar meraja di bumi, kesunyian besar dan keheningan besar. Kesunyian besar karena Sang Raja sedang tertidur. Dunia gemetar dan ia menjadi bisu karena Allah telah jatuh tertidur dalam daging dan Ia telah membangkitkan semua orang yang telah tidur sejak dunia dijadikan. Allah telah meninggal dalam daging dan neraka gemetar ketakutan.

Ia telah pergi mencari Adam, leluhur kita, layaknya mencari domba yang hilang. Ia hendak mengunjungi mereka yang hidup dalam kegelapan dan dalam bayangan maut. Ia datang supaya membebaskan Adam yang tertawan dan Hawa yang turut tertangkap itu dari dukacitanya. Tuhan mendekati mereka menggunakan Salib, senjata yang telah memberikan kemenangan. Di hadapan-Nya; Adam, manusia pertama yang Ia ciptakan, memukul dadanya dalam ketakutan dan berteriak kepada semua orang: �Tuhanku bersamamu semuanya.� Kristus menjawab Adam: �Dan bersama rohmu.� Kristus memegang tangannya dan mengangkat dia, sembari berkata: �Bangunlah, oh yang tertidur, dan bangkitlah dari kematian dan Kristus akan memberikan engkau terang.�

�Akulah Allahmu yang demi kamu telah menjadi anakmu. Oleh cinta untukmu dan keturunanmu, Aku sekarang dengan otoritas-Ku memerintahkan semua yang dalam perbudakan untuk maju, semua yang dapat kegelapan untuk dicerahkan, semua yang sedang tidur untuk bangkit. Aku memerintahkan kamu, oh yang tertidur, untuk bangun. Aku tidak menciptakan engkau untuk menjadi tahanan di neraka. Bangkitlah dari kematian karena Akulah kehidupan orang mati. Bangkitlah, raihlah tangan-Ku, wahai engkau yang diciptakan dalam citra-Ku. Bangkitlah, marilah kita tinggalkan tempat ini, karena engkau di dalam Aku dan Aku di dalam engkau; bersama kita menjadi satu dan tak terpisahkan.

Oleh karena kamu, Aku Allahmu menjadi anakmu; Aku Tuhanmu mengambil rupa seorang hamba; Aku, yang tinggal di atas surga, turun ke bumi dan ke bawah bumi. Oleh karena kamu, oleh karena manusia, Aku menjadi seorang manusia tanpa pertolongan, bebas dari antara orang mati. Oleh karena kamu yang telah meninggalkan taman,  aku diserahkan kepada orang Yahudi di sebuah taman, dan aku disalibkan di sebuah taman.

Lihatlah wajah-Ku ludah-ludah yang Aku terima untuk mengembalikanmu kepada hidup yang pernah saya hembuskan kepadamu. Lihatlah di wajah-Ku tanda-tanda pukulan yang Aku terima untuk membentuk kembali kodratmu yang rusak dalam citra-Ku. Di punggung-Ku lihatlah tanda-tanda cambukan yang Aku terima untuk menghapus beban dosa yang membebani punggungmu. Lihatlah tangan-Ku, dipaku kuat kepada kayu pohon demi engkau yang yang pernah dengan jahat mengulurkan tanganmu ke sebuah pohon.

Aku tertidur di kayu salib dan sebuah pedang menikam lambung-ku bagi engkau yang tertidur di firdaus dan melahirkan Hawa dari dadamu. Lambung-Ku telah menyembuhkan luka di dadamu. Tidurku telah membangkitkan engkau dari tidurmu di neraka. Pedang yang menikam-Ku telah menyelubungi pedang yang berbalik melawan engkau.

Bangkitlah. Marilah kita tinggalkan tempat ini. Musuh memimpinmu keluar dari firdaus duniawi. Aku tidak akan mengembalikan engkau ke firdaus itu tetapi  akan mentahtakan engkau di surga. Aku melarang engkau [mengambil buah] pohon yang hanyalah sebuah simbol kehidupan, tetapi lihatlah Aku yang adalah hidup itu sendiri sekarang bersamamu. Aku mengangkat kerubim untuk melindungi engkau layaknya hamba yang dilindungi, tetapi sekarang aku membuat mereka menyembah kepada-Mu sebagai yang ilahi. Tahta yang dibentuk oleh kerubim menunggumu, pembawa tahtanya cepat dan bersemangat. Kamar mempelai telah dihiasi, perjamuan sudah siap dan tempat tinggal yang kekal telah disiapkan, rumah harta karun dari segala sesuatu yang baik telah terbuka. Kerajaan Surga telah disiapkan untukmu dari segala keabadian.�
Demikianlah homili dan katekese Sabtu Suci ini, semoga bermanfaat dan membantu kita memaknai Triduum Paskah ini.
Pax et Bonum 

Friday, March 9, 2012

Tiga Sakramen Inisiasi Kristen


Orang menjadi Kristen - sudah sejak zaman para Rasul - dengan mengikuti jalan inisiasi dalam beberapa tahap. Jalan ini dapat ditempuh cepat atau perlahan. Tetapi ia harus selalu mempunyai beberapa unsur hakiki: pewartaan bSabda, penerimaan Injil yang menuntut pertobatan, pengakuan iman, Pembaptisan itu sendiri, pemberian Roh Kudus, dan penerimaan ke dalam persekutuan Ekaristi. (KGK 1229)

Dalam Gereja Katolik, kita mengenal dan mengakui 3 sakramen inisiasi yang terdiri atas Sakramen Pembaptisan, Sakramen Penguatan (Krisma) dan Sakramen Ekaristi (bdk KGK 1533). Urutan yang benar dalam penerimaan oSakramen-sakramen inisiasi adalah pertama Sakramen Pembaptisan, kemudian Sakramen Krisma (Penguatan) barulah kemudiann dilengkapi dengan Sakramen Ekaristi, puncak inisiasi Kristen.


Setiap orang yang dibaptis, yang belum menerima Penguatan, dapat dan harus menerima Sakramen Penguatan. Oleh karena Pembaptisan, Penguatan, dan Ekaristi membentuk satu kesatuan, maka "umat beriman... diwajibkan menerima Sakramen ituu tepat pada waktunya" karena tanpa Penguatan dan Ekaristi, Sakramen Pembaptisan itu memang sah dan berhasil guna, namun inisiasi Kristen masih belum lengkap. (KGK 1306)

Bersama dengan Pembaptisan dan Ekaristi, Sakramen Penguatan membentuk "Sakramen-sakramen Inisiasi Kristen", yang kesatuannya harus dipertahankan. Jadi, perlu dijelaskan kepada umat beriman bahwa penerimaan Penguatan itu perlu untuk melengkapi rahmat Pembaptisan. (KGK 1285)

Sedangkan Sakramen Ekaristi menjadi sakramen yang mmenyempurnakan inisiasi Kristen. (bdk. KGK 1322)

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Sakramen Penguatan melengkapi Sakramen Pembaptisan dan Sakramen Ekaristi menyempurnakan Inisiasi Kristen. KGK 1275 memberikan analogi yang bagus mengenai tiga sakramen inisiasi ini:  Inisiasi Kristen terlaksana dalam tiga Sakramen: Pembaptisan, yang adalah awal kehidupan baru; Penguatan, yang menguatkan kehidupan ini; Ekaristi, yang mengenyangkan umat beriman dengan tubuh dan darah Kristus, untuk mengubahnya ke dalam Kristus.�

Salah satu kebiasaan yang kurang tepat yang terjadi di Indonesia adalah inisiasi Kristen justru berlangsung dalam urutan yang keliru. Kita terbiasa melihat seorang Katolik menerima inisiasi Kristen-nya dalam urutan Pembaptisan-Ekaristi-Krisma. Meskipun rahmat sakramen-sakramen tersebut tetap kita terima secara utuh sekalipun diberikan dalam urutan yang keliru, tetapi kebiasaan yang keliru ini dapat mengaburkan makna sakramen-sakramen inisiasi tersebut. Hal ini memang telah berlangsung dalam waktu lama dan tampaknya sulit untuk mengubah kebiasaan urutan yang keliru ini. Kebiasaan ini timbul karena adanya �kesalahan teologis� yang memandang Sakramen Krisma sebagai sakramen yang menunjukkan kedewasaan seorang Katolik. Tetapi, seorang uskup dapat berperan untuk mengubah kebiasaan ini dengan menginstruksikan penerimaan sakramen-sakramen inisiasi dalam urutan yang benar di wilayah keuskupannya.

Baru-baru ini di Uskup Samuel Aquila dari Keuskupan Fargo di AmerikaSerikat menerima pujian dari Paus Benediktus XVI karena mengembalikan penerimaan sakramen-sakramen inisiasi di wilayah keuskupannya seturut urutan misteri sakramental yang benar. Ketimbang memposisikan Sakramen Krisma dalam urutan ketiga dan diberikan pada usia dewasa, Uskup Aquila memilih menginstruksikan agar anak-anak yang telah menerima Sakramen pembaptisan diberikan Sakramen Penguatan terlebih dahulu ketimbang Sakramen Ekaristi.

Uskup Aquila melakukan usaha ini karena hendak menegaskan Sakramen Ekaristi sebagai sakramen yang melengkapi inisiasi Kristen dan Sakramen Krisma sebagai sakramen yang melengkapi sakramen pembaptisan. Menurut Beliau, penerimaan sakramen-sakramen inisiasi dalam urutan yang tepat akan memperjelas bahwa Pembaptisan dan Penguatan membawa umat beriman kepada Ekaristi.

Sebuah pertanyaan menarik dapat kita ajukan, apakah hierarki Gereja Katolik di Indonesia mau dan bersedia mengubah kebiasaan penerimaan sakramen-sakramen inisiasi yang keliru selama ini dan mengembalikannya seturut urutan misteri sakramental yang diajarkan Gereja Universal?

Artikel ini ditulis oleh Indonesian Papist untuk mendukung usaha restorasi pemberian sakramen-sakramen inisiasi dalam urutan yang benar. Pax et Bonum

Thursday, February 16, 2012

Kompendium Katekismus Gereja Katolik mengenai Kitab Suci




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPEe_SMgiOH3SOll3uIPDtcbITxOQZkHl4-NCGaBjfHyv0yQ4pNZrrmjGf8UFQ_ssJ48FauicjTex2K2jGN-u5RwXGEoejWTlB5lhblbvz8fhgr2o46WxOXRB9KfNBaowOM8a0OHtG5sY/s400/Paul_Papyrus.jpg
Papirus Kitab Suci (clericalwhispers.blogspot.com)

18. Mengapa Kitab Suci mengajarkan kebenaran?
Karena Allah sendirilah pengarang Kitab Suci. Atas alasan inilah Kitab Suci disebut �terinspirasikan�, dan tanpa kesalahan mengajarkan kebenaran yang perlu untuk keselamatan kita. Roh Kudus menginspirasikan para pengarang yang menuliskan apa yang Dia inginkan untuk mengajar kita. Tetapi, iman Kristen bukanlah �agama Kitab�, tetapi agama Sabda Allah � �bukan kata-kata yang tertulis dan bisu, melainkan Sabda yang menjadi manusia dan hidup� (Santo Bernardus dari Clairvaux).

Komentar: Sang Allah adalah sumber kebenaran malah Ia-lah Kebenaran itu. Sudah jelas bahwa Roh Kebenaran menginspirasikan para penulis Kitab Suci untuk menuliskan ajaran yang benar dari Allah. Tetapi Gereja melalui Kompendium ini tetap menegaskan bahwa iman Kristen yang sejati bukanlah �Agama Kitab�, melainkan agama dari Sabda Allah yang menjadi manusia dan hidup. Maksudnya adalah bahwa Kekristenan sejati tidak mendasarkan ajaran imannya semata-mata hanya dari Kitab Suci saja. Sumber ajaran iman dan kebenaran Kekristenan adalah Sang Sabda Allah, Kristus sendiri. Sang Kristus mewariskan ajaran-ajaran-Nya tidak hanya melalui Kitab Suci saja, tetapi juga melalui Tradisi dan Magisterium (Kuasa Mengajar) Gereja.

19. Bagaimana Kitab Suci seharusnya dibaca?
Kitab Suci harus dibaca dan ditafsirkan dengan bantuan Roh Kudus dan di bawah tuntunan Kuasa Mengajar Gereja menurut kriteria: 1) harus dibaca dengan memperhatikan isi dan kesatuan dari keseluruhan Kitab Suci, 2) harus dibaca dalam Tradisi yang hidup dalam Gereja, 3) harus dibaca dengan memperhatikan analogi iman, yaitu harmoni batin yang ada di antara kebenaran-kebenaran iman itu sendiri.

Komentar: Demikianlah seharusnya kita umat beriman membaca Kitab Suci. Berdoa dan meminta bantuan dari Roh Kudus dan patuh pada tuntunan serta mengindahkan Kuasa Mengajar (Magisterium) Gereja. Kita tidak dapat mengaku, �saya sudah membaca dan menafsirkan Kitab Suci dengan bimbingan Roh Kudus� sementara kita sama sekali menolak patuh pada tuntunan Magisterium Gereja. Ketahuilah bahwa seluruh Wahyu Ilahi dalam Kitab Suci dipercayakan hanya kepada Gereja semata, bukan kepada masing-masing pribadi manusia. Bayangkan bila ada enam miliar orang di dunia dan semua mengaku memiliki tafsiran yang benar. Tentu akan ada kekacauan yang timbul. Allah kita bukanlah Allah yang senang akan kekacauan dan perpecahan. Oleh karena itu, Ia mempercayakan seluruh Wahyu Ilahi kepada Gereja supaya terwujud satu ajaran dan satu iman yang benar. Gereja tidak melarang kita menafsirkan Kitab Suci, tetapi tetap menuntut agar setiap dari kita memenuhi tiga kriteria di atas dalam membaca dan menafsirkannya. Hal ini penting supaya jangan sampai kita memberikan penafsiran yang menyesatkan sesama. Ketika penafsiran kita ternyata bertentangan dengan ajaran Gereja, maka dengan rendah hati kita harus taat kepada ajaran Gereja dan menolak tafsiran kita yang keliru itu.

20. Apa kanon Kitab Suci itu?
Kanon  Kitab Suci ialah daftar lengkap dari tulisan-tulisan suci yang diakui oleh Gereja melalui Tradisi Apostolik. Kanon ini terdiri dari 46 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru.

Komentar: Berikut ini daftar 46 Kitab Perjanjian Lama dan 27 Kitab Perjanjian Baru menurut Katekismus Gereja Katolik no. 120.
Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, Yosua, Hakim-Hakim, Rut, dua buku Samuel, dua buku Raja-Raja, dua buku Tawarikh, Esra dan Nehemia, Tobit, Yudit, Ester, dua buku Makabe, Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan, Yesus Sirakh, Yesaya, Yeremia, Ratapan, Barukh, Yeheskiel, Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, Maleakhi.
Perjanjian Baru: Injil menurut Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, Kisah para Rasul, surat-surat Paulus: kepada umat di Roma, surat pertama dan kedua kepada umat Korintus, kepada umat di Galatia, kepada umat di Efesus, kepada umat di Filipi, kepada umat di Kolose, surat pertama dan kedua kepada umat di Tesalonika, surat pertama dan kedua kepada Timotius, surat kepada Titus, surat kepada Filemon, surat kepada orang Ibrani, surat. Yakobus, surat pertama dan kedua Petrus, surat pertama, kedua, dan ketiga Yohanes, surat Yudas, dan Wahyu kepada Yohanes.
Di mana Kitab-kitab Deuterokanonika? Sudah tercakup di dalam Perjanjian Lama. Hendaklah dipahami oleh umat Katolik bahwa Kitab-kitab Deuterokanonika bukanlah bagian yang berbeda dari Kitab Suci Perjanjian Lama, melainkan berada di dalam Perjanjian Lama itu sendiri.

21. Apa pentingnya Perjanjian Lama bagi umat Kristen?
Para pengikut Kristus menghormati Perjanjian Lama sebagai Sabda Allah yang benar. Seluruh Kitab Perjanjian Lama itu diinspirasikan secara ilahi dan mempunyai nilai tetap. Kitab-kitab itu memberikan kesaksian tentang pedagogi ilahi cinta Allah yang menyelamatkan. Kitab-kitab itu ditulis terutama untuk mempersiapkan kedatangan Kristus sang Penyelamat alam semesta.

Komentar:  "Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama dimaksudkan untuk menyiapkan kedatangan Kristus Penebus seluruh dunia." Meskipun kitab-kitab Perjanjian Lama "juga mencantum hal-hal yang tidak sempurna dan bersifat sementara, kitab-kitab itu memaparkan cara pendidikan ilahi yang sejati. ... Kitab-kitab itu mencantum ajaran-ajaran yang luhur tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang peri hidup manusia, pun juga perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, akhirnya secara terselubung [mereka] mengemban rahasia keselamatan kita" (Konsili Vatikan II dalam Dokumen Dei Verbum 15).

Pada abad ke-2, seorang bernama Marcion menolak validitas Kitab-kitab Perjanjian Lama. Ia mengajarkan bahwa Allah yang berada di Perjanjian Lama berbeda dan lebih buruk dibandingkan Kristus Sang Allah di Perjanjian Baru. Tetapi, Gereja Perdana yaitu Gereja Katolik selalu menolak ajaran sesat Marcionisme ini. Allah yang berada di dalam Perjanjian Lama adalah Allah yang sama di dalam Perjanjian Baru.

22. Apa pentingnya Perjanjian Baru bagi umat Kristen?
Perjanjian Baru, yang berpusat pada Yesus Kristus, menyatakan kebenaran terakhir wahyu ilahi kepada kita. Dalam Perjanjian Baru, keempat Injil menurut Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes merupakan inti dari seluruh Kitab Suci karena merupakan saksi utama hidup dan ajaran Yesus. Dengan demikian, keempatnya mempunyai tempat yang unik di dalam Gereja.

Komentar: Gereja Katolik tanpa mengabaikan kitab-kitab lain, memberikan penghargaan yang begitu tinggi kepada keempat Kitab Injil. Bagi Gereja Katolik, keempat Kitab Injil merupakan jantung dari semua tulisan sebagai "kesaksian utama tentang hidup dan ajaran Sabda Yang Menjadi Daging, Penyelamat kita" (bdk Dei Verbum 18).
Katekismus Gereja Katolik 126 menjelaskan mengenai tahap-tahap penyusunan Injil-injil:
1. Kehidupan dan kegiatan mengajar Yesus. Bunda Gereja kudus tetap mempertahankan dengan teguh dan sangat kokoh, bahwa keempat Injil "yang sifat historisnya diakui tanpa ragu-ragu, dengan setia meneruskan apa yang oleh Yesus Putera Allah selama hidup-Nya di antara manusia sungguh telah dikerjakan dan diajarkan demi keselamatan kekal mereka, sampai hari Ia diangkat (lih. Kis 1:1-2)" (Dei Verbum 19).
2. Tradisi lisan. "Sesudah kenaikan Tuhan para Rasul meneruskan kepada para pendengar mereka apa yang dikatakan dan dijalankan oleh Yesus sendiri, dengan pengertian yang lebih penuh, yang mereka peroleh karena dididik oleh peristiwa-peristiwa mulia Kristus dan oleh terang Roh kebenaran" (Dei Verbum 19).
3. Penulisan Injil-Injil. "Adapun penulis suci mengarang keempat Injil dengan memilih berbagai dari sekian banyak hal yang telah diturunkan secara lisan atau tertulis; beberapa hal mereka susun secara agak sintetis, atau mereka uraikan dengan memperhatikan keadaan Gereja-Gereja; akhirnya dengan tetap mempertahankan bentuk pewartaan, namun sedemikian rupa, sehingga mereka selalu menyampaikan kepada kita kebenaran yang murni tentang Yesus" (Dei Verbum 19).

23. Bagaimana kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru?
Kitab Suci adalah satu sejauh Sabda Allah itu satu. Rencana penyelamatan Allah itu satu, dan inspirasi ilahi dari kedua Perjanjian itu juga satu. Perjanjian Lama mempersiapkan yang Baru dan Perjanjian Baru menyempurnakan yang Lama, keduanya saling menerangkan satu sama lain.

Komentar: Hal ini sesuai dengan sebuah semboyan �Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan Perjanjian Lama tersingkap dalam Perjanjian Baru� - "Novum in Vetere latet et in Novo Vetus patet" (Agustinus, Hept. 2,73). Katekismus Gereja Katolik 128 mengajarkan bahwa kesatuan rencana ilahi dalam kedua Perjanjian itu dijelaskan oleh Gereja melalui tipologi (pra-bentuk). Tipologi menunjukkan perkembangan rencana ilahi ke arah pemenuhannya, sampai akhirnya "Allah menjadi semua di dalam semua" (1 Kor 15:28). Contohnya: Musa adalah prabentuk (tipologi) dari Yesus Kristus. Kristus sama seperti Musa pada zamannya juga mengalami ancaman pembunuhan bayi dari penguasa duniawi, dan sekali lagi sama seperti Musa pula, Kristus dibawa pergi ke Mesir untuk menghindari ancaman tersebut. Dalam hal ini, Musa menjadi prabentuk (tipologi) dari Yesus Kristus. Contoh lain: Tabut Perjanjian Lama merupakan prabentuk (tipologi) dari Tabut Perjanjian Baru yaitu Bunda Maria.

24. Apa peranan Kitab Suci di dalam kehidupan Gereja?
Kitab Suci memberikan dukungan dan kekuatan bagi kehidupan Gereja. Bagi Putra-Putri Gereja, Kitab Suci merupakan suatu peneguhan iman, makanan jiwa, dan sumber hidup spiritual. Kitab Suci adalah jiwa teologi dan khotbah pastoral. Para pemazmur berkata bahwa Kitab Suci �pelita bagi kakiku dan cahaya bagi langkahku� (Mzm 119:105). Karena itu, Gereja menganjurkan semua umat beriman untuk sering membaca Kitab Suci karena �tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.� (Santo Hieronimus).

Komentar: Gereja menyadari peran Kitab Suci dalam kehidupan Gereja. Salah satu contoh konkretnya adalah Gereja memberikan tempat bagi pembacaan Kitab Suci dalam Perayaan Ekaristi. Tahukah anda bahwa Penanggalan Liturgi Gereja Katolik selama 3 tahun akan membawa anda selesai membaca seluruh isi Kitab Suci? Membiasakan diri menghadiri Misa Harian akan membawa kita semua mendengar dan mengenali Kitab Suci sembari mengenangkan pengorbanan Kristus yang dihadirkan dalam Ekaristi.

Demikian pemaparan dari Kompendium Katekismus Gereja Katolik beserta tambahan komentar dari Indonesian Papist. Semoga katekese tentang Kitab Suci ini bermanfaat bagi pertumbuhan iman kita semua di dalam Gereja-Nya, Gereja Katolik. Pax et bonum

Saturday, February 4, 2012

Allah Yang Maha Rahim dan Neraka


Christ' Extreme Humility Icon
Seorang anggota fanspage Gereja Katolik bertanya demikian pada salah satu link Katekese Mengenai Siksa Kekal / Neraka menurut Katolik:
Di manakah Allah Yang Maha Kasih lagi Maha Rahim itu bila hidup manusia yang cuma sekian puluh tahun dengan beberapa kesalahan tapi mendapat siksa kekal?
Bagaimana jawaban atas pertanyaan ini? Pertama-tama mari kita lihat apa kata Kompendium Katekismus Gereja Katolik (KKGK).
Bagaimana adanya neraka ini diperdamaikan dengan kebaikan Allah yang tak terbatas?
Allah menghendaki �supaya semua orang berbalik dan bertobat� (2Pet 3:9), namun Ia menciptakan manusia dalam keadaan bebas, dan manusia sendiri mempunyai tanggung jawab; Allah menghargai keputusan-keputusan kita. Karena itu, manusialah yang dengan bebas memisahkan dirinya dari kesatuan dengan Allah jika pada saat kematian dia tetap berpegang teguh pada pendiriannya dalam dosa berat dan menolak cinta dan kerahiman Allah. (Kompendium Katekismus Gereja Katolik 213)
Kompendium Katekismus Gereja Katolik 213 ini kemudian merujuk kepada artikel yang lebih jelas dan detail dari Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1036-1037:
KGK 1036 Pernyataan-pernyataan Kitab Suci dan ajaran Gereja mengenai neraka merupakan peringatan kepada manusia, supaya mempergunakan kebebasannya secara bertanggung jawab dalam hubungannya dengan nasib abadinya. Semua itu juga merupakan himbauan yang mendesak supaya bertobat: "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya" (Mat 7:13-14).
"Karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya, atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus-menerus, agar setelah mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja, kita bersama dengan-Nya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan pada mereka yang diberkati, dan supaya janganlah kita seperti hamba yang jahat dan malas, diperintahkan enyah ke dalam api yang kekal, ke dalam kegelapan di luar, tempat 'ratapan dan kertakan gigi'" (LG 48).
KGK 1037 Tidak ada seorang pun ditentukan lebih dahulu oleh Tuhan supaya masuk ke dalam neraka Bdk. DS 397; 1567.; hanya pengingkaran secara sukarela terhadap Tuhan (dosa berat), di mana orang bertahan sampai akhir, mengantarnya ke sana. Dalam perayaan Ekaristi dan dalam doa harian umatnya Gereja senantiasa mohon belas kasihan Allah, supaya "jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat" (2 Ptr 3:9):
"Terimalah dengan rela persembahan umat-Mu. Bimbinglah jalan hidup kami dan selamatkanlah kami dari hukuman abadi agar tetap menjadi umat kesayangan-Mu (MR, Doa Syukur Agung Romawi 88).
Dengan penjelasan dari kedua dokumen Gereja di atas, hendaknya kita jangan mempertanyakan kerahiman Allah. Manusia itu sudah sepantasnya masuk neraka oleh karena mati kekudusan yang diterima dari Adam dan Hawa. Tapi Ia adalah Maharahim. Apa pengorbanan-Nya di kayu salib tidak menunjukkan itu? Apakah pengampunan-Nya di dalam Sakramen Rekonsiliasi/Tobat tidak menunjukkan Ia adalah Maharahim?

Harusnya kitalah yang mempertanyakan diri kita sendiri, �apakah saya yang berdosa ini mau menanggapi rahmat sehingga bertobat atau tidak?� Manusia sekarang ini sukanya membenarkan diri dengan kalimat "Allah itu Mahakasih dan Maharahim" tapi tidak mau menanggapi rahmat untuk bertobat.  Hendaklah kita sadari bahwa rahmat dari Pengorbanan Allah di kayu salib sudah cukup untuk membuat semua orang selamat, tetapi rahmat yang cukup ini menjadi tidak efektif bila kita menolak rahmat ini dengan tidak mau bertobat atau terus menerus hidup dalam dosa.

Pax et bonum