Latest News

Showing posts with label Artikel Seputar Ajaran Katolik. Show all posts
Showing posts with label Artikel Seputar Ajaran Katolik. Show all posts

Thursday, November 29, 2012

Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan � Santo Yohanes Paulus II Mengajarkan EENS



Di dalam sebuah diskusi di page KANISIUS Penerbit-Percetakan mengenai kasus penghilangan kalimat Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan dari Youcat terjemahan berbahasa Indonesia, seorang Katolik yang menolak dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus berkomentar demikian: 



wkwkwkkwkwkwkwkwk....ketika katolik dengan om paul johanes ke 2 mengatakan diluar katolik ada keselamatan...begitu maknyus dan sejuk di hatiku...karena apa?sungguh hebat agama sebesar katolik dan seagung katolik mau mengakui eksistensi kepercayaan orang lain,menghargai iman orang lain dan mengamini bahwa harkat dan martabat manusia tentang iman sungguh patut dijunjung oleh gereja katolik..sungguh patembayatan yang saat indah bila itu sungguh2 terjadi........�


Dari komentar ini, orang Katolik tersebut hendak mengatakan bahwa Santo Yohanes Paulus II menentang dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus dan mengajarkan bahwa Di Luar Gereja Ada Keselamatan. Tapi apakah benar bahwa Santo Yohanes Paulus II menyangkal dogma EENS ini?



Saya menemukan fakta yang berbeda dari pernyataan orang Katolik yang menolak EENS ini. Ternyata, Santo Yohanes Paulus II memegang teguh dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus. Berikut ini pernyataan-pernyataan langsung Santo Yohanes Paulus II:

1. Radio Message for Franciscan Vigil in St. Peter's and Assisi, October 3, 1981


Teks Italia - Il mistero della salvezza ci � rivelato ed � continuato e realizzato nella Chiesa, e da questa genuina ed unica fonte raggiunge, come acqua �umile, utile, preziosa e casta�, il mondo intero. Si tratta, cari giovani e fedeli, di essere consapevoli, di farsi carico, come Frate Francesco, di questa fondamentale verit� rivelata, racchiusa nella frase consacrata dalla tradizione: �Non vi � salvezza fuori della Chiesa�. Da questa sola, infatti, scaturisce, sicuramente e pienamente la forza vivificatrice destinata, in Cristo e nel suo Spirito, a rinnovare tutta l�umanit�, e ordinante perci� ogni uomo a far parte del Corpo Mistico di Cristo.

Teks Bahasa Inggris - "The mystery of salvation is revealed to us and is continued and accomplished in the Church, and from this genuine and single source, like 'humble, useful, precious and chaste' water it reaches the whole world. Dear young people and members of the Faithful, like Brother Francis we have to be conscious of and absorb this fundamental and revealed truth contained in the phrase consecrated by tradition: there is no salvation outside the Church.From Her alone there flows surely and fully the life giving force destined in Christ and in His Spirit, to renew the whole of humanity, and therefore directing every human being to become a part of the Mystical Body of Christ." (Pope John Paul II, Radio Message for Franciscan Vigil in St. Peter's and Assisi, October 3, 1981, L'Osservatore Romano, October 12, 1981.)
Terjemahan Bahasa Indonesia � �Misteri keselamatan dinyatakan kepada kita dan diteruskan dan tercapai didalam Gereja, dan dari sumber yang asli dan satu-satunya ini, bagaikan air yang 'rendah hati, berguna, berharga, dan murni' misteri ini mencapai dunia. Para muda dan umat tercinta, seperti Brother Francis kita harus sadar akan dan menyerap kebenaran fundamental yang diwahyukan ini, yang terkandung didalam kata-kata yang di sucikan oleh tradisi: Tidak ada keselamatan diluar Gereja. HANYA dari dia-lah (Gereja) kuasa hidup menuju Kristus dan RohNya mengalir secara pasti dan secara penuh, untuk memperbaharui seluruh kemanusiaan, dan karenanya mengarahkan setiap manusia untuk menjadi bagian dari Tubuh Mistik Kristus.





�In order to take effect, saving grace requires acceptance, cooperation, a yes to the divine gift. This acceptance is, at least implicitly, oriented to Christ and the Church. Thus it can also be said that sine ecclesia nulla salus--"without the Church there is no salvation." Belonging to the Church, the Mystical Body of Christ, however implicitly and indeed mysteriously, is an essential condition for salvation.

Supaya berlaku, anugerah keselamatan membutuhkan penerimaan, kerjasama, sebuah ya untuk karunia ilahi. Penerimaan ini, setidaknya secara implisit, berorientasi kepada Kristus dan Gereja. Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa sine ecclesia nulla salus -- "Tanpa Gereja tidak ada keselamatan." Berada dalam Gereja, Tubuh Mistik Kristus, meskipun secara implisit dan sungguh secara misterius, adalah syarat esensial untuk keselamatan.





�St. Thomas Aquinas writes about "the unity of the Mystical Body, without which there can be no salvation; for there is no entering into salvation outside the Church, just as in the time of the deluge there was none outside the ark, which denotes the Church, according to St. Peter (1 Pet 3:20-21)" . Without a doubt the power to pardon belongs to God, and the forgiveness of sins is the work of the Holy Spirit. Nevertheless, forgiveness comes from the application to the sinner of the redemption gained through the cross of Christ (cf. Eph 1:7; Col 1:14, 20). He entrusted the Church with the mission and ministry of bringing salvation to the whole world in his name (cf. Summa Theol., III, q. 84, a. 1). Forgiveness is asked of God and granted by God, but not independently of the Church founded by Jesus Christ for the salvation of all.

St. Thomas Aquinas menulis tentang �persatuan Tubuh Mistik, yang tanpanya tidak dapat ada keselamatan; karena di luar Gereja tidak ada seorang pun masuk ke dalam keselamatan, sama seperti pada masa banjir tidak ada seorang pun yang selamat di luar bahtera yang menggambarkan Gereja menurut St. Petrus (1 Pet 3:20-21).� Tanpa diragukan lagi, kuasa untuk mengampuni menjadi milik Allah dan pengampunan dosa-dosa adalah karya Roh Kudus. Namun demikian, pengampunan dosa berasal dari penerapan pengampunan yang didapat melalui salib Kristus kepada pendosa. Yesus mempercayakan Gereja dengan misi dan pelayanan membawa keselamatan kepada seluruh dunia di dalam nama-Nya. Pengampunan diminta dari Allah dan diberikan oleh Allah, tetapi tidak secara terpisah (independent) dari Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus bagi keselamatan semua orang.


Bila dibandingkan berdasarkan data-data yang ada, justru Santo Yohanes Paulus II adalah Paus yang paling sering menyebutkan atau berkata �Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan� (termasuk variasi penyebutannya) dalam sejarah Gereja Katolik. Ia adalah seorang pembawa perdamaian sekaligus seorang Paus yang memegang teguh dogma Gereja, termasuk Extra Ecclesiam Nulla Salus.

So, apa maksud saya membuat artikel ini?
1. Saya ingin menunjukkan bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus masih merupakan dogma Gereja Katolik sampai sekarang ini. Konsili Vatikan II tidak pernah menghapus dogma ini. Buktinya Santo Yohanes Paulus II masih mengajarkannya secara eksplisit dan langsung. Di samping itu, Santo Yohanes Paulus II beberapa kali memerintahkan publikasi dokumen-dokumen Gereja yang menegaskan Extra Ecclesiam Nulla Salus seperti Dominus Iesus dan Notifikasi Atas Tulisan Jasques Dupuis, SJ mengenai Pluralisme Agama.
2. Karena Santo Yohanes Paulus II ternyata masih mengajarkan EENS, adalah tugas kita untuk mencari tahu bagaimana sih Gereja Katolik memahami dan menjelaskan dogma EENS ini. Ketimbang langsung menolak dogma EENS, adalah lebih baik bagi kita untuk mempelajari dulu dogma ini.

Sekian artikel dari Indonesian Papist yang ke-sekian kalinya membahas mengenai dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus, sebuah ajaran iman Katolik yang paling sering ditolak pada masa sekarang atas nama �toleransi�. Semoga semakin membuka mata kita bahwa di balik kelembutan Santo Yohanes Paulus II, kita melihat ketegasannya akan ajaran Gereja Katolik. Terimakasih kepada situs resmi Vatican yang menyediakan teks-teks berharga ini. EENS bukan semata-mata pendapat pribadi, tetapi merupakan dogma, yaitu ajaran iman Gereja yang wajib dipercayai.

Anda bisa membaca lebih banyak artikel mengenai Extra Ecclesiam Nulla Salus di link ini.

Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter

revisi 21 Maret 2019

Wednesday, December 28, 2011

Mengapa Allah Menjadi Manusia?


Kanak-kanak Yesus di Vatikan - abbey-road.blogspot.com
Kita sedang merayakan Natal, kelahiran Sang Juruselamat dunia. Sang Keselamatan itu hadir ke dunia, Sang Keselamatan itu bayi manusia yang dilahirkan di Betlehem. Allah yang mahatinggi itu menjadi manusia untuk menyelamatkan kita.

Saya yakin banyak di antara kita umat Katolik sering ditanya, �ngapain sih Tuhan repot-repot jadi manusia? bukankah Ia mahakuasa dan dengan mudah bisa menyelamatkan manusia?�

Dua tahun lalu (2009) ketika saya masuk ke sebuah grup diskusi lintas agama antara Kristen dan Islam di facebook, umat Muslim tersebut menanyakan hal yang sama kepada saya.

Sungguh benar bahwa Allah itu mahakuasa dan memang dengan mudah Ia bisa menyelamatkan manusia. Tetapi Allah yang mahakuasa itu hendak menunjukkan tidak hanya kuasa-Nya, tetapi juga kasih-Nya kepada manusia secara nyata. Oleh karena itu Ia menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Nah, sampai di sini, mereka bertanya �Apakah tanpa menjadi manusia, Allah tidak dapat menunjukkan kasih-Nya?�.

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menggarisbawahi bahwa memilih menjadi manusia itu adalah kehendak bebas Allah sendiri. Allah memang mahakuasa tetapi Ia juga memiliki kehendak bebas-Nya sendiri untuk menggunakan segala kuasa-Nya tersebut. Darimana kita tahu apa saja kehendak Allah sehingga Ia memilih menjadi manusia? Dari Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja.

Dan, apa saja kehendak Allah itu sehingga Ia memilih menjadi manusia?

1. Allah menjadi manusia sebab Ia hendak mendamaikan kita dengan diri-Nya dan dengan demikian menyelamatkan kita.
(Katekismus Gereja Katolik 457) Allah "telah mengasihi kita dan telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita" (1 Yoh 4:10). Kita tahu bahwa "Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juru Selamat dunia" (1 Yoh 4:14), bahwa "Ia telah menyatakan Diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa" (1 Yoh 3:5):
"Kodrat kita yang sakit membutuhkan dokter; manusia yang jatuh membutuhkan orang yang mengangkatnya kembali; yang kehilangan kehidupan membutuhkan seorang yang memberi hidup; yang kehilangan hubungan dengan yang baik membutuhkan seorang yang membawanya kembali kepada yang baik; yang tinggal dalam kegelapan merindukan kedatangan sinar; yang tertawan merindukan seorang penyelamat, yang terbelenggu seorang pelepas, yang tertekan di bawah kuk perhambaan memerlukan seorang pembebas. Bukankah itu hal-hal yang cukup berarti dan penting untuk menggerakkan Allah, sehingga Ia turun bagaikan seorang dokter yang mengunjungi kodrat manusiawi, setelah umat manusia terjerat dalam situasi yang sangat menyedihkan dan memprihatinkan" (Bapa Gereja St. Gregorius dari Nisa, or.catech. 14).
2. Allah menjadi manusia sebab Ia ingin supaya kita mengenal cinta kasih Allah.
(KGK 458) "Kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dunia, supaya kita hidup oleh-Nya" (1 Yoh 4:9). "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3:16).
3. Allah menjadi manusia sebab Ia hendak menjadi contoh kekudusan yang sempurna bagi kita.
(KGK 459) "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku" (Mat 11:29). "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh 14:6). Dan di atas gunung transfigurasi, Bapa memerintah: "Dengarkanlah Dia" (Mrk 9:7) Bdk. Ul 6:4-5.. Yesus adalah gambaran inti dari sabda bahagia dan norma hukum yang baru: "Supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu" (Yoh 15:12). Kasih ini menuntut penyerahan diri sendiri, dengan mengikutinya Bdk. Mrk 9:34..
4. Allah menjadi manusia sebab Ia ingin supaya kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi.
(KGK 460) "Untuk itulah Sabda Allah menjadi manusia, dan Anak Allah menjadi anak manusia, supaya manusia menerima Sabda dalam dirinya, dan sebagai anak angkat, menjadi anak Allah" (Ireneus, haer. 3,19,1). Sabda Allah "menjadi manusia, supaya kita di-ilahi-kan" (Atanasius, inc. 54,3). "Karena Putera Allah yang tunggal hendak memberi kepada kita bagian dalam ke-Allah-an-Nya, Ia menerima kodrat kita, menjadi manusia, supaya mengilahikan manusia" (Tomas Aqu., opusc. 57 in festo Corp. Chr. 1).

Sang Keselamatan itu hadir secara nyata, terlihat, terekam dan masuk dalam sejarah manusia. Yesaya 35:4-6 menubuatkan bahwa Allah sendiri datang menyelamatkan manusia.
35:4 Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: "Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!"
35:5. Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka.
35:6 Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara;
Allah hendak datang sendiri ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Siapakah kita yang berani melawan kehendak bebas Allah? Lagipula, bukankah Allah telah menunjukkan salah satu kuasa-Nya dimana Ia mampu  menjadi manusia sepenuhnya tanpa harus kehilangan kodrat ilahi-Nya?
"Sang Ada, yang membuat ada segala yang kelihatan dan tidak kelihatan; lahir dan rela menjadi hamba dan hampa demi segala citra-Nya. Sungguh, misteri agung yang mengagumkan yang pernah ada, tetap ada dan akan terus ada. "- Severinus Klemens
Pax et Bonum

Sunday, December 11, 2011

St. Peter as a Vicar of Christ based on Tradition of the Syriac Church of Antioch


Here is Simon, whom the Lord thrice called upon (saying): �Feed Me My rams and My gentle sheep. I entrust thee with the keys of My spiritual treasury, that thou mayest bind and loose on carth and in heaven. I will install thee Vicar of the heavenly kingdom; rule justly, and govern the children of thy household (the Church)." Syro-Chaldean Liturgy in Comm. SS. Apost. Petri et Pauli. Cod. Vatic. (Syriac) 86, p. 35

Then Peter deservedly received the Vicariate (of Christ) over His people. St. Ephrem., in Sermone de Martyrio, SS. Ap. Petri et Pauli. Cod. Vatic. (Arabic); 199, p. 194, a tergo

And Simon Peter was their head (of the Apostles) ; holding the throne of Christ upon earth. Amrus Matthaei, Nestorian Hist. Cod. De Prop. (Arabic), 45, p. 63

I thas been naturally provided by the Creator that children should not disinherit their parents, but on the contrary, fathers should have authority over their children. . . . Now all perfection should prevail in the Holy Church; so that as one is the veritable Father, one His Son, our Saviour Jesus Christ, one His Spirit, the Paraclete; so also one is His faithful Vicar, Simon Barjona, who has been called (Kipho) the Rock, as (Christ) Himself had promised to him, saying: �Upon this Rock, I will build My Church.� And again, � To thee i will give the keys of the kingdom of heaven.� Nestor. Synod.,(sub Patriarch Dadishoo). Cod. De Prop. (Syriac), 27, p.277.



source: The Tradition of the Syriac Church of Antioch, written by Most Rev. Cyril Behnam Benni (Syriac Archbishop of Mosul)

Pax et Bonum

Sunday, October 2, 2011

Paus Benediktus XVI, St. Siprianus dari Kartago dan Extra Ecclesiam Nulla Salus

St. Siprianus

Dalam Audiensi Umum tanggal 6 Juni 2007, Bapa Suci Benediktus XVI berbicara mengenai salah seorang Bapa Gereja abad ke-3 yang sangat terkenal akan keteguhan imannya dan kesetiaannya pada Gereja Katolik. Bapa Gereja itu adalah Santo Siprianus dari Kartago. St. Siprianus dari Kartago ini adalah Uskup Afrika pertama yang mendapatkan mahkota kemartiran. Pada artikel kali ini, saya mengangkat pembicaraan Bapa Suci Benediktus XVI mengenai St. Siprianus berkaitan dengan pengajaran Sang Santo mengenai Gereja dan Extra Ecclesiam Nulla Salus. Perlu diketahui sebelumnya, kalimat yang terkenal "Extra Ecclesiam Nulla Salus" ini pertama kali diucapkan secara eksplisit oleh St. Siprianus sekalipun pengajaran ini sudah ada sejak awal Gereja berdiri. Mari kita baca pernyataan Bapa Suci Benediktus XVI berikut ini:


Sungguh, Gereja adalah subyek pembicaraan yang paling dia (St. Siprianus) sukai. Ia membedakan antara Gereja yang tampak, hierarkis dengan Gereja yang tidak tampak, mistik. Tetapi ia menegaskan dengan keras bahwa hanya ada Satu Gereja, [Gereja] yang didirikan di atas Petrus.


Dengan tak pernah lelah diulanginya bahwa, �orang yang meninggalkan Tahta Petrus, yang di atasnya Gereja telah dibangun, menipu diri kalau mengira mereka masih di dalam Gereja.�1

Siprianus tahu betul bahwa �Di Luar Gereja tidak ada keselamatan� dan mengungkapkannya dengan kata-kata yang tegas.2 Ia juga tahu bahwa �tak seorang pun dapat mempunyai Allah sebagai Bapa kalau tidak mempunyai Gereja sebagai Ibu�3

Suatu ciri Gereja yang mutlak perlu adalah kesatuan, yang dilambangkan oleh Jubah Kristus yang tidak berjahit.4 Menurut Siprianus, kesatuan itu berdasarkan Petrus5 dan diwujudkan dengan sempurna dalam Ekaristi.6

�Allah adalah satu, dan Kristus adalah satu, dan iman adalah satu dan ada satu umat Kristiani yang dipersatukan dengan kokoh oleh semen kerukunan. Persatuan tidak dapat diputuskan. Dan apa yang karena kodratnya adalah satu tidak dapat dipisahkan.�7

[1] De Unitate 4.
[2] Epistula 4,4 dan 73,21
[3] De Unitate 6.
[4] De Unitate 7.
[5] De Unitate 4.
[6] Epistula 63,13
[7] De Unitate 23

Pax et Bonum

Wednesday, September 28, 2011

Alasan mengapa umat Protestan tidak boleh menerima Komuni Kudus dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik



Dapatkah umat Protestan menerima Komuni Kudus dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik? TIDAK
Dapatkah umat Katolik menerima roti dan anggur perjamuan dalam ibadah Protestan? TIDAK
Baca penjelasannya berikut ini.
-------------------------

Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja menggambarkan Misa - �Kurban Ekaristi� - sebagai �sumber dan puncak seluruh hidup kristiani� (no. 11). Sebagai umat Katolik, kita sungguh percaya bahwa Kurban Misa, melampaui batas waktu dan ruang, secara sakramental menghadirkan kembali kurban Kristus: �Misa adalah serentak, dan tidak terpisahkan, kenangan kurban di mana kurban salib hidup terus untuk selama-lamanya perjamuan komuni kudus dengan tubuh dan darah Tuhan.� (Katekismus Gereja Katolik, No. 1382). Oleh kehendak Bapa Surgawi, dengan kuasa Roh Kudus, dan imamat Yesus Kristus, yang melalui Sakramen Imamat dipercayakan kepada imam-Nya yang bertindak atas nama-Nya, maka roti dan anggur sungguh menjadi (di-transsubstansiasi-kan menjadi) Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Kristus.


Salah satu buah terbesar dari Komuni Kudus, sesuai Katekismus No. 1396, ialah bahwa Ekaristi Kudus membangun Gereja:
�Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membaharui, memperkuat dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan.�
Karenanya, dengan menyambut Komuni Kudus kita sungguh dipersatukan dalam persekutuan umat beriman Katolik yang saling berbagi iman, ajaran-ajaran, tradisi, sakramen, dan kepemimpinan yang sama. 
Berdasarkan perinsip tersebut, kita dapat menjawab pertanyaan pertama: Dapatkah umat Katolik menerima komuni dalam suatu Gereja Protestan atau sebaliknya? Konsili Vatikan II memaklumkan bahwa gereja-gereja Protestan �'terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya' (UR 22). Karena alasan ini, maka bagi Gereja Katolik tidak mungkin ada interkomuni Ekaristi dengan persekutuan-persekutuan ini.� (Katekismus, No. 1400).
 
Pernyataan ini tidak beranggapan bahwa gereja-gereja Protestan tidak mengenangkan wafat dan kebangkitan Kristus dalam pelayanan perjamuan mereka atau percaya bahwa hal tersebut melambangkan persekutuan dengan Kristus. Namun demikian, teologi Protestan berbeda dengan teologi Katolik dalam hal Ekaristi Kudus mengenai kehadiran nyata Kristus, transsubstansiasi, kurban Misa, dan hakikat imamat. Karena alasan ini, kaum Protestan, meskipun mungkin Kristen yang saleh, tidak diperkenankan menyambut Komuni Kudus dalam Perayaan Misa, demikian juga umat Katolik tidak diperkenankan menerima roti dan anggur dalam kebaktian Protestan.

Bapa Suci kita, dalam ensikliknya yang indah, �Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja� (Ecclesia de Eucharistia) mengajarkan,
�Umat beriman Katolik, sembari menghormati keyakinan agama dari saudara-saudari yang terpisah, pantas menghindarkan menerima komuni perayaan mereka, agar tidak timbul salah paham tentang hakikat Ekaristi, dan selanjutnya tidak menyalahi kewajiban menyaksikan kebenaran dengan jelas. Yang sebaliknya akan memperlambat kemajuan upaya menuju kesatuan nyata yang penuh. Mirip dengan itu, juga tak masuk akal menggantikan Misa hari minggu dengan perayaan sabda ekumenis atau ibadat doa bersama dengan umat kristiani dari jemaat-jemaat Gereja yang disebutkan di atas, atau bahkan dengan mengambil bagian dalam ibadat mereka. Perayaan dan ibadat seperti itu, kendati dalam keadaan tertentu pantas dipuji, sebagai persiapan bagi tujuan kesatuan yang penuh, termasuk komuni Ekaristi, namun tak pantas menggantikannya� (No. 30).
Secara obyektif, jika kita mengetahui dan melanggar ketentuan ini dengan menerima komuni di gereja Protestan atau lalai merayakan Misa, kita berbuat dosa berat. 

Oleh sebab itu, hingga perbedaan-perbedaan antara Katolik dan Protestan dipulihkan, �interkomuni� yang sesungguhnya tidak dapat terjadi. Di samping itu, dengan perinsip saling menghormati perbedaan dalam keyakinan masing-masing, seorang Katolik wajib menjauhkan diri dari menerima komuni dalam perayaan Protestan, demikian juga sebaliknya, seorang Protestan dalam Perayaan Misa Katolik. Saya ingat suatu ketika saya menghadiri pemakaman seorang teman di sebuah gereja Protestan, di mana diadakan perjamuan. Pendeta mengundang setiap orang untuk menerima komuni. Saya tidak ikut menerima komuni, karena saya menghormati keyakinan mereka dan keyakinan saya sendiri: saya tidak sepenuhnya menerima segala keyakinan atau praktek kebaktian mereka, demikian juga mereka tidak menerima segala keyakinan Gereja Katolik Roma. Karenanya, menerima komuni akan berarti menyatakan, �Aku ada dalam persekutuan mereka,� padahal sesungguhnya tidak. Lebih buruk lagi, jika saya menerima komuni tersebut, berarti saya menerima sesuatu yang kudus yang mengikat saya sebagai bagian dari persekutuan mereka - setidak-tidaknya begitulah menurut pandangan Katolik - padahal sesungguhnya saya tidak pernah ikut ambil bagian dalam kebaktian mereka sesudah itu. 

Kita patut ingat bahwa menyambut komuni tidak hanya menyangkut pada apa yang diyakini individu yang bersangkutan. Menyambut komuni berarti mengikat orang ke dalam suatu jemaat / gereja, mengidentifikasikan diri sebagai anggota gereja tersebut, dan mengikatnya pada ajaran-ajaran gereja tersebut. Dengan memahami peraturan-peraturan Gereja mengenai penerimaan Komuni Kudus, kita akan lebih menghargai karunia Sakramen Mahakudus, lebih menghargai keyakinan orang lain, dan berjalan menuju persatuan - inilah cinta kasih sejati. Mengabaikan peraturan-peraturan Gereja hanya akan menciptakan rasa persatuan yang semu dan mewujudkan kasih yang dangkal, yang sungguh merupakan musuh utama cinta kasih. 


Pax et Bonum

Friday, September 23, 2011

Yesus Turun Ke Tempat Penantian


1. Fakta. Yesus menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Harga tebusan sudah dibayar dan kehidupan duniawi-Nya sudah berlalu. Sekarang Ia melewati ambang pintu kematian dan masuk ke dalam suatu fase baru penuh rahasia. Apakah yang terjadi pada saat itu? Apabila seorang manusia meninggal maka badan yang tidak berjiwa itu tertinggal. Kebenaran itu berlaku juga bagi Kristus. Orang menguburkan badan itu. Tetapi di manakah jiwa-Nya? Ia sudah menyerahkan jiwa ke dalam tangan Bapa-Nya. Ia menerima apa saja sesuai dengan kehendak Bapa. Jiwa itu turun ke Tempat Penantian. Situasi apakah yang dimaksudkan dengan perkataan �Tempat Penantian� itu? Dalam Perjanjian Lama perkataan itu pada umumnya menunjukkan suatu tempat di mana jiwa orang mati tinggal: yang saleh dan yang berdosa. Lama-kelamaan orang mengadakan pembedaan: yang berdosa dihukum di tempat itu dan yang saleh mengenyam kebahagiaan. Mereka ini berada di dalam tangan Tuhan, mereka berada dalam ketenteraman, mereka berharap akan kebebasan, kebangkitan  dan kebakaan. Dalam kelompok inilah jiwa Kristus menggabungkan diri.


Tempat Penantian ini bukanlah neraka jahanam, tetapi juga diberi nama ruang depan neraka. Tempat ini bukan juga tempat kebahagiaan sempurna, tetapi suatu tempat pengharapan akan kebahagiaan kekal yang akan datang. Sebelum Kristus masuk ke dalam kebahagiaan kekal, tidak ada seorang yang dapat masuk ke dalam surga.
Khotbah Petrus pada pagi hari Pentakosta berisikan kejadian ini.
Allah telah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu. Sebab Daud berkata tentang Dia: �Aku senantiasa memandang kepada Tuhan, karena Ia di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak sorai, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram, sebab engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati dan tidak membiarkan orang kudus-Mu melihat kebinasaan......� Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan bahwa Dia tidak ditinggalkan dalam dunia orang mati dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan. (Kis 2:24-27,31)
Perkataan Kristus yang ditujukan kepada kaum farisi dan ahli taurat menjadi makin terang bagi kita ketika Ia berbicara tentang nabi Yunus. Seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam (Mat 12:40). Badan-Nya sudah dikubur di dalam bumi; jiwanya sudah turun ke tempat penantian.

2. Keadaan Kristus selama beberapa hari antara kematian dan kebangkitan merupakan rahasia besar. Di ruang depan neraka, Kristus mengalami suasana tenang tenteram; Ia hidup dalam pandangan Bapa; sakit dan duka tidak mengganggu-Nya lagi. Ia hanya merindukan kedatangan saat di mana karena kekuasaan ilahi, Ia dapat bersatu lagi dengan badan lalu bangkit dari antara orang mati dengan kodrat yang dimuliakan.

3. Arti daripada turunnya Kristus ke Tempat Penantian. Setiap perbuatan Kristus selalu berkaitan dengan keselamatan dan kebahagiaan kita. Demikian juga di sini. Walaupun ada persamaan di antara Kristus dan manusia lain, namun selalu ada suatu perbedaan besar. Jiwa Kristus datang dan tinggal di sana bukan seperti jiwa-jiwa lain. Di dalam roh itu juga, Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah (1 Petr 3:19-20). Kehadiran Kristus di tempat itu merupakan penyampaian kebahagiaan bagi jiwa yang saleh. Ia menyampaikan hasil pengorbanan-Nya kepada mereka. Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan: Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia. Bukankah �Ia telah naik� berarti bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? (Ef 4:8-9)

Oleh Pater H. Embruiru, SVD dalam �Aku Percaya� Art. 5 No. 1

Monday, August 15, 2011

St. Josemaria Escriva: "...Satu-satunya Kebebasan-yang dapat menyelamatkan manusia adalah kebebasan Kristen"


Tidaklah benar bahwa menjadi seorang Katolik yang baik berarti bertentangan dengan melayani masyarakat dengan tulus. Dengan cara yang sama tidak ada alasan mengapa Gereja dan Negara harus berbenturan ketika mereka melaksanakan otoritas masing-masing, dalam pemenuhan misi Allah yang telah dipercayakan kepada mereka. 
Mereka yang menegaskan sebaliknya (bahwa menjadi Katolik yang baik berarti tidak bisa melayani masyarakat dgn tulus, atau Gereja dan Negara pasti berbenturan, terj) adalah pembohong, ya, pembohong! 
Mereka adalah orang-orang yang sama yang menghormati kebebasan palsu, dan meminta kita umat Katolik untuk melakukan kemauan mereka, kembali ke katakombe. (Furrow, 301) 


Kita [tetap] akan menjadi 'budak' bagaimanapun. Karena kita harus melayani, terlepas apakah kita suka atau tidak, ini kodrat kita sebagai manusia; maka tidak ada hal yang lebih baik daripada menyadari bahwa Cinta telah membuat kita menjadi budak Allah. 
Saat kita menyadari hal ini, kita berhenti menjadi budak dan menjadi teman, anak-anak [Allah]. 
Kemudian kita akan melihat perbedaannya: kita menemukan diri kita menangani pekerjaan jujur dari dunia dengan penuh semangat dan antusias, sama seperti orang lain, tetapi dengan rasa damai di kedalaman hati kita. 
Kita senang dan tenang, bahkan di tengah kesulitan, karena kita tidak meletakkan kepercayaan kita pada hal yang akan berakhir, tetapi pada apa yang kekal. Kami bukan anak-anak budak, tetapi (anak-anak) dari wanita merdeka. [Gal 4:31]. 



Dari mana kebebasan kita berasal? Itu berasal dari Kristus Tuhan kita. 
Ini adalah kebebasan yang Ia tebus bagi kita [Gal 4:31]. 
Itulah mengapa ia mengajarkan, "Apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu akan benar-benar merdeka" [Yoh 8:36]. 
Kita, orang Kristen, tidak perlu meminta orang lain untuk memberitahu kita arti sesungguhnya dari anugerah ini, karena satu-satunya kebebasan yang dapat menyelamatkan manusia adalah kebebasan Kristen. 


Saya ingin berbicara tentang petualangan kebebasan, karena itu menunjukkan bagaimana kehidupan Anda dan saya terungkap. Saya bersikeras bahwa adalah bebas -sebagai anak-anak dan bukan sebagai budak- bahwa kita mengikuti jalan yang telah Tuhan kita tandai untuk masing-masing dari kita. Kita menjalani kebebasan tindakan kita sebagai karunia dari Allah ... 


Kita bertanggung jawab kepada Allah atas semua tindakan yang kita lakukan dengan bebas. Tidak ada ruang di sini untuk anonimitas. Masing-masing menemukan dirinya berhadapan dengan Tuhan, dan mereka dapat memutuskan untuk hidup sebagai teman Tuhan atau sebagai musuh-Nya. 
Ini adalah awal dari jalur perjuangan batin yang merupakan tanggung jawab seumur hidup karena, selama kita berada di bumi ini, kita tidak akan pernah mencapai kebebasan penuh. (Friends of God, 35-36)