Latest News

Showing posts with label Yesus Kristus. Show all posts
Showing posts with label Yesus Kristus. Show all posts

Saturday, December 10, 2011

Katekese Mengenai Silsilah Tuhan Yesus Kristus


Pohon Isai merupakan lambang visual dari silsilah keluarga Tuhan Yesus Kristus. Nama ini diambil dari nubuat Yesaya (11:1): "Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, ... "

Oleh Rena Duff

Silsilah bukanlah bahan yang menarik untuk dibaca jika hanya merupakan sederet nama-nama yang tidak dikenal, sama saja seperti membaca buku daftar nomor telepon. Jika kita mengenal kisah tentang orang-orang yang namanya tercantum di sana barulah silsilah itu menarik. Demikian pula dengan silsilah Yesus.

Hanya Matius (Mat 1:1-17) dan Lukas (3:23-38) yang memasukkan silsilah dan kisah kelahiran Yesus. Markus dan Yohanes mengawali Injil mereka dengan Yesus yang telah dewasa dan tidak mengatakan apa-apa tentang leluhur-Nya dan masa kanak-kanak-Nya. Matius dan Lukas menunjukkan bahwa Yesus adalah keturunan Daud melalui Yusuf, suami Maria. Kedua penginjil ini menegaskan bahwa Maria �mengandung dari Roh Kudus� (Mat 1:20; Luk 1:35) dan Yusuf yang juga merupakan keturunan Daud memberi nama �Yesus� sehingga dengan demikian tergenapilah pengharapan bahwa Mesias adalah anggota keluarga Daud.

Matius menulis silsilah-Nya pada awal Injilnya. Sebelum memulai kisah Yesus, ia lebih dahulu memberikan nama-nama leluhur Yesus. Karena itu Matius juga menceritakan kembali ringkasan sejarah Israel � sejarah keselamatan kita. Matius menelusuri keluarga Yesus melalui Abraham untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah anggota dari umat pilihan Allah dan penggenapan dari harapan mesianik. Abraham berasal dari bangsa kafir dan dalam diri Yesus, anak Abraham, semua bangsa-bangsa kafir akan diselamatkan. Dalam diri �anak Daud� ini, semua orang yang berada dalam kerajaan-Nya akan menjadi �Anak Allah yang diurapi�.

Matius dan Lukas menyajikan nama-nama dalam silsilah mereka dengan urutan yang berbeda. Matius mulai dengan Abraham dan memakai rumusan �memperanakkan� untuk menelusuri keturunan sampai kepada Yesus. Lukas mulai dengan Yesus dan mundur kembali kepada Daud, ke Abraham, ke Adam dan akhirnya Allah: ia memakai istilah �anak�.

Matius membagi silsilahnya menjadi tiga kelompok dari 14 keturunan. Beberapa ahli memperkirakan bahwa Matius memakai kelompok 14 karena itulah nomor yang diberikan kepada Raja Daud. Matius membagi sejarah Yahudi menjadi tiga: Masa Para Bapa Bangsa (kira-kira 750 tahun), masa Kerajaan (kira-kira 400 tahun), dan masa setelah pembuangan (kira-kira 600 tahun). Para ahli juga melihat bahwa ke-14 keturunan dalam tiap masa tersebut dibuat sistematis oleh penulis Injil karena untuk mengisi masa-masa tersebut diperlukan lebih banyak keturunan daripada yang dicatatnya.

Nama-nama yang terdaftar dalam Matius dan Lukas mempunyai perbedaan paling banyak dalam masa Bapa-bapa bangsa. Bagian terakhir dari kedua silsilah berisi nama-nama orang yang tidak dikenal kecuali Sealtiel, Zerubabel, Yusuf dan Yesus. Sungguh ironis bahwa setelah daftar nama sekian banyak pemimpin-pemimpin terkenal dari umat pilihan ini, terdapat nama orang-orang biasa yang tidak dikenal yang kemudian merupakan leluhur dari Raja yang paling agung dari semua raja.

Dengan realistik Matius memasukkan nama-nama pendosa dalam daftarnya. Ia tidak menjauhkan sanak keluarga Yesus yang tidak begitu suci karena Allah tetap memilih untuk berkarya melalui mereka. Cinta kasih Allah memancar bagi yang baik maupun yang jahat, yang penting maupun yang biasa, dan juga atas mereka yang menolak-Nya maupun yang menjawab-Nya.

Silsilah Matius tidak hanya menyebut gelar dan sedikit penjelasan di samping nama-nama tertentu; ia juga memasukkan nama dari lima wanita dalam daftarnya. Kecuali Maria, wanita-wanita lain adalah orang asing atau menikah dengan orang asing. Melalui mereka, orang bukan Yahudi dimasukkan ke dalam leluhur Yesus, mengingatkan kita bahwa leluhur Yesus terdiri dari orang-orang di luar umat pilihan. Hal itu seakan-akan menunjukkan kepada kita bahwa bukan gelar, jenis kelamin, atau perbuatan besar kita yang menjadikan kita khusus di mata Allah, tetapi karena kita adalah makhluk yang dikasihi-Nya yang tercakup juga di dalam rencana-Nya.

Masuknya nama-nama wanita itu tidak hanya hal yang tidak lazim dalam silsilah Yahudi tetapi juga dalam silsilah-silsilah purba. Siapakah wanita-wanita yang disebut Matius ini? Bertentangan dengan harapan kita, mereka bukan selalu wanita-wanita saleh dan baik dari Bangsa Israel. Persamaan mereka adalah bahwa mereka semua adalah orang istimewa, tidak dikira, atau bahkan diselubungi skandal. Dengan menyebut mereka, Matius membuat kita berpikir dua kali � mungkin tiga � mungkin lebih -  tentang siapa yang pantas dipakai Allah.

Silsilah Matius mengingatkan kita bahwa Yesus adalah keturunan Pria dan Wanita, orang saleh dan pendosa, Yahudi dan bukan Yahudi, pemimpin dan pengikut. Maka silsilah itu dipenuhi dengan harapan dan janji bagi kita semua di masa kini. Yesus Kristus memasuki ras manusia untuk menyelamatkan setiap orang. Allah begitu mengasihi setiap manusia, laki-laki atau wanita, terkenal atau tidak dikenal, sehingga ia menjadi manusia, menderita, mati dan bangkit. Maka secara pasti kita pun dapat mengambil bagian dalam hidup kekal bersama-Nya jika kita mengikuti ajaran-Nya.

Matius dan Lukas tidak hanya berbeda dalam jauhnya latar belakang yang mereka berikan, tetapi ada pula bermacam perbedaan lain sehingga kita dapat melihat bahwa silsilah-silsilah itu didasarkan atas tujuan teologis dan bukan hanya keturunan biologis. Lukas mencatat 77 nama dalam 11 kelompok dari 7 nama, sedangkan Matius hanya mencatat 41 nama. Dalam naskah-naskah terdahulu jumlah nama dalam Lukas berkisar dari 63 sampai 78. Dalam daftar nama antara masa dari Abraham sampai ke Daud, Lukas juga mencatat bahwa lebih banyak nama-nama. Dengan memperhitungkan bahwa antara kedua generasi itu terdapat masa tenggang selama 750 tahun, kita bisa melihat bahwa Matius dan Lukas tidak menyebutkan beberapa nama-nama di mana hal ini sering terjadi pada zaman itu.

Matius menyebut nama Salomo dalam leluhur Yesus, sedangkan Lukas menyebut Natan (bukan Nabi Natan yang menasehati Daud), seorang anak Daud yang lain (2 Sam 5:14). Baik Natan maupun Salom adalah anak-anak Daud dan Batsyeba, dan meskipun mereka menurunkan cabang-cabang yang berbeda dalam keturunan Daud, keturunan ini menjadi sama lagi dalam nama Sealtiel, Zerubabel, Yusuf dan Yesus. Bahkan nama ayah Yusuf berbeda dalam Matius dan Lukas: Eli atau Yakub? Para ahli Kitab Suci memberikan alasan yang bermacam-macam bagi perbedaan ini. Salah satu penjelasan terbaiknya ada di artikel �Perbedaan Silsilah Tuhan Yesus� dari situs katolisitas.org.

Meskipun para penulis Injil menggunakan bahan-bahan historis (terutama 1 Tawarikh 1-9, Rut 4, Kejadian 5 dan 11), mereka tidak membuat silsilah-silsilah mereka seperti orang zaman sekarang. Pada abad pertama, silsilah merupakan kombinasi antara fakta sejarah dan pernyataan masyarakat. Silsilah adalah sejarah keturunan seseorang atau suatu kelompok (keluarga, suku, atau bangsa) dari satu leluhur. Tujuan dalam membuat silsilah adalah untuk mengetahui nenek moyang atau identitas seseorang. Maka dalam zaman Alkitab, orang lebih tertarik dan mengetahui leluhur mereka dari pada kita sekarang, tetapi mereka membuat silsilah itu dengan cara yang tidak selalu sesuai dengan kriteria sejarah kita. Lukas tidak memberi komentar pada tiap nama dalam silsilah Yesus kecuali pada Yosef dengan memberikan penjelasan untuk menghindari pertentangan tentang Yesus dikandung oleh perawan, �menurut anggapan orang, Ia (Yesus) adalah anak Yusuf.� (Luk 3:23). 

Beberapa nama dalam silsilah Lukas dicatat dalam sejarah Israel, tetapi beberapa nama lain sama sekali tidak dikenal, mengingatkan kita kepada orang-orang tidak dikenal yang juga mengambil bagian dalam Yesus. Lukas memakai cara Yunani dan Romawi dalam membuat silsilah dengan mempertautkan asal mula seseorang yang terkenal dengan seorang dewa, ia menyebut Yesus sebagai keturuan Adam �Anak Allah� (Luk 3:38). 

Dengan menelusuri silsilah Yesus sampai sebelum Abraham, Bapa Bangsa Yahudi, kepada Adam, maka Lukas menunjukkan kepada orang Kristen non-Yahudi bahwa mereka juga termasuk anggota keluarga Yesus. Lukas menunjukkan bahwa hubungan dengan Yesus tidak hanya milik orang Israel tetapi semua umat manusia. Cara Lukas membuat silsilah yang dimulai dengan generasi masa kini dan diurut ke belakang sampai sekarang masih dipergunakan.

Lukas menempatkan silsilah-silsilahnya setelah mengisahkan kelahiran dan pembaptisan Yesus. Peristiwa-peristiwa luar biasa tentang dikandungnya Yesus, kelahiran-Nya, dan masa kanak-kanak serta pembaptisan-Nya menyoroti Yesus sebagai Putera Allah. Lukas mengimbangi hal ini dengan silsilahnya untuk mengingatkan kita bahwa Yesus juga adalah manusia sepenuhnya.

Silsilah Yesus, Sang Mesias, merupakan silsilah kita karena dengan pembaptisan, kita menjadi saudara-saudari Yesus. Silsilah teologis dan spiritual ini mengingatkan kita bahwa melalui raja-raja dan budak-budak, orang saleh dan pendosa, nabi dan penjahat, karya keselamatan Allah dinyatakan. Dan mereka mengingatkan kita bahwa setiap orang mempunyai peranan sebagai anak Allah di dunia. Setiap orang harus memutuskan �untuk memikul salib setiap hari� dan mengikuti Yesus atau mengikuti jalan kita sendiri dengan mengabaikan-Nya. Semoga damai dan sukacita masa Adven menyertai anda yang sedang menelusuri leluhur Yudeo-Kristian anda bulan ini.


Rena Duff adalah editor dari buletin renungan bulanan God�s Word Today
God�s Word Today Dec 1996.

Pax et Bonum 

Saturday, December 3, 2011

Paus Benediktus XVI: Monoteisme Trinitarian adalah Sumber Kedamaian Personal dan Universal


VATICAN CITY, 2 DEC 2011 (VIS) - Hari ini di Vatikan, Bapa Suci menerima para partisipan dalam sidang pleno tahunan International Theological Commision, yang baru saja menyelesaikan tugasnya di bawah arahan presidennya, Kardinal William Joseph Levada, Prefek Kongregasi untuk Doktrin Iman. [1]

Bapa Suci mendedikasikan sambutannya untuk tiga tema yang telah sedang diperiksa oleh Komisi dalam beberapa tahun terakhir, dengan [urutan] pertama untuk menanggapi pertanyaan tentang Allah dan pemahaman akan monoteisme. Benediktus XVI mengingatkan bagaimana �di belakang pengakuan Iman Kristen akan satu Allah, terletak pengakuan sehari-hari iman umat Israel.� Bagaimana pun juga, dengan Inkarnasi (penjelmaan) Yesus Kristus, �Monoteisme satu Allah menjadi diterangi dengan terang baru secara penuh; cahaya Allah Tritunggal, sebuah misteri yang juga menerangi persaudaraan di antara manusia.� Karena alasan ini, teologi �dapat menolong umat percaya untuk menjadi sadar akan dan menjadi saksi akan fakta kenyataan bahwa Monoteisme Trinitarian menunjukkan kita wajah sejati Allah, ... dan merupakan sumber dari kedamaian personal dan universal.

Komisi juga telah sedang mempelajari kriteria di mana suatu bentuk khusus teologi dapat dianggap sebagai [teologi] �Katolik�. Mengenai hal ini, Paus menjelaskan bahwa �titik awal bagi semua teologi Kristen terletak pada penerimaan personal akan wahyu Ilahi, akan Sabda Allah yang menjadi daging,� dalam �mendengarkan Sabda Allah dalam Kitab Suci.� Namun demikian, sejarah Gereja menunjukkan bahwa �pengakuan akan titik awal ini tidak cukup untuk mencapai kesatuan iman. Kitab Suci harus selalu dibaca dalam konteks tertentu dan konteks satu-satunya di mana umat beriman dapat berada dalam persekutuan penuh dengan Kristus adalah Gereja dan Tradisinya (-nya =  Gereja, red).�
Teologi Katolik, seperti yang telah selalu dilakukannya selama sejarahnya, harus terus memberi perhatian khusus terhadap hubungan antara iman dan akal budi. Sekarang hal ini lebih penting dari sebelumnya �dalam rangka untuk menghindari konsekuensi kekerasan dari religiusitas yang menentang akal budi dan akal budi yang menentang agama.�, demikian kata Paus Benediktus XVI.
  Yang ketiga, International Theological Commision telah sedang memeriksa ajaran-ajaran sosial Gereja dalam konteks yang lebih luas dari doktrin Kristen. �Komitmen sosial Gereja bukanlah semata-mata aktivitas manusia juga bukan sekadar sebuah teori sosial. Perubahan -masyarakat Kristen selama berabad-abad telah menjadi sebuah tanggapan terhadap kedatangan Anak Allah ke dunia. ... Para Pengikut Kristus Sang Penebus mengetahui bahwa tidak ada satupun komunitas manusia dapat hidup dengan damai tanpa kepedulian terhadap orang lain, pengampunan dan cinta kasih bahkan untuk musuhnya. ... Dalam kerjasama kita yang sangat diperlukan bagi kesejahteraan bersama bahkan dengan mereka yang tidak berbagi iman [yang sama dengan] kita, kita harus menjelaskan motivasi-motivasi religius yang benar dan mendalam untuk komitmen sosial kita. ... Orang-orang yang sudah mengetahui dasar dari aktivitas sosial Kristen dapat juga menemukan di dalamnya sebuah stimulus untuk mempertimbangkan iman di dalam Yesus Kristus�, jelas Benediktus XVI.
Sebagai kesimpulan, Paus menyoroti kebutuhan besar Gereja akan refleksi-refleksi para teolog �mengenai misteri Allah dalam Yesus Kristus dan Gereja-Nya. Tanpa aktivitas teologis yang sehat dan kuat, Gereja berisiko [mengalami] kegagalan dalam memberikan ekspresi penuh mengenai harmoni antara iman dan akal budi.�

[1] Tentang Kardinal William Joseph Levada dapat dilihat di artikel "Kepala Inkuisisi Gereja Katolik saat ini: Kardinal Levada"

Pax et Bonum

Friday, November 11, 2011

Apa artinya Kehidupan Kekal?


Anakku, ada sebuah lirik dari sebuah himne indah yang sering kalian nyanyikan, yang menggambarkan kepadamu apa itu maksud �Kehidupan Kekal�; berikut ini liriknya:
�Yang baik bersama Allah di atas surga akan selalu berbahagia; orang-orang fasik dalam api neraka akan terbakar selamanya.�
Kebahagiaan surga, adalah untuk melihat, mencintai dan merasakan Allah selama-lamanya.

Penampakan Kanak-kanak Yesus
Santo Bonifasius, Uskup Lausanne, adalah seseorang yang menderita penyakit panjang dan menjengkelkan. Suatu malam, saat ia berbaring di tempat tidurnya, ia mengeluh kepada Ratu kita yang terberkati (Santa Perawan Maria), yang ia cintai dengan seluruh kasih sayang hatinya, bahwa ia merasa sangat sedih dan letih.

Perawan yang terberkati dengan segera menampakkan diri kepadanya, menggendong Kanak-kanak Ilahi Yesus di lengannya, membungkusnya dengan lampin, sebagaimana Dia dulu berada di kandang domba di Betlehem. Wajah dari Kanak-kanak Suci juga tertutup [oleh lampin tersebut].
Uskup yang baik itu penuh dengan sukacita akan penampakan yang indah itu: tetapi dia paling menginginkan untuk melihat wajah manis Penebus kita.

Yesus, mengetahui pikiran-pikiran yang terlintas di benak uskup itu, mengangkat tangan-Nya, dan membuka kain yang menyembunyikan wajah-Nya yang kudus, dan St. Bonifasius dapat melihatnya.
Orang kudus itu terpesona akan keindahan surgawi itu dan dalam keadaan ekstase ia berseru; � Oh! Jika di surga tidak ada apapun selain Wajah Kudus ini, itu sungguh bernilai selagi menderita seluruh kesengsaraan ini di dunia supaya kita dapat menatap wajah yang begitu mulia.�

Sementara dia terus berdoa, dia penuh dengan Roh, dan dibawa ke dalam Firdaus dan melihat kerubim, betapa mereka terbakar dengan cinta Allah. Kemudian, dia dibawa ke setiap paduan suara malaikat, dan kepada para nabi, dan melihat berbagai macam martabat mereka. Lalu kemuliaan Para Rasul ditunjukkan ke hadapannya. Kemudian dia tiba ke paduan suara para martir dan melihat kemuliaan mereka.

Setelah itu, dia sampai ke paduan suara para pengaku Iman yang meneguhkan Gereja Allah melalui kata-kata dan teladan mereka, dan dia merenungkan kemuliaan mereka. Kemudian dia sampai pada paduan suara para perawan yang mengikuti Anak Domba kemanapun Ia pergi; dia memandang martabat mereka dan dipenuhi dengan kegembiraan akan kemegahan dan keindahan mereka.

Lalu, di atas mereka semua, dia melihat Bunda Allah tak bernoda, dimahkotai dengan kemuliaan yang tak terucapkan, dan dia melihat juga [bahwa] dengan cinta kasih Bunda Maria dihormati oleh Putera-Nya, dan dengan penuh hormat dia dihormati oleh seluruh yang terberkati.

Terakhir, ia tiba di hadapan Kemuliaan Allah, dimana dia melihat Putera di dalam Bapa dan Bapa di dalam Putera dan Roh Kudus berasal dari keduanya, dan betapa Allah dimuliakan oleh orang-orang kudus-Nya.

Ketika ia kembali sadar setelah ekstase ini, dan mencoba menggambarkan apa yang ia lihat, �Saya tidak dapat menggambarkannya�, katanya; �tidak ada lidah manusia yang dapat menggambarkannya, tidak ada pikiran fana yang mampu memahaminya. Kemuliaan di Surga tidak dapat dibayangkan di bumi.�

Source: Lives of the Cistercian Fathers.
 
Namun, anakku, seperti rumahmu, rumah yang Allah buat untukmu. Kalian, untuk selamanya, bukan hanya sebagai seorang penonton dari seluruh keindahan tersebut, tetapi juga untuk berbagi di dalamnya, dan menjadi salah satu dari persekutuan terberkati tersebut (maksudnya: Paduan suara para martir, pengaku iman, dsb). Oh! Betapa mulia masa depan yang disiapkan untuk kalian, anakku, jikalau engkau baik sekarang ini dan tetap baik selama-lamanya. Kalian sekarang melihat apa arti �Kehidupan Kekal�.

Keimanan Santo Thomas More
Thomas More adalah Kanselir Tertinggi Inggris pada masa pemerintahan Raja Henry VIII. Dia adalah seorang yang sungguh-sungguh Katolik dan meskipun bersemangat dalam melayani rajanya, ia lebih bersemangat lagi untuk melayani Allah.

Ketika Henry memberontak melawan Gereja, Henry memasukkan Thomas ke dalam penjara dan terkadang menjatuhi hukuman mati kepada orang-orang yang tidak mengakuinya sebagai Kepala Gereja Inggris.

Ketika Henry memberitahu Sir Thomas More mengenai peraturan ini yang telah ia buat, [yaitu] meminta rakyatnya untuk tunduk kepada otoritasnya dalam hal-hal spiritual, Sir Thomas sekaligus menjawab bahwa ia tidak akan pernah sekalipun mematuhinya. Thomas berkata, �karena hal itu melawan hukum Allah�.

Raja Henry sangat kecewa terhadap penolakan Thomas, bukan hanya karena dirinya sendiri memiliki respek besar kepada Thomas, tetapi karena dia tahu pengaruh besar dari teladan Thomas akan mempengaruhi orang-orang lain. Jadi Henry mencoba, pertama-tama memberi janji, dan kemudian memberi ancaman-ancaman untuk membuat Thomas patuh.

Tapi itu semua sia-sia, karena hamba Raja Surga yang setia ini dengan tegas menyatakan bahwa dia memilih segera mati daripada mengabaikan kewajibannya kepada Allah.

Jawaban ini membuat Raja menjadi marah besar dan dia memerintahkan Thomas untuk segera dimasukkan ke dalam penjara.

Anda memang memiliki kekuasaan atas hidup saya dan atas seluruh yang saya miliki yang berlalu bersama kehidupan,� jawab Thomas si Pemberani ,� Tetapi lebih dari itu, kamu tidak memiliki kuasa atas apapun.�

Raja menjatuhi dia hukuman mati. Tetapi [Raja] berkehendak memberi Thomas sebuah kesempatan untuk menyelamatkan hidup Thomas, ia pergi kepada Margaretha, istri Thomas, dan membujuk Margareta untuk pergi kepada Thomas suaminya dan mencoba untuk mempengaruhinya dengan alasan-alasan menarik yang paling memiliki pengaruh terhadap hati manusia.

�Oh, suamiku,� dia berkata kepada Thomas, �Taatilah perintah Raja seperti yang lain telah lakukan, dan hidupmu akan terhindar [dari kematian].�

�Dan berapa lama, istriku tersayang,�  Thomas menjawab, �berapa lama yang kamu pikirkan bahwa saya akan hidup jika saya melakukan apa yang kamu minta?�

�Selama setidaknya 20 tahun,� istrinya berkata.

�Baik, jika kamu telah berkata 20 tahun, hal itu akan menjadi sesuatu hal lain: tetapi hal itu sungguh menjadi sesuatu yang sangat malang untuk hidup bahkan bertahun-tahun dan mengalami resiko kehilangan Allahku dalam keabadian! Oh tidak, Istriku sayang, Saya pikir kamu akan berkata lebih bijak kepada saya dibandingkan itu. Saya tidak akan setuju untuk tidak taat kepada Allahku dengan cara seperti itu. Saya berjanji kepadanya lagi dan lagi bahwa saya akan melayani-Nya dengan setia sepanjang hari saya dan mencintai-Nya dengan sepenuh hati dan oleh karena rahmat-Nya saya akan melakukannya.�

Sir Thomas More meninggal di tiang gantungan pada 6 Juli 1535.

Source: Dari riwayat hidup St. Thomas More

Anakku, Surga adalah rumahmu. Di surga, tinggallah Bapamu dan Bunda Maria-mu yang tercinta dan seluruh malaikat dan orang kudus. Karena surga, kamu diciptakan dan Surga menjadi tempat tinggal kamu selamanya jikalau kamu baik sekarang. Apakah yang lebih menguntungkan daripada sering memikirkan mengenai Surga sekarang yang kamu dapat lebih yakin untuk mencapainya ketika kamu meninggal?

St. Ignasius memikirkan surga.
St. Ignasius dari Loyola kadang-kadang menghabiskan waktu semalaman memikirkan rumahnya di Surga. Ketika ia berada di Roma, dia sering pergi ke bagian tertinggi dari rumah tempat ia tinggal dan menjaga matanya tertuju kepada Surga. Kemudian ia memikirkan rumah bahagia yang Allah siapkan bagi para hamba-Nya dan penghargaan yang tak terbatas akan diterima oleh mereka yang mencintai-Nya; dan dia sering terdengar berseru; �Oh, betapa keji dan tidak berharga yang dunia ini berikan kepada saya ketika �saya memikirkan sukacita-sukacita Surga�!

Oleh Pater. D. Chisholm
Imam Keuskupan Aberdeen.


Monday, October 3, 2011

Santo Efrem dari Syria mengenai Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

St. Efrem orang Syria

Santo Efrem orang Syria (St. Ephraim the Syrian) adalah salah seorang Bapa Gereja Timur yang berkarya di wilayah Persia (sekarang Iran). Ia lahir di Nisibis pada tahun 306 M dari keluarga Kristiani. Ia wafat di Edessa pada tahun 373 M  akibat penyakit pes.

Bersama Bapa Gereja Syria lain yaitu, Afrahat, St. Efrem menjadi Bapa Gereja terkemuka dari kalangan orang-orang Kristiani berbahasa Syria. St. Efrem sendiri adalah salah seorang Bapa Gereja Timur yang dengan cara unik mampu menggabungkan panggilan sebagai seorang teolog dan panggilan sebagai seorang penyair. Berikut ini adalah terjemahan bebas dari salah satu himnenya mengenai Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria.

Sang Tuhan datang ke dalam ia (Maria) dan menjadi hamba. Sang Sabda datang ke dalam ia dan membisu di dalam ia. Sang Petir datang ke dalam ia dan tidak bersuara. Sang Gembala segalanya datang ke dalam ia, menjadi Anak Domba di dalam ia dan keluar sambil menangis.

Rahim Ibu Maria mengubah peranan-peranan. Oh, Pengatur segalanya masuk kaya tapi lahir miskin. Sang Mahaagung masuk ke dalam ia, IA datang dengan rendah hati. Cahaya masuk ke dalam ia, namun dibungkus lampin hina.
IA yang memberi makan segala sesuatu mengenal rasa lapar. IA yang memuaskan segala dahaga mengenal kehausan. Telanjang dan tak berdaya. IA lahir daripada ia, IA yang mendandani segala sesuatu. (Ephraim, Hymn De Nativitate 11:6-8)
Pax et Bonum

Monday, September 26, 2011

Keindahan Ajaran Kristus

Yesus Kristus dan St. Fransiskus Assisi


Kita dapat sampai kepada suatu keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah Penebus terjanji, apabila kita memperhatikan isi pewartaan-Nya. Kita perhatikan beberapa aspek dari ajaran-Nya itu.

1. Kebahagiaan. Kristus datang bukan  hanya untuk mengajarkan kepada kita siapa Allah dan siapa manusia. Ia juga datang untuk menyampaikan kepada kita apa yang dilakukan Allah untuk kebahagiaan kita di mana kita dapat menemukan kebahagiaan itu dan kita dapat menemukan jalan-jalan mana yang kita butuhkan untuk mencapainya. Ia datang untuk menyampaikan kepada kita bahwa masih ada jalan kembali untuk mereka yang sudah mengasingkan diri dari Allah dan bahwa kita masih dapat mengambil bagian pada kehidupan Allah dan pada hal-hal ilahi. Khotbah-Nya tidak terdiri dari perkataan semata-mata, tetapi khotbah-Nya itu mencapai puncaknya pada perbuatan, ialah kematian-Nya di kayu salib. Hanya dengan dan di dalam dan melalui Kristus, kita dapat bersatu dengan Allah.

Dengan perantaraan kematian-Nya, Kristus telah mendirikan kerajaan Allah yang sekarang ini sudah berada di tengah kita. Di dunia yang fana ini, kerajaan Allah telah berada di tengah manusia yang lemah dan berdosa. Kita belum dapat melihat kemegahan kerajaan itu oleh karena masih ditantang oleh dunia dan masih disurami oleh dosa kita. Kita masih menantikan saat yang definitif, kemenangan terakhir dan manifestasi kerajaan ini dalam kemuliaannya pada akhir zaman apabila Kristus datang kembali.


2. Hukum Kesusilaan. Sebelum dan sesudah Kristus, dapat dicatat banyak pengkhotbah kesusilaan. Juga mereka mengemukakan hal yang bagus dan indah mengenai kesusilaan. Tetapi tidak ada seorang yang dapat melebihi Kristus.

Kristus tidak hanya menyampaikan garis-garis umum mengenai cinta kasih terhadap manusia, kebaikan terhadap sesama dan persamaan untuk semua orang. Ia menuntut bahwa kita harus mencintai sesama; kalau tidak, kita tidak mungkin mencintai Allah dengan sesungguhnya. Cintakasih itu sifatnya harus sedemikian umumnya sehingga mencakup juga musuh-musuh kita. Kita harus mengampuni penghinaan, membalas yang buruk denganyang baik, dan mengikuti Bapa Surgawi dalam belaskasihan-Nya. Cintakasih harus tanpa pamrih sehingga jika perlu kita berkorban bagi sesama kita dan menanggung dengan sabar segala ketidakadilan.

Kristus sangat menekankan nilai dan keperluan doa. Doa harus dilakukan dengan hormat, penuh pengharapan dan cinta kasih. Ia menghendaki agar doa dijalin menjadi satu dengan kehidupan. Kita harus berdoa terus-menerus. Doa harus mempertahankan pergaulan yang mesra antara kita dengan Allah.

Selanjutnya Kristus minta dari para pengikut-Nya cinta akan kebenaran, kejujuran, keadilan, kekuatan dan kebesaran jiwa, kemurnian, hormat terhadap kewibawaan karena ia berasal dari Allah, ketaatan terhadap Gereja yang memiliki otoritas mengajar, penyangkalan terhadap kefanaan dan matiraga. Tetapi di atas segala-galanya terdapat cintakasih, baik terhadap Allah maupun terhadap sesama karena keduanya merupakan satu kesatuan. Kristus tidak memberikan tuntutan yang mudah atau ajaran yang melempem.

3. Universalitas. Kebahagiaan yang dibawakan oleh Penebus dan ajaran yang ia khotbahkan diperuntukkan kepada semua orang. Sifatnya universal. Pertama sekali pada tingkat horizontal; untuk semua manusia dari semua zaman, semua bangsa, sukubangsa dan tingkat kemasyarakatan, semua pekerjaan, umur dan tingkat pengetahuan. Tetapi juga pada tingkat vertikal. Gereja Kristus adalah Gereja untuk seluruh manusia; Gereja itu memperhatikan aspek rohani dan jasmani. Gereja ini mempengaruhi kekuatan spiritual, perasaan dan hati manusia. Di samping itu, Gereja ini tidak mengabaikan badan. Ia menguduskan yang jasmani dan mempergunakannya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Kristus mau mendirikan di bumi ini kerajaan Allah di dalam Gereja yang kelihatan dengan hierarki yang kelihatan juga.

Kristus telah mempergunakan lambang-lambang jasmani sebagai jalan pengudusan dan kontak dengan Allah. Ia sendiri telah menjadi manusia dan telah mengambil sosok tubuh. Dengan demikian Ia telah menguduskan yang jasmani. Ia tidak meremehkan yang jasmani, oleh karena badan juga telah ditentukan untuk kemuliaan lahiriah apabila orang-orang terpilih akan mengambil bagian dalam kemuliaan Kristus.

Disadur dari buku Aku Percaya karya Pater H. Embruiru, SVD.

Pax et Bonum

Friday, September 23, 2011

Yesus Turun Ke Tempat Penantian


1. Fakta. Yesus menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Harga tebusan sudah dibayar dan kehidupan duniawi-Nya sudah berlalu. Sekarang Ia melewati ambang pintu kematian dan masuk ke dalam suatu fase baru penuh rahasia. Apakah yang terjadi pada saat itu? Apabila seorang manusia meninggal maka badan yang tidak berjiwa itu tertinggal. Kebenaran itu berlaku juga bagi Kristus. Orang menguburkan badan itu. Tetapi di manakah jiwa-Nya? Ia sudah menyerahkan jiwa ke dalam tangan Bapa-Nya. Ia menerima apa saja sesuai dengan kehendak Bapa. Jiwa itu turun ke Tempat Penantian. Situasi apakah yang dimaksudkan dengan perkataan �Tempat Penantian� itu? Dalam Perjanjian Lama perkataan itu pada umumnya menunjukkan suatu tempat di mana jiwa orang mati tinggal: yang saleh dan yang berdosa. Lama-kelamaan orang mengadakan pembedaan: yang berdosa dihukum di tempat itu dan yang saleh mengenyam kebahagiaan. Mereka ini berada di dalam tangan Tuhan, mereka berada dalam ketenteraman, mereka berharap akan kebebasan, kebangkitan  dan kebakaan. Dalam kelompok inilah jiwa Kristus menggabungkan diri.


Tempat Penantian ini bukanlah neraka jahanam, tetapi juga diberi nama ruang depan neraka. Tempat ini bukan juga tempat kebahagiaan sempurna, tetapi suatu tempat pengharapan akan kebahagiaan kekal yang akan datang. Sebelum Kristus masuk ke dalam kebahagiaan kekal, tidak ada seorang yang dapat masuk ke dalam surga.
Khotbah Petrus pada pagi hari Pentakosta berisikan kejadian ini.
Allah telah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu. Sebab Daud berkata tentang Dia: �Aku senantiasa memandang kepada Tuhan, karena Ia di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak sorai, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram, sebab engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati dan tidak membiarkan orang kudus-Mu melihat kebinasaan......� Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan bahwa Dia tidak ditinggalkan dalam dunia orang mati dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan. (Kis 2:24-27,31)
Perkataan Kristus yang ditujukan kepada kaum farisi dan ahli taurat menjadi makin terang bagi kita ketika Ia berbicara tentang nabi Yunus. Seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam (Mat 12:40). Badan-Nya sudah dikubur di dalam bumi; jiwanya sudah turun ke tempat penantian.

2. Keadaan Kristus selama beberapa hari antara kematian dan kebangkitan merupakan rahasia besar. Di ruang depan neraka, Kristus mengalami suasana tenang tenteram; Ia hidup dalam pandangan Bapa; sakit dan duka tidak mengganggu-Nya lagi. Ia hanya merindukan kedatangan saat di mana karena kekuasaan ilahi, Ia dapat bersatu lagi dengan badan lalu bangkit dari antara orang mati dengan kodrat yang dimuliakan.

3. Arti daripada turunnya Kristus ke Tempat Penantian. Setiap perbuatan Kristus selalu berkaitan dengan keselamatan dan kebahagiaan kita. Demikian juga di sini. Walaupun ada persamaan di antara Kristus dan manusia lain, namun selalu ada suatu perbedaan besar. Jiwa Kristus datang dan tinggal di sana bukan seperti jiwa-jiwa lain. Di dalam roh itu juga, Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah (1 Petr 3:19-20). Kehadiran Kristus di tempat itu merupakan penyampaian kebahagiaan bagi jiwa yang saleh. Ia menyampaikan hasil pengorbanan-Nya kepada mereka. Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan: Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia. Bukankah �Ia telah naik� berarti bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? (Ef 4:8-9)

Oleh Pater H. Embruiru, SVD dalam �Aku Percaya� Art. 5 No. 1