Latest News

Showing posts with label Sejarah di dalam Gereja Katolik. Show all posts
Showing posts with label Sejarah di dalam Gereja Katolik. Show all posts

Friday, December 16, 2011

Apakah Natal itu Hasil Adopsi dari Perayaan Pagan Romawi?


Bila kita melihat artikel dari blog ini sebelumnya yang berjudul �Asal Usul Perayaan Natal�, maka kita akan melihat fakta menarik bahwa tanggal 25 Desember adalah hasil dari usaha-usaha Para Bapa Gereja berdasarkan perhitungan kalender dan studi sejarah untuk mencari tahu mengenai tanggal kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perayaan pagan non-Katolik. Tetapi, banyak umat Kristen dan non-Kristen menganggap bahwa perayaan kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember adalah sebuah bentuk adopsi terhadap perayaan pagan kekaisaran romawi. Bahkan sejumlah umat non-Kristen menuduh Kaisar Konstantinus Agung menetapkan pada Konsili Nicea 325 M supaya Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember sebagai bentuk adopsi terhadap perayaan pagan ke dalam Kekristenan. Mitos ini begitu terpatri kuat dalam benak banyak orang bahkan banyak umat Katolik sendiri terpengaruh dengan hal ini.

Pertama-tama, dokumen Konsili Nicea I pada tahun 325 M sama sekali tidak berisi apapun mengenai Perayaan Natal. Silahkan cek isi Konsili Nicea I di artikel ini. Entah dari mana datangnya tuduhan bahwa Kaisar Konstantinus adalah orang yang menetapkan Natal. Terlihat sekali ada usaha untuk mendiskreditkan Katolik dengan menuduh demikian.

Kedua, Natal bukanlah sebuah perayaan yang diadopsi dari perayaan pagan Kekaisaran Romawi. Penjelasan mengenai hal ini cukup panjang.

Puritans against Christmas
A colonial Puritan governor stops the merrymaking of Christmas festivities (1883)

Pendapat bahwa Natal diadopsi dari perayaan pagan muncul pada abad ke-17 dari kalangan Protestan aliran Puritan di Inggris dan Presbiterian di Skotlandia. Kedua denominasi Protestan ini sangat membenci banyak hal-hal berbau Katolik atau yang memiliki asal-usul dari Gereja Katolik. Kemudian, seorang pendeta Protestan berkebangsaan Jerman bernama Paul Ernst Jablonski mendukung pernyataan dua denominasi di atas dengan mengatakan bahwa perayaan Natal adalah perayaan pagan romawi yang mengkorupsi dan memaganisasi Kekristenan yang murni.

Klaim-klaim yang dipaparkan adalah bahwa Natal diadopsi dari dua perayaan pagan, Perayaan Saturnalia untuk menyembah Dewa Saturnus dan Dies Natalis Solis Invicti (Birth of Unconquered Sun / Kelahiran Matahari tak tertaklukkan).

Banyak mitos beredar bahwa Saturnalia dirayakan pada tanggal 25 Desember sehingga orang-orang menganggap Natal diadopsi dari perayaan Saturnalia ini karena tanggalnya sama. Tetapi tidak seperti itu faktanya.

Perayaan Saturnalia adalah perayaan romawi kuno untuk penyembahan terhadap Dewa Saturnus. Pada permulaan bulan Desember, para petani sudah harus menyelesaikan segala aktivitas pertanian musim gugurnya (De Re Rustica, III.14) dan kemudian dilanjutkan dengan penyembahan terhadap Saturnus dengan sebuah perayaan bernama Saturnalia. Saturnalia resminya dirayakan pada tanggal 17 Desember hingga 23 Desember. Kaisar Augustus menguranginya menjadi tiga hari sehingga instansi-instansi sipil tidak perlu tutup lebih lama dari seharusnya, dan Kaisar Kaligula menambahkannya menjadi lima (Suetonius, XVII; Cassius Dio, LIX. 6). Terakhir, Kaisar Klaudis mengembalikan perayaan ini seperti semula. (Dio, LX.25). Jadi, mengapa dikatakan Natal diadopsi dari Saturnalia? Tidak ada tanggal 25 Desember pada Perayaan Saturnalia ini.

Kaisar Aurelianus
Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini adalah perayaan pagan romawi yang paling sering dijadikan dasar tuduhan bahwa Natal diadopsi dari perayaan Dies Natalis Solis  Invicti. Tuduhan ini sama sekali tidak memiliki substansi sejarah mengingat Natal telah dirayakan secara sederhana di katakombe-katakombe sejak abad-abad awal. [Daniel Rops, Pri�res des Premiers Chr�tiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229]. Fakta berbicara sebaliknya dari mitos ini. Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini justru adalah perayaan pagan yang ditetapkan untuk menandingi perayaan Natal Gereja Perdana (Gereja Katolik).

Kaisar Aurelianus yang memerintah dari tahun 270 M hingga tahun 275 M sangat membenci Kekristenan. Dia menetapkan Dies Natalis Solis Invicti pada tanggal 25 Desember 274 sebagai alat untuk mempersatukan kultus-kultus pemujaan pagan di sekitar Kekaisaran Romawi untuk merayakan �kelahiran kembali� matahari. Aurelianus memimpin sebuah kekaisaran yang nyaris runtuh akibat perpecahan internal, pemberontakan-pemberontakan, krisis ekonomi, dan serangan-serangan dari suku bangsa German di utara dan Kerajaan Persia di timur.

Dalam menetapkan perayaan baru ini, Aurelianus berharap �kelahiran kembali� matahari menjadi simbol harapan bagi �kelahiran kembali� Kekaisaran Romawi dengan merayakan penyembahan terhadap dewa yang menurut mereka telah membawa kekaisaran Romawi ke dalam kebesaran dan kejayaan di dunia.

Penetapan perayaan pagan pada tanggal 25 Desember 274 ini oleh Aurelianus bukan hanya sekadar manuver politik saja tetapi juga sebuah usaha untuk memberikan signifikansi pagan terhadap tanggal 25 Desember yang merupakan salah satu tanggal penting Gereja Perdana (Gereja Perdana=Gereja Katolik). Perkembangan Gereja Katolik yang pesat sejak kelahirannya pada tahun 33 M saat Pentakosta semakin hari semakin memberi dampak dan pengaruh yang besar terhadap Kekaisaran Romawi. Hal ini menurut Aurelianus dan beberapa Kaisar Romawi lainnya perlu dihilangkan. Penetapan Dies Natalis Solis Invicti ini dapat kita katakan sebagai salah satu usaha Aurelianus untuk menandingi perayaan Natal Gereja Katolik yang merayakan kelahiran Sang Terang Abadi dan Tak Tertaklukan, Yesus Kristus.

Terlepas dari pasti atau tidak pastinya tanggal 25 Desember sebagai tanggal asli kelahiran Kristus, Natal tetaplah merupakan Hari Raya yang ditetapkan Gereja Katolik untuk merayakan kelahiran Kristus berdasarkan usaha-usaha Para Bapa Gereja untuk menemukan tanggal historis kelahiran Yesus Kristus. Natal sama sekali bukan perayaan pagan yang diadopsi ke dalam Kekristenan tetapi sebuah perayaan yang berasal dari dalam Gereja Katolik sendiri. Pernyataan bahwa Natal adalah perayaan pagan yang diadopsi oleh Gereja Katolik adalah pernyataan yang sama sekali merupakan sebuah mitos.


Referensi: 
1. Christmas Was Never a Pagan Holiday by Marian T. Horvath, Ph. D. 
2. Calculating Christmas by William J. Tighe (Professor Sejarah dari Muhlenberg  College di Allentown, Pennsylvania), diterbitkan di majalah Touchstone December 2003
3. Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists December 2007

Pax et Bonum

Thursday, December 8, 2011

Gedung Gereja Protestan Convert/Pindah Menjadi Gedung Gereja Katolik


Eksterior Crystal Cathedral
Crystal Cathedral, suatu gedung gereja miliki suatu denominasi Protestan yang mewah dan unik di daerah Orange County, California, akhirnya resmi menjadi milik Keuskupan Orange. Keuskupan Orange membeli gedung ini dengan harga 57,5 juta dollar AS, mengalahkan tawaran Universitas Chapman sebesar 59 juta dollar. Pemilik gedung gereja ini, Pendeta Robert H. Schuller beserta keluarga, lebih memilih menjual gedung gereja ini kepada Keuskupan Orange ketimbang kepada Universitas Chapman karena Gereja Katolik Keuskupan Orange berkomitmen menjaga gedung ini tetap sebagai tempat ibadah, sementara Universitas Chapman hendak mengubahnya menjadi kampus satelit dan tempat sekuler. Sang pemilik Crystal Cathedral ini mengalami kebangkrutan sehingga terpaksa menjualnya.

Pembelian ini adalah solusi terbaik yang dimiliki Keuskupan Orange untuk mengatasi permasalahan akibat kurangnya daya tampung gedung Gereja Katolik di sana. Ketimbang membangun gedung baru dengan biaya sekitar 250 juta dollar, pembelian dan renovasi Crystal Cathedral akan menghemat setengah dari angka 250 juta tsb. Keuskupan Orange adalah Keuskupan terbesar ke-10 dari 195 Keuskupan yang ada di AS. Jumlah umat Katolik di sana mencapai 1,2 juta orang.

Interior Crystal Cathedral
Keuskupan Orange akan mengizinkan sang pendeta dan karya pelayanannya berlangsung di Crystal Cathedral selama 3 tahun ke depan sembari Keuskupan Orange melakukan renovasi supaya Cathedral ini sesuai dengan tata Liturgi Gereja Katolik. Sang Pendeta sendiri memiliki respek yang besar terhadap Gereja Katolik. Bahkan ia pernah mengundang alm. Uskup Agung Fulton Sheen untuk berbicara di Crystal Cathedral. Patung Sang Uskup bahkan ditempatkan di dalam gedung Cathedral ini.

Patung alm Uskup Agung Sheen di Crystal Cathedral

Crystal Cathedral sendiri adalah landmark kota Orange County. Ada lebih dari 10.000 panel kaca pada gedung ini. Crystal Cathedral yang membiaskan cahaya matahari sehingga menjadi pelangi tujuh warna akan segera menyinarkan cahaya Iman Katolik dengan tujuh Sakramen Kudusnya bagi Orange County.

Pax et Bonum


Wednesday, December 7, 2011

[Silahkan dishare] Katekese Singkat Di Hari Raya Santa Maria Dikandung Tanpa Noda


Katekese Singkat di Hari Raya Santa Maria Dikandung Tanpa Noda:

Di beberapa tanggapan di page Gereja Katolik, masih terjadi salah kaprah antara Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria dengan Hari Raya Santa Perawan Maria dikandung tanpa noda. Pertama-tama, dalam perayaan liturgi Gereja Katolik, Hari Raya (Solemnity) lebih tinggi tingkatannya dari Pesta (Feast). Pada Hari Raya, umat Katolik diwajibkan menghadiri Perayaan Ekaristi. Pada Pesta, umat Katolik sangat disarankan menghadiri perayaan Ekaristi.

Kemudian, Hari Raya Santa Perawan Maria dikandung tanpa noda dirayakan pada tanggal  8 Desember. Sedangkan Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria dirayakan pada tanggal 8 September.

Mengapa 8 Desember dan mengapa 8 September?

Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda berarti bahwa Santa Perawan Maria oleh karena rahmat dan kuasa Allah, terbebas dari noda dosa sejak awal ia dikandung oleh ibunya, St. Anna. Maria dipersiapkan Allah untuk menjadi tempat kediaman-Nya di dunia untuk menyelamatkan manusia. Oleh karena Allah tidak dapat bersatu atau terkena noda dosa, maka Maria dikuduskan oleh Allah sejak awal ia dikandung supaya menjadi layak bagi Allah. 
St. Maria kepada St Bernadetta: "Akulah yang dikandung tanpa noda."

Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda jatuh pada tanggal 8 Desember karena pada tanggal 8 Desember 1854, Beato Paus Pius IX, menegaskan dan mendefinisikan secara resmi Dogma Santa Perawan Maria dikandung Tanpa Noda dalam Bulla Kepausan, Ineffabilis Deus. 

Kelahiran Santa Perawan Maria

Sedangkan, Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria pertama-tama dirayakan di Gereja-gereja Timur. Dokumen terawal yang kita miliki mengenai hal ini adalah Himne Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria pada abad ke-6 karangan St. Romanus, seorang penyair terkenal dari Gereja Yunani. Baru pada abad ke-7 perayaan ini hadir di Gereja Barat, pertama-tama di Keuskupan Rheims. Pesta ini, sebelum keluarnya Bulla Ineffabilis Deus di atas, dirayakan pada tanggal berbeda di berbagai tempat. Namun sejak keluarnya Bulla Kepausan di atas, Pesta ini dirayakan di berbagai tempat pada tanggal yang sama yaitu tanggal 8 September. 8 September ditentukan berdasarkan penghitungan pengandungan tradisional (9 bulan). Maria dikandung pada 8 Desember dan lahir sembilan bulan kemudian, 8 September.

Demikian katekese singkatnya, semoga menjadikan kita semakin mencintai Bunda Maria.

Pax et Bonum


Referensi:
Bulla Kepausan Ineffabilis Deus
Ensiklopedia Katolik

Sunday, October 30, 2011

Ringkasan Sejarah �Reformasi� Protestan


Uskup Richard Gilmour
Artikel ini saya dapatkan dari sebuah buku berjudul Bible History halaman 290-296 yang ditulis oleh Uskup Cleveland bernama (alm) Uskup Richard Gilmour, D.D. pada akhir tahun 1800an. Buku ini mendapatkan Apostolic Benediction (Berkat Apostolik) dari (alm) Paus Leo XIII. Dalam buku ini, dapat kita temukan berbagai kejadian-kejadian penting dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Di dalam buku ini juga ditambahkan Kompendium (Ringkasan) Sejarah Gereja.

Buku ini ditulis untuk dipergunakan oleh Sekolah-sekolah Katolik di Amerika Serikat. Selain mendapat berkat apostolik dari Paus Leo XIII, buku ini juga diterima baik dan dipuji oleh lebih dari 30 Uskup di Inggris dan Amerika Serikat.

Pada artikel ini, saya akan mengangkat mengenai �Reformasi� Protestan.  Ternyata ada banyak informasi-informasi yang belum saya dan anda ketahui mengenai peristiwa ini.

Faktor-faktor Penyebab Reformasi
Dua penyebab yang berkontribusi besar bagi suksesnya �Reformasi� adalah penurunan moral orang-orang pada masa itu dan penyebaran ajaran sesat dari Wycliffe dan Huss. Kekayaan yang besar dari biara-biara pada masa itu dengan jelas membawa sikap-sikap indisipliner di antara para anggotanya, sementara penerimaan universal Katolisitas telah mematikan semangat untuk memeliharanya (Katolisitas dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa). Penemuan mesin cetak pada masa Luther memberikan kemungkinan untuk penyebaran ajaran sesat dengan sangat cepat. Perlu ditambahkan bahwa perseteruan panjang pada masa itu antara Gereja dan penguasa-penguasa Sekuler juga melemahkan otoritas Gereja.
John Wycliffe
Pada tahun 1356, John Wycliffe, seorang anggota Universitas Oxford, Inggris, mulai berkhotbah melawan Ordo-ordo Para Pengemis / Medicant. Empat tahun setelahnya (1360), dia menyerang seluruh ordo-ordo gerejawi. Dia mengajarkan bahwa Paus bukan kepala Gereja, bahwa Uskup tidak lebih superior dari Imam-imamnya, bahwa Imam-imam dan Hakim-hakim Sipil kehilangan otoritasnya ketika mereka jatuh dalam dosa berat / mortal sin. Dan semua serangannya ini diakhiri dengan penolakannya terhadap Kehadiran Nyata Tuhan Yesus Kristus dalam rupa Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi dalam Perayaan Ekaristi.

Doktrin-doktrin sesat ini dengan mudah menemukan para pengikutnya, yaitu kaum Lollards. Mereka menyebabkan gangguan umum besar, menyatakan bahwa mereka memiliki hak untuk berkhotbah di mana pun dan kapan pun mereka suka. Pada tahun 1380, Wycliffe menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Inggris dan empat tahun setelah ia meninggal (1384), ia dihukum dan ditolak oleh Paus Roma dan beberapa konsili gerejawi di Inggris. Doktrin-doktrinnya kemudian dikutuk dalam Konsili Constance (1415), begitu juga dengan doktrin-doktrin kreasi John Huss yang mulai berkhotbah menyebarkan ajarannya di Bohemia (bagian dari Rep. Ceska sekarang, asalnya pemain bola terkenal seperti Pavel Nedved, Petr Cech dan Jan Koller).

Pada tahun 1402, Jerome dari Praha kembali dari Oxford, di mana dia telah belajar di sana dan mulai berkhotbah dan menyebarkan doktrin-doktrin John Wycliffe. Dia kemudian digantikan oleh John Huss pada tempat yang sama. John Huss ini tidak hanya mengajarkan doktrin-doktrin sesat Wycliffe tetapi lebih jauh dari itu ia juga menolak otoritas Paus, menyerang kaum tertahbis, doktrin-doktrin Gereja mengenai Indulgensi (penghapusan siksa sementara, tidak sama dengan pengampunan dosa), Santa Perawan Maria, Para Kudus dan Komuni dalam satu rupa.
John Huss
Doktrinnya dengan cepat menyebar di seluruh Bohemia. Pada tahun 1414, Konsili Constance diselenggarakan di mana sebelum ia muncul di sana, ia telah lebih dahulu dihukum dan dibakar di tiang pada tahun 1415 oleh penguasa sekuler. Tahun berikutnya, para pengikut John Huss berkembang menjadi pasukan yang besar dan mengambil alih Bohemia dan akhirnya tidak bisa diatasi sampai tahun 1436; tetapi pada masa ini, doktrin-doktrinnya telah menyebar luas. Benih telah ditaburkan dan pada tahun 1517 muncul buahnya dalam heresi (ajaran sesat) oleh Martin Luther dimana Luther mulai berkhotbah menolak Indulgensi dan mempertahankan heresi / ajaran sesat yang diajarkan oleh Wycliffe dan Huss.

Tidak dapat ditolak bahwa penurunan moral orang pada masa itu termasuk kaum tertahbis dan biarawan berkontribusi besar pada penyebaran ajaran sesat ini. Sementara itu kekayaan Gereja digunakan sebagai dalih munafik untuk menyerang kaum klerus (tertahbis). Di samping itu, doktrin-doktrin Wycliffe dan Huss mendorong secara langsung pemberontakan melawan otoritas yang ada. Hal yang sama dalam derajat yang lebih buruk terjadi di bawah pimpinan Luther. Doktrin-doktrin Luther tidak hanya mendorong pemberontakan melawan otoritas tetapi juga menjadi sebuah bentuk keangkuhan dan kesombongan intelektual terburuk.

Luther
Pada tanggal 10 November 1483, Martin Luther, yang pertama dan pemimpin dari Para Reformer Protestan, lahir di Eisleben, daerah Saxony. Pada tahun 1505 ia menjadi biarawan Ordo St. Agustinus, dan segera setelah itu ia ditunjuk sebagai professor di Universitas Wittenberg.
Martin Luther
Pada tahun 1517, Paus Leo X menerbitkan Jubilee dan mengarahkan supaya sedekah yang diberikan hendaknya dikirim ke Roma untuk membantu menyelesaikan Basilika St. Petrus yang sedang dibangun. John Tetzel, Superior Ordo Dominikan, ditunjuk untuk menyampaikan Jubilee ini di seluruh Jerman. Tindakan ini sungguh tidak menyenangkan Luther karena ia merasa Ordo Agustinian tidak diundang untuk terlibat dalam pewartaan soal Jubilee ini.

Pertama-tama, Luther hanya menyerang Ordo Dominikan, tetapi dalam waktu singkat ia juga menyerang surat Indulgensi itu sendiri dengan menerbitkan deklarasi terkenalnya pada tanggal 31 Oktober 1517 yang menjadi benih-benih Reformasi Protestan. Pada tahun 1520, doktrin-doktrinnya ditolak oleh Paus dan Luther diekskomunikasi.

Pada tahun 1522, Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Jerman dan dengan ini memproklamasikan Doktrin �Kitab Suci yang terbuka dan Interpretasi yang bebas� sebagai suatu prinsip fundamental. Dia juga menolak supremasi Paus, otoritas Gereja, Selibat, daya guna Sakramen-sakramen, Api Penyucian / Purgatorium, dan pengajaran Gereja mengenai Justifikasi dan Dosa Asal.

Luther melarang para pengikutnya untuk menghormati Santo-santa atau untuk menaati perintah-perintah Gereja, menolak semua sakramen kecuali Pembabtisan dan Perjamuan Tuhan. Dia juga mengajarkan bahwa iman tanpa perbuatan baik akan menyelamatkan, bertentangan dengan pengajaran Katolik yang mengajarkan bahwa manusia diselamatkan oleh iman dengan perbuatan baik.

Luther dengan doktrinnya �Open Bible and Free Interpretation� meluruskan jalan untuk berkembangbiaknya sekte-sekte dan berbagai macam opini dalam Protestantisme yang terpecah-pecah. Pada tahun 1525, Luther menikahi Catherine de Bora, seorang biarawati yang dia bujuk untuk meninggalkan biara. Pada tahun 1546, Luther meninggal dengan Protestantisme yang terkoyak-koyak menjadi bagian-bagian kecil oleh persaingan antar sekte.

Doktrin Luther menyebar dengan cepat di seluruh Saxony, Jerman Utara, dan Prussia. Dari situ, doktrin tersebut masuk ke Denmark, Swedia dan Norwegia, didorong oleh para pangeran dan para raja dan di manapun disertai dengan pertumpahan darah dan kekacauan. Calvinisme diadopsi di bagian Prancis dan Swiss dan di bawah pengajaran Knox menjadi agama utama di Skotlandia.

Pada tahun 1545 Konsili Trente diadakan. Setelah pemeriksaan hati-hati selama 17 tahun, Konsili Trente menghukum ajaran sesat Luther dan Calvin, dan pada saat yang sama menegaskan kembali ajaran-ajaran yang benar mengenai Sakramen-sakramen, Rahmat, Dosa Asal, Justifikasi/Pembenaran, dan Kehendak Bebas / Free Will. Kanon Kitab Suci ditegaskan kembali [melawan kanon Luther dkk] dan banyak hukum-hukum bijak diterbitkan. Selama lebih dari 300 tahun, tidak ada konsili baru diadakan sampai pada tahun 1869 ketika Konsili Vatikan I diadakan. Tetapi, pada tahun 1870 Konsili Vatikan I ini ditangguhkan oleh karena penjarahan terhadap Roma oleh Viktor Emmanuel, Raja Italia.

Calvin dan Knox
John Calvin lahir pada tahun 1509 di Noyon (Prancis) dan meninggal di Geneva pada tahun 1564. Pada awalnya, ia belajar untuk menjadi Imam dan masuk Ordo Hina Dina Fransiskan, tetapi setelah itu ia belajar ilmu hukum. Pada tahun 1532, ia mengadopsi doktrin-doktrin Luther dan pada tahun 1535 ia menerbitkan doktrin-doktrinnya yang mengajarkan bahwa semua manusia telah ditakdirkan oleh kehendak bebas Allah untuk masuk ke surga atau masuk ke neraka: sehingga dengan demikian ia menolak peran serta kehendak bebas manusia dan membuat Allah sebagai kreator dosa.

John Calvin
Pada tahun 1536, ia pergi ke Geneva. Dari sana, setelah dua tahun kemudian, ia ditolak karena tindak kekerasan dan berapi-api dari dirinya. Pada tahun 1541 dia kembali dan sejak masa itu hingga kematiannya, ia memerintah Geneva dengan tangan besi. Pada tahun 1553 ia membakar Michael Servetus karena Michael Servetus mengajarkan Doktrin-doktrin untuk menolak Trinitas kepada Calvin. Servetus sendiri memang menjadi seorang Unitarian (Anti-Trinitarian). Dengan demikian, Calvin menolak orang lain memiliki kebebasan yang diklaim untuk dirinya sendiri.

Calvin melarang segala agama-agama luar, melarang perayaan-perayaan religius, melakukan penolakan terhadap Misa, menolak kehadiran nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi, menolak perantaraan doa Para Santo-santa, Supremasi Paus, dan karakter sakramental dari Para Uskup dan Para Imam.

Calvin adalah seorang dengan karakter yang kuat, sangat keras, dan begitu mendalam, memiliki kehendak yang pasti.  Dia oleh banyak orang dianggap sebagai jiwa dan pelopor sesungguhnya dari �Reformasi� dan dimanapun doktrinnya diterima dengan baik, efek yang dihasilkan begitu mendalam dan bertahan sangat lama bahkan sampai sekarang.
John Knox
John Knox, pelopor �Reformasi� di Skotlandia, lahir pada tahun 1505; ditahbiskan menjadi Imam tetapi pada tahun 1547 ia mulai berkhotbah menyerang Paus dan Misa Kudus. Dia adalah seorang pria dengan temperamen kasar dan kejam dalam cara. Pada tahun 1554, dia mengadopsi doktrin-doktrin Calvin dan sukses membuatnya diterima secara umum di Skotlandia sehingga Katolisitas hampir seluruhnya ditolak oleh orang-orang Skotlandia. Knox meninggal pada tahun 1572, dipuja-puja oleh orang-orang Skotlandia, tetapi dikenal dalam sejarah sebagai Ruffian of the Reformation (Bajingan Reformasi).

Reformasi Protestan di Inggris
Pada awal mula, Henry VIII, Raja Inggris, begitu keras melawan doktrin-doktrin Luther. Ia menulis sebuah buku melawan Luther dan karena ini ia disebut oleh Paus sebagai Defender of the Faith / Pembela Iman. Titel ini masih dipertahankan oleh Para Raja dan Ratu Inggris di kemudian hari.
Henry VIII
Pada tahun 1509, Henry menikahi Catherine dari Aragon, tetapi 24 tahun kemudian ia memiliki hubungan yang tidak sah dengan Anne Boleyn, pelayan ratu. Karena Paus menolak untuk menceraikan dia dari istrinya yang sah, Catherine, ia mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala Gereja di Inggris dan memaksa parlemen untuk menceraikan dia dari istrinya yang sah (1533). Kemudian, ia menikahi Anne Boleyn di hadapan publik di mana beberapa bulan sebelumnya ia telah menikahi Anne Boleyn secara diam-diam.

Tiga tahun kemudian (1536), Henry memenggal Anne Boleyn dan hari berikutnya ia menikahi Jane Seymour yang pada tahun berikutnya meninggal ketika Henry menikah lagi. Dalam enam bulan, pernikahan ini dianulir juga dan kemudian ia menikahi Catharine Howard yang pada tahun berikutnya dipenggal ketika Henry menikah lagi. Dia sedang bersiap untuk menceraikan istri keenamnya ketika ia sendiri meninggal, ditolak dan dihina oleh semua orang. Seperti inilah orang yang memulai �Reformasi� di Inggris.

Setelah kematian Henry VIII, �Reformasi� dilanjutkan oleh Edward VI (1547-1553) dan Elizabeth I (1558-1603) yang dalam masa pemerintahannya  Katolisitas hampir dihancurkan secara keseluruhan dan Protestantisme begitu teguh berdiri sehingga selama 50 tahun hanya ada sedikit umat Katolik di Inggris. Kemudian, bagaimanapun juga, Gereja Katolik mulai kembali tumbuh di Inggris dengan ditandai adanya seorang Kardinal dan beberapa Uskup di samping Para Imam dan Para Biarawan/ti.

Ketika Henry VIII memisahkan diri dari Gereja Katolik, ia mulai melakukan penganiayaan terkejam, menjarah biara-biara, mengusir kaum biarawan, dan membagi-bagi tanah mereka di antara para pendukungnya. Penjara, denda, penyitaan, penganiayaan, kematian adalah hukuman yang diberikan kepada mereka yang menolak mengakuinya sebagai Kepala Gereja. Henry memenggal St. John Fisher (Uskup dari Rochester) dan St. Thomas More (Kanselir Inggris), dua dari orang-orang terkenal di Inggris karena mereka tidak menyetujui perceraiannya atau mengakui supremasinya sebagai pemimpin spiritual Inggris.

Meneruskan Skisma oleh Henry, Raja Edward VI dan Ratu Elizabeth I menambahkan ajaran sesat: memberangus Misa, menghancurkan gambar-gambar, perampasan dan profanisasi gereja-gereja, mengubah dogma dan perayaan-perayaan. Seluruh bangsa Inggris menerima hal ini sebagai syarat dari para penguasa mereka. Dari sejak kematian Elizabeth I (1603) hingga sekarang, �Gereja Anglikan� seperti yang kita sebut sekarang telah menjadi budak negara di mana Raja dan Ratu Inggris menjadi kepalanya.

Untuk mengkonversi / membuat orang berpindah agama, Protestantisme melakukan pemaksaan dan kekerasan. Di Inggris dan Skotlandia, orang-orang dipaksa membayar pajak, dimasukkan ke penjara atau dihukum mati. Di Jerman, Prusia, Swedia, Denmark dan Norwegia juga terjadi hal yang sama. Di Amerika, kelompok Puritan bertindak dengan cara demikian juga.

Protestantisme dimulai dengan �an open bible and free interpretation� telah berujung dengan muncul banyak perpecahan dan ketidakpercayaan. Dengan berdasarkan prinsip tersebut, setiap orang menjadi hakim atas apa yang ia percayai atau yang ia tidak percayai. Dengan demikian, di antara Para Protestan hampir ada jumlah agama sebanyak jumlah individunya; gereja-gereja mereka terpecah dan terkoyak hingga menjadi ukuran kecil, berakhir pada ketidakberimanan dan Mormonisme. Di sisi lain, Katolisitas tetaplah sama karena Katolisitas adalah kebenaran dan kebenaran tidak berubah.

Pax et Bonum

Saturday, October 29, 2011

Surat Kedua kepada Gereja di Korintus


Oleh: Kevin Perrotta

Paulus menulis surat-suratnya dalam bahasa Yunani dan para ahli telah menerjemahkan kata-kata Paulus ke dalam beberapa versi bahasa Inggris dan bahasa lainnya. Menerjemahkan kata-kata Paulus hanya merupakan jenjang pertama dalam memahami kata-kata Paulus. Jenjang kedua adalah menerapkan nasihat-nasihat Paulus ke dalam kehidupan kita sekarang. Seharusnya setiap orang dari kita dapat melibatkan diri dalam jenjang kedua ini.

Surat kedua kepada Gereja di Korintus menyajikan satu hal penting, yaitu kerasulan. Dalam 2 Korintus, Paulus sangat prihatin tentang hal ini. Paruh pertama dari suratnya (2:14 � 7:4) dipenuhi dengan penjelasan tentang pelayanan seorang rasul. Bab-bab terakhir (bab 10-12) merupakan serangan balik terhadap orang-orang yang menyangkalnya sebagai seorang rasul.

Secara sederhana, kita sekarang tidak mempunyai rasul-rasul, tetapi kita mempunyai uskup-uskup yang mewarisi kedudukan pastoral rasul-rasul itu melalui Suksesi Apostolik. Pada zaman ini sudah tidak ditemukan lagi misionaris-misionaris yang berkelana dari satu kota ke kota lain di mana umat Kristen setempat harus membedakan mana misionaris yang dapat mereka terima dan mana yang harus mereka tolak. Bagi saya sekarang, seorang imam yang telah ditahbiskan secara sah dan berkarya di bawah wewenang seorang uskup setempat telah menjawab pertanyaan-pertanyaan umat Korintus yang kala itu harus membedakan mana pemimpin-pemimpin yang benar dan mana yang tidak benar.

Di samping itu, kita tidak perlu diyakinkan lagi bahwa Paulus adalah rasul. Tetapi apakah Paulus seorang rasul atau tidak merupakan persoalan yang hangat di Korintus pada tahun 56. Lalu apa gunanya bagi kita membaca petunjuk-petunjuk Paulus dalam membedakan rasul yang benar atau tidak dan yang membela bahwa ia adalah seorang rasul?

Salah satu jawaban adalah keyakinan Paulus bahwa seorang rasul sejati membawa kematian dan hidup Yesus dalam dirinya. Para Rasul tidak hanya mewartakan Injil yang otentik tentang kematian dan kebangkitan Yesus. Mereka juga mengambil bagian dalam kematian Yesus dan menghayati hidup-Nya sedemikian rupa sehingga jika kita berhadapan dengan mereka, kita seakan-akan berhadapan dengan-Nya (lihat 2 Kor 14-16; 4-6,10,11). Itulah sebabnya Paulus mendesak mereka untuk meneladan diri-Nya (1 Kor 11:1). Paulus menjadi semacam cermin, umat Korintus dapat melihat Yesus dengan mata mereka, tetapi hanya melihat Yesus yang dicerminkan dalam diri Paulus.

Dalam pandangan Paulus, sangatlah penting bagi seorang rasul untuk mengambil bagian dalam kematian dan kebangkita Yesus, dan iniah yang merupakan kesulitan utama dengan orang-orang tertentu yang ingin menjadi misionaris karena mereka tidak memahami hal ini. �Rasul-rasul super� yang dicela Paulus dalam 2 Korintus 11:5 kelihatannya tidak menyelewengkan ajaran-ajaran Kristus. Paling tidak Paulus tidak menuduh mereka demikian dan celaan Paulus terhadap mereka tidak mengandung pembetulan doktrin-doktrin yang diajarkan. Paulus justru menekankan kelemahan-kelemahan dan penderitaan-penderitaannya dalam menjadi pelayan Kristus (2 Kor 11:16-33) yang berlawanan dengan sikap mereka yang tidak mengabarkan sikap Yesus yang melayani dengan lemah-lembut dan rendah hati.

Penghayatan Rasul Paulus akan wafat dan kebangkitan Yesus sangat berarti bagi kita karena kita juga dipanggil untuk ikut ambil bagian dalam wafat dan kebangkitan Yesus. Yesus bersabda kepada semua orang yang percaya: �Mari, ikutlah Aku.� Injil-injil merupakan sumber utama kita dalam melakukan semua hal ini karena dalam Injil-injil itu kita melihat Yesus. Tetapi kita juga harus melihat bagaimana caranya mengikuti Dia, dan itu dapat kita ketahui dengan melihat orang-orang yang telah mengikuti-Nya. Kita mendapatkan gambaran tentang mengambil bagian dalam wafat dan kebangkitan Yesus dengan melihat kehidupan orang-orang yang telah melakukannya. Dan Para Rasul merupakan teladan-teladan pertama.

Jika kita membaca kata-kata Paulus tentang kerasulan dengan pandangan yang ditujukan pada apa yang diajarkannya kepada kita mengenai persatuan dengan Yesus, mungkin kita akan terkejut melihat beberapa fakta; misalnya tentang apa yang disebut oleh Paulus sebagai kuasa.

Kelihatannya masuk akal jika seorang pengikut Yesus, Sang Pembuat Mukjizat, juga mengalami kuasa yang luar biasa. Sekiranya demikianlah pendapat umat Korintus � itulah yang menjadi alasan mengapa mereka meragukan Paulus sebagai rasul yang otentik dan mengapa mereka tertarik pada misionaris-misionaris lain, yang memamerkan mukjizar-mukjizat dan pernyataan-pernyataan Allah yang diberikan kepada mereka. Sedangkan Paulus kelihatannya hanya mempunyai sedikit pewahyuan dan karunia-karunia roh.

Cara Paulus menangani persoalan-persoalan ini sangat baik. Jelas bahwa ia pun melakukan mukjizat-mukjizat dan menerima pernyataan-pernyataan Allah, tetapi ia cenderung tidak mengembar-gemborkannya. Tetapi ia mengatakan bahwa ia dapat berkata-kata dengan bahasa roh melebihi orang lain (1 Kor 14:18). Secara samar-samar ia menyebut mujizat-mujizat yang pernah terjadi dalam pelayanannya ( 2 Kor 12:12 ). Tetapi kelihatannya ketika ia mewartakan Injil di Korintus, ia tidak pernah menyebut satupun dari pengalaman spiritualnya itu (2 Kor 12:2-7).

Paulus menganggap perhatian umat Korintus terhadap hal-hal seperti itu keliru. Dalam pandangannya, kuasa Yesus yang telah bangkit bekerja dengan sangat kuat dalam diri kita bukan pada saat kita mengalami karunia-karunia roh yang luar biasa, melainkan bila kita sebagai pengikut Yesus sampai pada batas kemampuan kita dan merasakan kerapuhan dan kemiskinan dan penderitaan (2 Kor 1:9 ; 4:7-11). Di situlah kematian Yesus menjadi paling nyata bagi kita, demikian pula kuasa kebangkitan-Nya paling terlihat (2 Kor 12:9-10).

Ini adalah pesan yang keras. Seperti umat Korintus, kita mungkin lebih menyukai jika persatuan dengan Yesus mengangkat kita, paling tidak di atas tingkatan kelemahan kita. Tetapi gambaran Paulus tentang hidup Kristiani juga sangat menghibur. Kita mempunyai jaminan bahwa kelemahan-kelemahan kita yang banyak itu bukan hambatan bagi karya Allah. Paulus dengan tegas mengatakan bahwa jika kita bersatu dengan Yesus maka kelemahan-kelemahan kita menjadi alat yang paling berdaya guna di tangan Allah. Jadi kita mempunyai cita-cita yang tidak terlalu tinggi untuk dicapai. Kita tidak perlu mempunyai karunia-karunia roh yang luar biasa. Kita tidak memerlukan kemampuan-kemampuan yang luar biasa ataupun kepribadian yang mengesankan (Paulus rupanya seorang tokoh yang kurang mengesankan daripada lawan-lawannya yang mempunyai keyakinan diri yang besar). Pada intinya, persatuan dengan Yesus berarti mencintai dan dengan rahmat Allah hal itu dapat dilakukan oleh kita semua.

Pasti dalam kelemahan-kelemahan para rasul itu, kita dapat menemukan banyak hal yang dapat diterjemahkan ke dalam kehidupan kita, di saat ini dan di tempat lain. Bila kita membaca kata-kata Paulus tentang kerasulan yang penuh perhatian, pasti kita dapat menemukan pokok-pokok lain untuk diterjemahkan. Marilah kita menanggapi kata-katanya supaya apa yang benar bagi Para Rasul juga menjadi benar bagi kita sehingga dalam diri kita orang juga dapat melihat gambaran Yesus.

Sumber: Sabda Allah bagi Anda - Oktober 1996

Penulis: Kevin Perrotta adalah seorang jurnalis Katolik dan sekarang adalah mantan editor dari God�s Word Today. Ia adalah penulis buku Six Weeks with the Bible, Invitation to Scripture, dan  Your One-Stop Guide to the Bible. Kevin Perrotta tinggal di Ann Arbor, Michigan.

Thursday, October 27, 2011

Surat Pertama kepada Gereja di Korintus

oleh Kevin Perrotta  

St. Paulus tiba di Korintus sekitar tahun 50. Ia bekerja siang dan malam. Ia mempertobatkan orang dan ada juga yang menjadi musuh-musuhnya. Setelah satu setengah tahun tinggal di kota itu, ia meninggalkannya.

Di Korintus yang hiruk pikuk dan sibuk itu, ia meninggalkan sekelompok orang-orang percaya � beberapa ratus orang, ada yang kaya, sebagian besar dari mereka adalah orang miskin. Sekarang mereka menjadi orang Kristen, tetapi mereka adalah tetap orang Korintus. Mereka telah mendengarkan tentang Injil, Roh Kudus telah berkarya di tangan mereka dengan cara yang luar biasa, tetapi mereka tetap merupakan orang-orang yang suka bertengkar, terlihat jelas bahwa tidak semua berjalan lancar.


Sang Misionaris dan mereka yang telah dipertobatkan tidak pernah saling melupakan. Ia menulis surat kepada mereka, surat ini telah hilang. Ia mengutus seorang sahabatnya, bernama Timotius untuk menjenguk mereka. Mereka menulis surat kepadanya. Beberapa di antara mereka yang sedang melakukan perjalanan untuk berdagang, bertemu dengannya dan memberitakan tentang keadaan Korintus. Tidak semuanya beres di kota itu.

Tidak mengherankan jika umat di Korintus bertengkar satu sama lain. Mereka telah menjadi �ahli� dalam agama yang baru ini � cukup pandai untuk berselisih tentang siapa misionaris Kristen yang benar-benar rohani, dan tidak semua orang di Korintus memilih Paulus sebagai yang paling top. Yang �kasar, kuat dan licik� memperlakukan umat Kristen ini sebagai suatu kumpulan yang dapat mereka kuasai. Ada banyak hal tentang Injil yang belum dipahami umat Korintus, ada banyak hal dalam diri mereka yang belum diubah oleh Injil.

Paulus menulis sepucuk surat lain. Ia menulis, perselisihanmu menunjukkan betapa sedikitnya kamu memahami Yesus. Maka ia kembali kepada dasar: kematian dan kebangkita Yesus, panggilan untuk mengasihi, pengharapan akan kebangkitan. Orang-orang Korintus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendebatnya dan Paulus menjawab mereka. Paulus dapat pula menjadi seorang pendebat bernada tajam, tetapi ia mengasihi umat Korintus. Meskipun sibuk, ia tetap meluangkan waktu untuk menulis jawaban yang jelas tentang persoalan-persoalan itu dan sampai saat ini pun orang-orang Kristen masih membaca suratnya untuk mengerti makna Kristianitas.

Itulah surat pertama kepada Gereja di Korintus.

Betapapun baiknya surat itu, itu hanyalah sepucuk surat. Memang ada pengaruhnya, tetapi tidak mengurangi kekasaran orang-orang Korintus ataupun melunakkan kekuatan mereka. Dan kemudian Timotius kembali dengan membawa kabar buruk. Beberapa orang Kristen di Korintus berniat menolak Paulus sebagai pembimbing mereka. Telah empat tahun Paulus meninggalkan Korintus, saatnya telah tiba untuk kembali ke kota itu. Setelah beberapa hari mengarungi lautan, ia tiba di sana.

Pertemuannya dengan mereka merupakan malapetaka. Salah seorang di antara mereka melawan Paulus di depan umum, sedangkan yang lain hanya menonton pertentangan mereka berdua. Di mana kesetiaan mereka?

Paulus yang merasa terkejut, terluka dan marah, sebenarnya dapat melecut mereka dengan kecaman dan memperbaiki mereka. Tetapi ia menahan diri dan meninggalkan mereka dan berjanji akan kembali. Kemudian ia mengubah niatnya untuk segera kembali ke Korintus. Ia ingin mengetahui apa pengaruh suratnya kepada umat Korintus.

Surat itu (sekarang hilang) memang berpengaruh kepada umat Korintus. Bukankah Paulus adalah Bapa Iman mereka? Ia mengetahui isi hati anak-anaknya dan surat itu membuat mereka sedih. Mereka dihadapkan pada pilihan antara Paulus dan Injilnya atau orang lain dengan �injil� yang lain, dan mereka memilih Paulus. Mereka memperkuat hubungan dengan Paulus, sedangkan anggota-anggota yang telah menghina Paulus dikucilkan dari kumpulan mereka.

Sementara waktu berlalu, kemudian Titus, seorang sahabat Paulus, mengunjungi Korintus dan memberi berita tentang perubah hati umat Korintus kepada Paulus. Tentu saja ia merasa lega dan segera menulis surat yang menyambut baik kesetiaan mereka. Ia menjelaskan mengapa ia menunda kunjungannya. Ia mendesak mereka untuk mengampuni orang-orang yang telah menghinanya, dan ia memberikan penjelasan panjang lebar tentang kepemimpinan Kristiani supaya mereka tidak mudah tersesat di kemudian hari. Surat ini kemudian disebut Surat kedua kepada Gereja di Korintus.

Di Kota Korintus yang selalu bergejolak dan ramai itu agama Kristen berkembang seperti pasukan gerilya: maju dua langkah, mundur selangkah. Paulus sudah menyelesaikan beberapa persoalan, namun beberapa persoalan lain tiba-tiba muncul. Ada laporan bahwa beberapa misionaris yang singgah ke kota itu membujuk umat Korintus melawan Paulus. Mereka meniupkan kecurigaan-kecurigaan kepada tujuan Paulus, mereka mencoretnya karena dianggap sebagai orang yang tidak rohani. Mereka menghayati suatu Injil yang berbeda.

Sekali lagi Paulus merasa disakiti hatinya dan marah. Ia menulis surat lagi. Sekarang ia menunjukkan bahwa ia juga dapat menjadi seorang pemberang dan kuat. Ia mengecam dan mengancam umat Korintus. Ia mengembalikan para �rasul super� itu pada tempatnya. Ia menelanjangi kedangkalan sikap mereka.

Surat ini ada dan sekarang disatukan dengan surat sebelumnya, oleh Paulus atau mungkin juga oleh orang lain dan merupakan bab 10-13 dari surat 2 Korintus.

Apa yang terjadi setelah itu? Tak seorang pun mengetahuinya. Sekali lagi Paulus mengunjungi Korintus. Kita tidak mempunyai informasi tentang kunjungan ini kecuali bahwa ia tinggal di rumah seorang Kristen yang kaya dan di sana ia menulis penjelasan lain tentang Kristianitas: surat kepada umat di Roma yang ditulis kira-kira tahun 56-57, enam atau tujuh tahun setelah ia pertama kali mengunjungi Korintus sebagai seorang misionaris miskin yang berharap dapat menabur benih Injil di kota orang-orang yang berbahu lebar dan keras ini.

Dari Korintus, Paulus menuju Tanah Suci. Ia tidak pernah kembali ke Korintus lagi. Di Yerusalem ia ditangkap dan kemudian di bawa ke Roma untuk diadili. Di kota itu, ia dihukum mati, kira-kira pada tahun 64.

Kita hampir tidak mengetahui apa-apa tentang umat Kristen satu generasi setelah Paulus. Ada sedikit peninggalan � sebuah prasasti batu � tentang seorang yang bernama Erastus, seorang Kristen kaya yang menaiki jenjang politik di kota itu dan menjadi komisaris pekerjaan umum. Tentunya ia adalah seorang kuat dan pemberani. Gereja Korintus setelah Paulus masih bertahan. Pada tahun 96, Gereja Roma sebagai Gereja yang memimpin Gereja-gereja lain dalam kasih menulis surat kepada Gereja Korintus.


Sumber: Sabda Allah bagi Anda - Oktober 1996

Penulis: Kevin Perrotta adalah seorang jurnalis Katolik dan sekarang adalah mantan editor dari God�s Word Today. Ia adalah penulis buku Six Weeks with the Bible, Invitation to Scripture, dan  Your One-Stop Guide to the Bible. Kevin Perrotta tinggal di Ann Arbor, Michigan.


Pax et Bonum

Lihat juga:
Surat Kedua kepada Gereja di Korintus
Surat Ketiga kepada Gereja di Korintus / Surat Paus St. Klemens