Latest News

Showing posts with label Sejarah di dalam Gereja Katolik. Show all posts
Showing posts with label Sejarah di dalam Gereja Katolik. Show all posts

Saturday, October 1, 2011

BUNDA MARIA RATU ROSARIO SUCI - BUNDA SEGALA KEMENANGAN

Lukisan Pertolongan Maria di Lepanto


Pesta Bunda Maria Ratu Rosari tanggal 7 Oktober dirayakan untuk memperingati kemenangan di Lepanto (1571) ketika armada laut Kristen mengalahkan armada Turki yang mengancam pantai negara-negara Kristen di seluruh Laut Tengah. Pada waktu itu seluruh umat Kristen berdoa rosario supaya mereka dibebaskan dari ancaman musuh yang akan membunuh atau menjual mereka yang ditawan ke dalam perbudakan.

Pada masa Paus Pius V mencapai tahta St. Petrus, Gereja sedang dilanda bahaya besar dari Timur yang mengancam untuk memusnahkan Kristianitas di seluruh Eropa. Kaum Muslim sangat kuat dan agresif. Bapa Suci memberi peringatan kepada para raja dan pangeran di Eropa mengenai situasi bahaya yang sedang mengancam, namun tak seorang pun yang mempedulikannya.


Ketika Jenderal La Valette yang hebat itu mempertahankan Malta dari serangan bangsa Moor, tak seorang pun yang membantunya kecuali Paus Pius V yang mengirimkan uang dari bendahara Vatikan untuk mempertahankan benteng yang penting itu. Ketika ia dikalahkan, Soliman II, Raja Turki mempersalahkan Paus dan menya-takan perang kepada Italia, mengancam akan menghancurkan setiap kota yang berada di tepi pantai. 

Menghadapi ancaman demikian, Bapa Suci memerintahkan setiap Gereja di Italia untuk mengadakan devosi 40 jam. Soliman mentertawakan cara perlawanan seperti itu, tapi 3 hari kemudian, ia wafat.

Kebebasan Italia hanya singkat saja karena raja yang baru, Raja Salin dari Sot memutuskan menjadikan Italia bagian dari kerajaannya. Kembali Bapa Suci memohon pada para penguasa di Eropa, tapi pesannya tidak juga dihiraukan dan tidak dijawab. Para utusan yang diutusnya tidak pula diterima. Hanya seorang pangeran muda dari Austria yang menjawab permohonannya. Don john dari Austria. Orang muda ini menawarkan bantuannya kepada Bapa Suci.

Meskipun Don John belum berpengalaman, Paus Pius V mengangkatnya sebagai kepala dari ekspedisi laut yang sedang dipersiapkannya untuk melawan bangsa Turki dalam mempertahankan Italia.

�Pergilah anakku, karena aku tahu Tuhan akan memberimu kemenangan. Rosario akan menjadi keselamatan bagi kita!�

Bapa Suci kemudian memberkati kapal-kapal dan seluruh armada diletakkan di bawah perlindungan Ratu Rosario yang Amat Suci. Semua yang ada di kapal menerima komuni kudus setiap hari dan berdoa rosario berkali-kali dalam sehari.

Para imam di Italia mengumpulkan umatnya dan semuanya diminta berdoa rosario. Paus masuk kapel pribadinya dan tinggal di sana terus-menerus.

Tahun 1571, sebuah armada Turki yang luar biasa besar berlayar menuju Eropa. Sasarannya menaklukkan Kota Abadi Roma. Dari Barat dikerahkan sebuah armada kecil yang sederhana persenjataannya. Pasukan pilihan gabungan Spanyol, Venesia, dan pasukan kepausan disiapkan di Pantai Lepanto dekat Yunani. Dalam La Real yang berbendera Spanyol, Don John dari Austria tak dapat menghindar dari kapal Turki yang membawa komando tertinggi Sultan Ali Pasha. Hari itu 7 Oktober 1571.

Don John baru saja keluar ke laut lepas ketika ia bertemu dengan pasukan kapal induk Turki yang hebat : 330 kapal. Ketika kedua armada itu saling berhadapan, Don John menyuruh anak buahnya berdoa rosario. Mereka memegang senjatanya sambil berdoa rosario yang ada di tangan mereka. Mereka bahkan tetap berdoa selama pertempuran memuncak. Dan sungguh amat mengherankan, satu demi satu perahu armada Turki itu tenggelam ditelan ombak dan gelombang sedangkan perahu-perahu orang Kristen tetap tidak mengalami kerusakan apa pun. Ketika Salin dari Sot menyadari bahwa ia sedang bertempur melawan lebih dari sekedar armada musuh yang kecil, ia melarikan diri ketakutan di hadapan Allah orang Kristen dan Ratu umat Katolik. 

Pertempuran Lepanto yang bersejarah itu terjadi pada siang hari minggu pertama bulan Oktober. Tiba-tiba Paus bangkit dari doanya dan memanggil mereka yang berada di sekitarnya. �Cepat kemari! Ini bukan waktunya untuk bekerja. Marilah kita bersyukur kepada Allah yang maha kuasa karena armada laut kita telah memperoleh kemenangan yang besar...!�

Dari sudut pandang sebagai manusia, kemenangan itu adalah sesuatu yang mustahil. Waktu itu pimpinan Gereja tertinggi adalah Paus Santo Pius V. Beliaulah yang memanggil semua orang Katolik untuk memohon bantuan Bunda Allah dan menggempur surga dengan rosario tanpa henti. Umat Katolik menanggapi seruan Paus selama pertempuran berlangsung. Dalam saat-saat kritis, saat pertempuran berat sebelah dengan armada Kristen yang tak berdaya karena jumlahnya jauh amat kecil, tiba-tiba angin yang amat besar bertiup ke jurusan armada Turki. Armada yang kuat itu berantakan tenggelam, kapal pecah. 

Seharusnya berita itu baru sampai di Roma beberapa hari kemudian, tapi aneh, Paus justru yang memberi kabar ketika pada suatu pertemuan, tiba-tiba ia berkata : �marilah kita mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Allah, kemenangan sudah kita capai!�
Dua minggu kemudian Don John tiba di Roma membawa berita gembira tersebut. Isinya mengenai kemenangan yang terjadi tepat pada saat Paus mengumumkannya di Roma pada tanggal 7 Oktober 1571. Satu hari penuh dipersembahkan untuk menghormati Bunda dari semua kemenangan. 

Tahun berikutnya hari itu ditetapkan menjadi pesta Ratu Rosario yang Amat Suci.

Thursday, July 28, 2011

Mengapa Petrus tidak disebutkan oleh Paulus dalam Surat kepada Jemaat di Roma?

Kenyataan bahwa Petrus tidak disebut di dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma, itu tidak menjadi bukti yang kuat bahwa Petrus tidak ada/ tidak pernah ke Roma. Terdapat beberapa kemungkinan mengapa nama Petrus tidak disebutkan di sini:[10]


1. Rasul Petrus melakukan perjalanan dengan sangat ekstensif pada saat itu.
Maka dapat diperkirakan bahwa ia mengadakan perjalanan ke daerah-daerah yang lain sementara menggunakan Roma sebagai �home base�, atau ia membantu Gereja dari daerah lain. Karena ia diberi tugas untuk mengabarkan Injil kepada umat Yahudi, maka ia akan merasa wajib untuk mengunjungi daerah-daerah di mana ada kaum diaspora Yahudi. Dalam hal ini Roma merupakan kemungkinan besar, karena sejumlah besar kaum Yahudi di sana. Roma yang juga adalah pusat kerajaan Romawi, juga menjadi pusat Gereja. Kita ketahui dari surat Rasul Paulus bahwa Rasul Petrus melakukan perjalanan untuk pewartaan Injil, disertai oleh istrinya (1 Kor 9:5).


2. Juga, kemungkinan pada tahun 49, Rasul Petrus, bersama dengan orang- orang Yahudi lainnya diusir keluar Roma oleh Kaisar Claudius, dan hanya menyisakan sejumlah jemaat Kristen non- Yahudi. Kita mengetahui dari bukti sejarah bahwa pada tahun itu terjadi kesalahpahaman dari pihak Kaisar Roma (Claudius) bahwa terjadi keributan yang disebabkan oleh seorang �Chrestus�, yang kemungkinan mengacu pada Kristus, di mana Petrus adalah pemimpinnya, yang dianggap sebagai sekte Kristus Yahudi oleh pemimpin kerajaan Roma. Keadaan ini ditulis juga di Kis 18:12.[11]  Tak ada seorang Kristen-pun yang ingin mengekspos Petrus atau pemimpin yang lain terhadap ancaman hukuman ini, membuat mereka menjadi sasaran bagi kerajaan Roma. Dengan demikian, adalah bijaksana bagi rasul Paulus untuk tidak menyebutkan Rasul Petrus dalam suratnya yang dapat jatuh ke tangan penguasa Roma, sebab jika tidak, pendirian Gereja di Roma akan menjadi berantakan jika dokumen itu jatuh ke tangan orang Roma yang membenci Gereja. �Orang- orang Kristen saat itu sangat berhati-hati untuk tidak membiarkan gerakan-gerakan dan tindakan- tindakan para Uskup mereka diketahui oleh pihak penguasa negara pagan tersebut. Pernyataan Rasul Paulus bahwa ia tidak akan membangun pada �pondasi yang sudah diletakkan oleh orang lain� adalah referensi yang cukup memadai bagi mereka yang kepadanya surat itu dituliskan.[12].

4. Ada kemungkinan, Rasul Paulus menuliskan suratnya kepada sebuah kelompok khusus dalam komunitas Kristen di Roma. Sebab di sini ia tidak menyebut komunitas tersebut sebagai �Gereja� seperti yang disebutkan pada surat- suratnya yang lain, namun hanya secara umum �semua yang di Roma�.

5. Seperti telah disebutkan di point 3, ada kemungkinan juga Rasul Paulus sudah menyebutkan Rasul Petrus walau secara terselubung, ��.aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus. Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain, �Itulah sebabnya aku selalu terhalang untuk mengunjungi kamu. Tetapi sekarang, karena aku tidak lagi mempunyai tempat kerja di daerah ini dan karena aku telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu, aku harap dalam perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu dengan kamu, sehingga kamu dapat mengantarkan aku ke sana, setelah aku seketika menikmati pertemuan dengan kamu.� (Rom 15: 19-20, 22-24) Ayat ini menunjukkan bahwa seseorang rasul yang lain telah membangun Gereja (lih. Ef 2:20) di Roma. Karenanya Rasul Paulus percaya bahwa Gereja di Roma telah dibangun dengan baik, dan hanya bermaksud singgah saja dalam perjalanannya ke Spanyol (Rom 15:24, 28).

Menarik di sini untuk melihat bahwa Calvin telah menolak bahwa Rasul Petrus pernah ke Roma, dan menyebutkan bahwa yang tidak setuju dengannya sebagai �tersesat�. Namun dalam komentarnya terhadap ayat 1 Kor 15 tersebut, Calvin mengatakan, �� kita dapat menganggap bahwa para rasul adalah para pendiri Gereja, sementara para pastor yang meneruskan mereka mempunyai tugas untuk menjaga dan meningkatkan struktur yang telah didirikan oleh mereka (para rasul). Rasul Paulus mengacu kepada pondasi yang telah didrikan oleh seorang  rasul lainnya sebagai �pondasi yang diletakkan oleh orang lain�.[13]. Maka memang pertanyaannya adalah siapakah rasul lain yang sudah mendirikan Gereja di Roma sebelum Rasul Paulus mengunjungi Roma? Tentunya ini mudah dijawab dan diketahui seandainya seseorang mau mempelajari Kitab Suci dan kaitannya dengan fakta sejarah dan tulisan para Bapa Gereja, bahwa �seorang rasul lain� yang telah mendirikan Gereja di Roma, adalah Rasul Petrus.

Di atas adalah beberapa kemungkinan yang dapat terjadi, sehingga Rasul Petrus tidak dituliskan di dalam surat Rasul Paulus kepada umat di Roma. Kita harus mengakui bahwa Kitab suci memang secara relatif tidak menuliskan banyak tentang akhir hidup para rasul, termasuk di antaranya tahun- tahun terakhir Rasul Petrus dan Paulus. Di sinilah peran sejarah dan tradisi Gereja awal untuk menjelaskannya. Tradisi ini tidak dipermasalahkan selama 16 abad, dan baru setelah ada Reformasi, keberadaan rasul Petrus di Roma dan keutamaannya sebagai pemimpin para rasul dipertanyakan.

[10] Michael Grant, Saint Peter (New York: Scribner�s, 1995)p. 147-151 [?]
[11] Lihat. Suetonius, Life of Claudius, �The Twelve Caesars�, chap. 25, sect 4)



  • 3. Penganiayaan umat Kristen adalah suatu realitas yang mengenaskan pada abad pertama; dan bahwa pasti ada hukuman mati bagi seseorang yang menjadi uskup di Roma. ((Selama 250 tahun Kaisar Romawi berusaha menghancurkan agama Kristen melalui penganiayaan. Ketakutan Kaisar Roma seperti yang dikatakan oleh Kaisar Decius adalah, �Lebih baik bagiku untuk menerima kabar saingan terhadap tahtaku daripada sebuah kabar adanya uskup Roma yang baru.� (seperti dalam Christian History, issue 27, �Persecution in the Early Church� (1990, vol. IX., no. 3) p.22. Tak heran bahwa selama 200 tahun semua Paus, kecuali satu, wafat sebagai martir (lihat Fr. Frank Cachon dan Jim Burnham, Beginning Apologetics 1, Farmington, NM: San Juan Catholic Seminars 1993-1998), p. 17 
    [12] Leslie Rumble, Radio Replies, ed. with Charles M/ Carty (1938: reprint, Rockford, III: TAN Books, 1979), 2:92 
    [13] Calvin�s New Testament Commentaries, trans. T.H. L. Parker (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1965




  • dari katolisitas.org

    St. Petrus atau St. Paulus yang lebih dahulu tiba di Roma?

    SS. Petrus dan Paulus


    Banyak orang-orang Protestan dan Ortodoks menyatakan bahwa St. Paulus adalah yang pertama kali tiba di Roma dan yang pertama kali juga mengajarkan doktrin iman di sana. Tetapi beberapa fakta dari Para Bapa Gereja dan sejarah sendiri menunjukkan hal lain, yaitu bahwa St. Petrus adalah yang pertama kali tiba di Roma dan mengajarkan doktrin iman di sana. Mari kita sejenak membaca artikel ini.

    Kapan St. Paulus tiba di Roma?

    Tulisan dari agapebiblestudy.com menyebutkan demikian:
    �Paul was still imprisoned in Caesarea when Felix was recalled to Rome and Porcius Festus was appointed procurator of Judea by the Emperor Nero in 60 AD (Kis 24:27). Appearing before Festus and his distinguished visitors, Paul preached the Gospel to the Roman governor, to King Agrippa II to and his sister Bernice (Acts 25-26).  Fearing the Jews were going to demand he be returned for trial in Jerusalem, Paul appealed to Caesar, his right as a Roman citizen.  Festus granted the request and Paul was send to Rome in 60 AD.

    Dan dari situs biblestudy.org disebutkan:

    "In the Autumn of 60 A.D. Paul, along with other prisoners, boards a boat for Rome. Paul's travel to Rome is considered to be his fourth missionary journey. The prisoners are escorted on their journey to Rome by a Roman Centurion named Julius (Acts 27:1-2). After stopping in several cities along the way, Paul and company make their way to the Isle of Crete (Acts 27:7). Although Paul warns Julius not to sail the Mediterranean during a dangerous time of the year (September to October), the Centurion disregards his advice and sets sail from Crete (Acts 27:9-12). The ship encounters a fierce storm along the way and is shipwrecked near the island of Malta (Acts 27:14 - 28:1). All those on the ship either swim or grab boards from the wreck and successfully make their way to the island. After staying three months Paul and company set sail again for Rome. He eventually arrives in the Italian port city of Puteoli (Acts 28:13), where he stays for one week with Christians in the area. Paul is then taken to Rome via the well-known Appian Way Road (Acts 28:14-16)."

    Hal ini membuktikan bahwa St. Paulus baru tiba di Roma sekitar tahun 60 M.


    Kapan St. Petrus tiba di Roma?

    Sejarahwan Gereja, Eusebius dari Caesarea menyebutkan bahwa:
    "[In the second] year of the two hundredth and fifth Olympiad [A.D. 42]: The apostle Peter, after he has established the church in Antioch, is sent to Rome, where he remains as a bishop of that city, preaching the gospel for twenty-five years" (The Chronicle [A.D. 303]).
    St. Hieronimus juga menyebutkan bahwa:
    "Simon Peter, the son of John, from the village of Bethsaida in the province of Galilee, brother of Andrew the apostle, and himself chief of the apostles, after having been bishop of the church of Antioch and having preached to the Dispersion . . . pushed on to Rome in the second year of Claudius to overthrow Simon Magus, and held the sacerdotal chair there for twenty-five years until the last, that is the fourteenth, year of Nero. At his hands he received the crown of martyrdom being nailed to the cross with his head towards the ground and his feet raised on high, asserting that he was unworthy to be crucified in the same manner as his Lord" (Lives of Illustrious Men 1 [A.D. 396]).
    Sedangkan, St. Optatus dari Milevis menyatakan demikian:
    "You cannot deny that you are aware that in the city of Rome the episcopal chair was given first to Peter; the chair in which Peter sat, the same who was head�that is why he is also called Cephas [�Rock�]�of all the apostles; the one chair in which unity is maintained by all" (The Schism of the Donatists 2:2 [A.D. 367]).
    Dari sumber-sumber di atas, dapat kita ketahui bahwa St. Petrus tiba di Roma pada tahun 42 M dan menjadi Uskup di Roma selama 25 tahun sampai pada wafatnya sebagai martir pada tahun 67 M pada masa pemerintahan Kaisar Nero.

    Satu hal lain, St. Petrus menulis surat pertamanya dari Roma (yang kala itu dijuluki sebagai Babilonia).
    �Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang�. Dengan perantaraan Silwanus, yang kuanggap sebagai seorang saudara yang dapat dipercayai, aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati dan meyakinkan kamu,� Salam kepada kamu sekalian dari kawanmu yang terpilih yang di Babilon, dan juga dari Markus, anakku." (1 Pet 1:1, 5:12-13)
    Babilon di sini merupakan sebutan bagi kota Roma. Sebab Roma telah menganiaya Gereja, sebagaimana Babilon telah menganiaya umat Allah di jaman PL (2 Raj 24). Umat Yahudi saat itu menyebut kota Roma sebagai Babilon, karena melihat kesamaan ciri- ciri antara Babilon [kota dunia yang tak bermoral, sombong, tak ber-Tuhan] yang disebut oleh para nabi (Yes 13; 43:14; Yer 50:29; 51:1-58) dengan kota Roma pada saat itu. [dikutip dari katolisitas.org]

    St. Papias (60-130), murid St. Yohanes Penulis Injil, berkesaksian seperti yang dikutip oleh Eusebius dari Caesarea :
    And they say that Peter when he had learned, through a revelation of the Spirit, of that which had been done, was pleased with the zeal of the men, and that the work obtained the sanction of his authority for the purpose of being used in the churches. Clement in the eighth book of his Hypotyposes gives this account, and with him agrees the bishop of Hierapolis named Papias. And Peter makes mention of Mark in his first epistle which they say that he wrote in Rome itself, as is indicated by him, when he calls the city, by a figure, Babylon, as he does in the following words: "The church that is at Babylon, elected together with you, greets you; and so does Mark my son." -Ecclesiastical History 2.15.1-2
    Dengan membandingkan waktu tibanya kedua rasul ini, kita dapat menyatakan bahwa St. Petruslah yang tiba lebih dahulu dan mendirikan Tahta Apostolik Roma. Dari Roma, St. Petrus menulis surat pertamanya.

    Bapa Gereja Theodoret dari Cyrus (393-457), seperti yang dikutip oleh Uskup Agung Kenrick dari Baltimore, memberi komentar demikian terhadap surat dari St. Paulus kepada umat di Roma:
    Theodoret, commenting on the passage of St. Paul, in which he expresses, his desire to confirm the Romans in the faith, observes : "Because the great Peter was the first to instruct them in the evangelical doctrine, he necessarily said ' to confirm you ;' for he says : I do not mean to propose to you a new doctrine, but to confirm that which has been already delivered, and to water the trees that have been planted. " (Theodoret of Cyrus, Com. in c. 1, ad Rom) [1]
    St. Paulus sendiri menyatakan hal demikian dalam surat kepada umat di Roma 15:20.
    Rom 15:20 Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain. 
    Dari berbagai sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika St. Paulus datang, telah ada Tahta Apostolik di Roma. Tahta Apostolik di Roma itu sendiri didirikan oleh St. Petrus jauh sebelum St. Paulus tiba di Roma. Dengan demikian St. Petrus-lah yang lebih dahulu tiba di Roma daripada St. Paulus.

    [1] Archbishop Kenrick of Baltimore, The  Primacy Of The Apostolic See Vindicated p. 81.

    Pax et Bonum


    Saturday, July 23, 2011

    Tanpa Petrus dan Para Paus, tidak akan ada Kekristenan yang otentik

    Yesus memberikan Kunci Kerajaan Surga kepada St. Petrus
    Pada tahun 1517, pendiri gerakan Protestantisme, Martin Luther, bertemu dengan seorang yang kelak akan menjadi Bapa Protestantisme Inggris dan Amerika, John Calvin. Mereka bertemu untuk menyatukan perbedaan teologis. Tetapi, mereka gagal mencapai kesepakatan. Pada suatu titik frustasi, Luther datang ke Calvin dan berkata, �Saya memulai semuanya ini dan engkau harus mengikuti apa yang telah aku mulai!�. Calvin menjawab, �Kamu pikir siapa dirimu di dunia ini, seorang Paus?

    Dalam kasus ini, para protestor tersebut tidak menyadari bahwa tanpa suatu penentu keputusan terakhir, tidak akan ada kesatuan dalam ajaran iman. Tanpa penentu ini, Kekristenan akan menjadi sebuah akumulasi dari kepercayaan dan praktik yang membingungkan. Setiap orang akan berpegang pada opini pribadi untuk membenarkan apa yang dia yakini dan dengan demikian, tidak akan ada kesatuan ajaran dalam Kekristenan.

    Dalam Kekristenan, penentu ini adalah Petrus dan Para Paus.  Mari kita melihat kepada beberapa Para Paus dalam lima abad pertama Kekristenan, terutama Para Paus yang mengajarkan doktrin yang dipegang oleh orang-orang Kristen. Ketika kita memeriksanya, kita dapat melihat bahwa tanpa Para Paus, Kekristenan tidak akan ada atau hadir sebagai akumulasi dari keyakinan-keyakinan yang membingungkan. Silahkan klik "Daftar  Para Paus" untuk mengetahui siapa saja Para Paus Gereja Katolik.

    Paus Pertama, St. Petrus (33-67), memimpin konsili pertama Gereja, Konsili Yerusalem. Ia menyatakan bahwa orang-orang non-Yahudi dapat diterima ke dalam Gereja tanpa perlu disunat. Paus ke-2, St. Linus (67-76), dikenal sebagai seorang yang berperan dalam pembagian kota Roma menjadi beberapa paroki untuk memenuhi kebutuhan spiritual dari populasi Kristen yang tumbuh. Dia juga berperan dalam pengembangan kaum klerus dan pembagian tugas dan fungsi mereka. Paus ke-9, St. Hyginus (136-140), menetapkan bahwa seorang bayi atau kanak-kanak yang dibabtis harus memiliki wali babtis yang membimbing iman anak-anak tersebut. Paus ke-10, St. Pius I (140-155), menolak bidaah agnotisisme dan menetapkan proses penentuan tanggal Paskah. Paus ke-11, St. Anisetus (155-166), menekankan Perayaan Paskah sebagai perayaan sentral dan utama Kristen. Paus ke-12,  St. Soter (166-175), menegaskan perkawinan sebagai Sakramen. Paus ke-21, St. Kornelius (251-253), menolak dan melawan bidaah Novasianisme yang meyakini bahwa dosa-dosa tidak dapat diampuni dan Gereja harus terdiri dari orang-orang kudus saja. Paus ke-22, St. Lusius I, menegaskan kembali larangan hubungan seksual pra-nikah dan hidup bersama sebelum menikah. Paus ke-26, St. Feliks I (269-274), menegaskan ajaran bahwa Kristus adalah sungguh Allah sungguh manusia, memiliki dua kodrat dalam satu pribadi. Paus ke-35, St. Julius I (337-352), menetapkan bahwa Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember. Ia juga menolak dengan tegas bidaah Arianisme. Paus ke-37, St. Damasus I (366-384), menentukan kitab-kitab yang dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci dan menolak beberapa kitab untuk dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci. St. Damasus I kemudian memerintahkan St. Hieronimus (St. Jerome) untuk menerjemahkan Kitab Suci berbahasa Yunani ke dalam Bahasa Latin yang kita kenal dengan nama Vulgata. Kitab-kitab yang ditentukan oleh Paus St. Damasus ke dalam Kanon Kitab Suci adalah yang kita pergunakan oleh orang-orang Kristen hingga saat ini. Daftar kitab-kitab yang ditolak oleh St. Damasus I untuk dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci antara lain: 
    �Injil� Thomas, Dialog Sang Penyelamat, �Injil� Maria Magdalena, �Injil� masa kanak-kanak Yesus menurut Thomas, �Injil� masa kanak-kanak Yesus menurut Yakobus, �Injil� Petrus, �Injil� Bartolomeus, �Injil� Nikodemus, �Injil� Nazorean, �Injil� kaum Ebionit, �Injil� Filipus, �Injil� orang-orang Mesir, Apokrifa Yakobus, Apokrifa Yohanes, Wahyu kepada Paulus, dua kitab Wahyu kepada Yakobus, Wahyu kepada Petrus, Kisah Petrus dan Kedua belas Rasul, Kisah Andreas, Kisah Yohanes, Kisah Thomas, dll.
    Menarik bahwa orang-orang Kristen non-Katolik tidak menolak atau mempertanyakan otoritas dan karya Paus St. Damasus I ini. Dengan kata lain, mereka menerima bahwa Paus St. Damasus infallible (tidak dapat salah) dalam menentukan kitab-kitab dalam Kanon Kitab Suci.

    Di samping hal-hal di atas, Para Paus Roma tersebut pun berjuang dengan gigih untuk melawan bidaah-bidaah (ajaran sesat) yang muncul pada masanya. Para Pauslah yang berjuang melawan dan menolak bidaah-bidaah berikut:
    Docetisme, Gnostisisme, Marcionisme, Montanisme, Donatisme, Novasianisme, Modalisme, Sabelianisme, Monarkianisme, Patripasionisme, Subordinasionisme, Arianisme, Pneumatomakisme, Eunominanisme, Nestorianisme, Monofisitisme, Jansenisme, dan lain-lain.
    Daftar bidaah-bidaah dan penjelasan tentang mereka dapat ditemukan di dalam artikel �Daftar bidaah-bidaah� ini.

    Sebagian besar Kristen non-Katolik menerima apa yang diajarkan dan dipertahankan oleh Para Paus tersebut. Tetapi, mengapa mereka menerima ajaran-ajaran Para Paus ini tetapi menolak seluruh ajaran-ajaran Paus lainnya? Mengapa mereka memilih yang mereka suka tetapi menolak yang tidak mereka suka? 

    Perlulah orang-orang Kristen yakini bahwa dalam penggembalaan Para Paus-lah kita dapat menemukan Iman yang sejati, benar adanya dan berasal dari Firman Allah. 

    diadaptasi dari tulisan Pater John J. Pasquini dalam buku "Ecce Fides" hlm. 31-32

    Pax et Bonum

    Friday, July 22, 2011

    Apakah Kaisar Konstantinus pendiri Gereja Katolik?

    Hosius of Cordoba
    Gereja Katolik selalu meyakini dan mengimani bahwa Gereja Katolik adalah satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Kristus sendiri. Tetapi, sejumlah orang anti-Katolik mengklaim bahwa Gereja Katolik didirikan oleh Kaisar Konstantinus. Tentunya, tidak ada seorang pun sejarahwan dari universitas yang kredibel menerima klaim ini. Mereka yang mengklaim demikian mendasarkan klaim mereka pada pernyataan bahwa Kaisar Konstantinus mengadakan dan memimpin Konsili Nicea serta menentukan keputusan yang diambil oleh Konsili Nicea. Mereka juga menyatakan bahwa pada Konsili Nicea I inilah Gereja Katolik didirikan oleh Kaisar Konstantinus. Dasar dari klaim ini sendiri sebenarnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

    Konsili Nicea 325 M sendiri memang merupakan Konsili Ekumenis pertama dalam Gereja Katolik. Kaisar Konstantinus juga memang memanggil Para Uskup untuk mengadakan Konsili Nicea pada tahun 325 M menanggapi bidaah Arianisme. Tetapi, Kaisar Konstantinus sama sekali tidak memimpin konsili ini atau campur tangan dalam keputusan konsili ini. Konsili ini sendiri dipimpin oleh Uskup Hosius dari Cordoba sebagai utusan Paus St. Silvester bersama dengan dua orang Imam utusan Paus St. Silvester yaitu, Pater Vitus dan Pater Vinsensius. Hosius sendiri adalah orang yang pertama menandatangani seluruh dekrit Konsili Nicea. Ia menandatanganinya dalam nama, �Gereja Roma dan Gereja-gereja seluruh Italia, Spanyol dan seluruh Barat� lalu disusul oleh Vitus dan Vinsensius. [1] Hosius sendiri adalah seorang Uskup yang sangat anti terhadap campur tangan kekaisaran dalam urusan Gereja. Jadi, sulit bagi kita untuk menerima bahwa Konstantinus campur tangan dalam pengambilan keputusan Konsili Nicea. Pandangan Hosius sendiri tercermin dalam kutipannya berikut ini.

    Cease these proceedings, I beseech you, and remember that you are a mortal man. Be afraid of the day of judgment, and keep yourself pure thereunto. Intrude not yourself into Ecclesiastical matters, neither give commands unto us concerning them; but learn them from us. God has put into your hands the kingdom; to us He has entrusted the affairs of His Church; and as he who would steal the empire from you would resist the ordinance of God, so likewise fear on your part lest by taking upon yourself the government of the Church, you become guilty of a great offense. It is written, "Render unto Caesar the things that are Caesar's, and unto God the things that are God's" [Mt 22:21]. Neither therefore is it permitted unto us to exercise an earthly rule, nor have you, Sire, any authority to burn incense . These things I write unto you out of a concern for your salvation. With regard to the subject of your letters, this is my determination; I will not unite myself to the Arians; I anathematize their heresy. Neither will I subscribe against Athanasius, whom both we and the Church of the Romans and the whole Council pronounced to be guiltless. Hosius of Cordova, Letter to Emperor Constantius II.

    Perlu dipahami bahwa otoritas untuk memimpin suatu Konsili Ekumenis pertama-tama berasal dari Paus Roma bukan dari kekaisaran atau penguasa sekuler. Juga, ekumenis atau tidaknya suatu konsili, ditentukan oleh partisipasi Paus Roma baik ia sendiri atau melalui Para Legatus (Utusan) Paus serta penerimaan oleh Paus Roma terhadap konsili tersebut.

    Melihat fakta bahwa otoritas gerejawi dalam Konsili Nicea tidak dipegang oleh Kaisar Konstantinus dan Konsili Nicea sendiri dipimpin oleh seorang Uskup yang anti dengan campur tangan kekaisaran, maka kita tidak dapat menerima klaim bahwa Konstantinus memimpin dan menetapkan keputusan Konsili Nicea. Dengan demikian klaim anti-Katolik bahwa Konstantinus adalah pendiri Gereja Katolik sendiri sudah gugur karena dasar klaim ini telah gugur juga.

    Lagipula, mau kita kemanakan bukti-bukti eksplisit dari Bapa Gereja berikut yang telah hidup beberapa ratus tahun sebelum Kaisar Konstantinus?

    "See that ye all follow the bishop, even as Christ Jesus does the Father, and the presbytery as ye would the apostles. Do ye also reverence the deacons, as those that carry out the appointment of God. Let no man do anything connected with the Church without the bishop. Let that be deemed a proper Eucharist, which is [administered] either by the bishop, or by one to whom he has entrusted it. Wherever the bishop shall appear, there let the multitude also be; by the bishop, or by one to whom he has entrusted it. Wherever the bishop shall appear, there let the multitude also be; even as, wherever Jesus Christ is, there is the Catholic Church."Ignatius of Antioch, Epistle to the Smyrneans, 8:2 (c. A.D. 110). 
    "[A]ll the people wondered that there should be such a difference between the unbelievers and the elect, of whom this most admirable Polycarp was one, having in our own times been an apostolic and prophetic teacher, and bishop of the Catholic Church which is in Smyrna. For every word that went out of his mouth either has been or shall yet be accomplished."Martyrdom of Polycarp, 16:2 (A.D. 155)

    "[N]or does it consist in this, that he should again falsely imagine, as being above this [fancied being], a Pleroma at one time supposed to contain thirty, and at another time an innumerable tribe of Aeons, as these teachers who are destitute of truly divine wisdom maintain; while the Catholic Church possesses one and the same faith throughout the whole world, as we have already said." Irenaeus, Against Heresies, 1:10,3 (A.D. 180).

    Pernyataan bahwa Kaisar Konstantinus yang mendirikan Gereja Katolik merupakan klaim yang melecehkan fakta-fakta sejarah yang ada. Sekali lagi, sejarah berada di pihak Gereja Katolik.

    Pax et Bonum

    [1] Mansi, ii. 692, 697, 882, 927.

    Monday, July 18, 2011

    Sejarah Terbentuknya Kitab Suci Bagian II

    Ada Apa dengan Kitab-kitab �Tambahan� dalam Alkitab?

    Kitab-kitab Deuterokanonika - (Kitab-kitab Apokripa)

    Pada zaman Yesus ada 2 kitab Perjanjian Lama (PL) yang digunakan. Ada kitab PL yang mengikuti Kanon Palestina yang ditulis dalam bahasa Ibrani yang sama persis dengan kitab PL yang digunakan orang-orang Protestan hingga saat ini. Dan ada juga kitab PL yang mengikuti Kanon Alexandria yang ditulis dalam bahasa Yunani yang disebut dengan Septuaginta. Kitab ini sama persis dengan kitab PL yang digunakan oleh Gereja Katolik. Perbandingan antara Septuaginta dan Gulungan-gulungan Laut Mati yang ditemukan pada abad ke-20 menunjukkan bahwa ada �saksimata� yang akurat bagi Septuaginta. Yesus mengutip 80% Septuaginta pada ajaran-ajaranNya yang mengacu PL. Septuaginta adalah Kitab Suci yang digunakan pada zaman Yesus. Septuaginta memiliki susunan kitab yang sama dengan isi Alkitab modern, di lain pihak kanon Palestina memiliki susunan yang sangat berbeda. Alkitab NIV menggunakan susunan kitab yang sama dengan Septuaginta, namun mengeluarkan beberapa kitab (kitab-kitab deuterokanonika) yang pada mula ditemukan di situ. 


    Kanon Alexandria dan Palestina hampir sama kecuali Septuaginta memiliki tujuh kitab Deuterokanonika yang oleh orang-orang Protestan disebut Apokripa.(�Kanon� dalam hal ini berarti susunan kitab). Para rasul dan Gereja perdana termasuk para Bapa Gereja menggunakan Septuaginta. Sinode para uskup Hippo di Afrika (393M) dan Kartago (397M) juga menegaskan keabsahan Septuaginta. 

    Orang-orang Protestan Injili lebih menyukai kanon Palestina ini karena disahkan (diratifikasi) oleh para rabbi Yahudi pada tahun 90M dalam sebuah konsili di Jamnia (ini bukan konsili para pemimpin kristiani!). Bagi Gereja Katolik konsili yang dilakukan oleh para rabbi Yahudi ini tidak diikat oleh Tuhan karena otoritas Tuhan telah diberikan kepada Gereja pada hari Pentakosta (Kis 2:1) 60 tahun sebelumnya. Beberapa orang mempertanyakan bagaimana jika konsili yang sebenarnya telah dilakukan di Jamnia tersebut namun pertanyan itu tidak mengubah pendirian Gereja. Para rabbi Yahudi itu memutuskan untuk mereview kanonisasi kitab suci setelah kebangkitan Yesus, dan keputusan-keputusan itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan orang-orang Kristen (Gereja).

    Saya pernah mendapatkan sebuah email yang mengatakan: �St. Yeremia pun tidak pernah memasukkan kitab-kitab tersebut (apokripa) ke dalam kitab Vulgata-nya, namun memisahkannya dari kitab-kitab yang asli yang merupakan wahyu ilahi. Gereja Katolik tidak pernah secara resmi menyatakan bahwa kitab-kitab deuterokanonika ini adalah wahyu ilahi sampai tahun 1546. Gereja Katolik memang telah memasukkan kitab-kitab tersebut ke dalam kanon, akan tetapi tidak pernah secara resmi mendeklarasikannya sebagai wahyu ilahi.�

    Berikut ini adalah kutipan dari Columbia University (sebuah institusi sekuler):

    �Mengenai kitab-kitab Deuterokanonika dalam kitab PL, St. Yeremia telah membuat terjemahan yang tergesa-gesa pada kitab Tobit, Yudit, Tambahan kitab Daniel dan Esther; namun ia tidak menyentuh kitab lainnya, oleh karena itu Vulgata memasukkan versi Latin Tua dari kitab-kitab tersebut.� http://www.answers.com/topic/vulgate

    Vulgata selalu memasukkan kitab-kitab Deuterokanonika. Empat kitab telah diterjemahkan oleh St. Yeremia dan sisanya menggunakan bahasa Latin Tua. Dengan kata lain, Gereja selalu menerima kitab-kitab Deuterokanonika tersebut. 


    Kitab-kitab deuterokanonika tidaklah ditambahkan ke dalam Alkitab pada Konsili Trente seperti yang dikira orang-orang yang menentangnya. Orang-orang Kristen pada saat itu selalu menerima kitab-kitab tersebut sebagai bagian dari Alkitab. Alkitab berbahasa Latin yang disebut Vulgata yang ditulis oleh St. Yeremia pada tahun 400M pun berisi kitab-kitab Deuterokanonika. Penerimaan kitab-kitab Deuterokanonika secara resmi diteguhkan pada Konsili Trente sebagai tanggapan terhadap gerakan reformasi yang menolak kitab-kitab ini. Pada era gerakan reformasi inilah justru kitab-kitab baru ditolak. 

    Deuterokanonika mulai secara serius dipertanyakan oleh kaum Protestan. Alkitab yang dicetak oleh Gutenberg pada tahun 1455 juga berisi kitab-kitab Deuterokanonika. Alkitab yang dicetak Gutenberg ini adalah Vulgata dan ditulis dalam bahasa Latin. Alkitab ini jauh mendahului reformasi Protestan. Inilah hal yang kebanyakan tidak diajarkan pada orang-orang Protestan. Tidak ada Alkitab sebelum reformasi protestan yang tidak berisi kitab-kitab Deuterokanonika. Saya pernah mendengar beberapa orang protestan injili mengatakan bahwa kitab-kitab Deuterokanonika tidak dapat dimasukkan ke Alkitab karena tidak alkitabiah. Bagi saya alasan ini hanyalah alasan berputar-putar. Martin Luther mengeluarkan kitab-kitab deuterokanonika ini dari Alkitab versinya (ia juga mau mengeluarkan kitab Yakobus dan Wahyu). Sekarang, berdasarkan kanon yang baru itu, para protestan injili mengatakan bahwa Deuterokanonika tidak alkitabiah. Jika sejak awal mulanya kitab-kitab deuterokanonika sudah lama berada di dalam Alkitab seperti yang diungkapan oleh sejarah, maka saya harus mengatakan bahwa kitab-kitab itu pada dasarnya sangatlah alkitabiah.

    Sebenarnya yang ingin dikatakan bagi mereka yang menganggap bahwa kitab-kitab Deuterokanonika tidak alkitabiah adalah bahwa mereka menolaknya karena kitab-kitab ini mendukung pandangan Gereja Katolik tentang Api Pencucian dan mendoakan jiwa-jiwa orang mati di dalam Api Penyucian.

    Saya pernah menanyakan kepada Dr. Art Sippo untuk menjelaskan sedikit tentang sejarah Septuaginta yang merupakan Alkitab berbahasa Yunani yang sering dikutip oleh Yesus.

    �Tidak ada satupun kumpulan tulisan yang disebut Septuaginta (LXX). Namun pada kenyataannya ada beberapa rumpun tulisan dan kebanyakan dari mereka pada dasarnya adalah tulisan-tulisan kristiani sejak abad pertama. Kita mengetahui bahwa kitab-kitab Deuterokanonika adalah sebenarnya bagian dari kumpulan tulisan kristiani pada masa itu. Inilah hal penting yang harus digarisbawahi. Ketika orang-orang Kristen (zaman dulu Kristen berarti Katolik karena protestan belum lahir, red) mengumpulkan PL pada 3 abad pertama tahun Masehi, mereka TANPA KECUALI menggunakan LXX dan memasukkan beberapa jika bukan semua kitab Deuterokanonika dan juga kadang-kadang karya-karya lain yang kita anggap apokripa (tidak asli). Kami dapat mengetahui ini karena kami memiliki beberapa kumpulan naskah kuno (kumpulan buku) dari Gereja perdana yang nampaknya telah dibuat melalui dekrit kekaisaran persis setelah Konsili Nikea pada tahun 325. Kami juga memiliki banyak daftar buku dari abad kedua (misalnya Muratorian Fragment = potongan-potongan tulisan Muratoria) dan kesaksian beberapa Bapa Gereja mulai dari Justinus Martir pada tahun 150M. Para Bapa Gereja juga secara luas mengutip kitab-kitab Deuterokanonika sejak dari abad pertama dan seterusnya. Sampai pada pertengahan abad 4 Masehi, tidak ada seorang pun secara serius menentang kanon PL yang panjang tersebut� (maksudnya kanon Alexandria di mana kitab-kitab Deuterokanonika ada di dalamnya, red).

    Saya pernah mengikuti sebuah ceramah yang dibawakan oleh Peter Flint, penulis satu-satunya terjemahan berbahasa Inggris dari Dead Sea Scrolls - Gulungan Laut Mati (yang diterbitkan pada tahun 1999, www.deadseascrolls.org). Bukunya yang merupakan terjemahan dari gulungan laut mati tersebut telah dinobatkan sebagai The Book of the Year 2003 (buku terbaik tahun 2003) oleh the Institute of Biblical Archeology Institut Arkeologi Alkitab di Washington DC. 

    Profesor Flint, yang ternyata BUKAN SEORANG KATOLIK membuat sebuah pernyataan yang sangat kuat. Beliau menyatakan, �Anda sekalian tidak mungkin mempunyai Alkitab tanpa Gereja (Katolik, red).� Ketika saya menanyakan hal ini pada saat saya minta beliau menandatangani bukunya setelah ceramah tersebut, beliau berkata kepada saya, �Tanpa Gereja Anda hanya memiliki sebuah kumpulan buku. Dengan Gereja Anda memiliki sebuah Alkitab.� (ceramah, 13 Februari 2004, Ottawa, Kanada) 

    Bagi saya, seorang yang beralih kepada iman Katolik, ini adalah pernyataan yang sangat penting dari seorang pakar (sarjana) seperti Prof. Flint oleh karena implikasi dari pernyataannya itu. Khususnya karena beliau bukan seorang Katolik. 

    Jika Alkitab membutuhkan Gereja untuk menentukan kanon mana yang digunakan (kanon = daftar kitab), maka saya kira proses untuk memutuskan kanon mana yang digunakan mestinya merupakan inspirasi ilahi. Menurut hemat saya, Rahmat Tuhan yang sama itu pun dibutuhkan untuk memutuskan kitab-kitab mana yang harus dimasukkan ke dalam kanon seperti halnya Rahmat tersebut bekerja ketika kitab-kitab tersebut ditulis untuk yang pertama kalinya. Bagi saya hanya ada 4 kemungkinan:
    1. Tuhan sama sekali tidak menginspirasi pembuatan keputusan kanonisasi Alkitab,
    2. Tuhan telah memberikan bangsa Yahudi Rahmat-Nya itu pada abad 2M ketika mereka memilih Kanon Masoretik (setelah mereka menolak Putra-Nya, Sang Mesias),
    3. Tuhan memberikan Rahmat-Nya itu kepada gerakan Reformasi pada tahun 1546, atau
    4. Tuhan memberikan Rahmat-Nya itu kepada Gereja Katolik di Kartago pada tahun 397M. 

    Saya tidak bisa membayangkan Tuhan sepakat dengan adanya dua kanon yang berbeda ini terus mengambang, jadi saya menyingkirkan kemungkinan #1. Saya juga tidak bisa membayangkan Tuhan harus menunggu 1550 tahun untuk menginspirasi gerakan reformasi memutuskan kanon mana yang dipakai. Jadi saya juga menyingkirkan kemungkinan #3. Ini meninggalkan saya 2 opsi yaitu apakah bangsa Yahudi-lah yang telah diberikan Rahmat ilahi untuk memutuskan kanon kitab PL di Jamnia, Palestina pada abad 2M ataukah Gereja Katolik-lah yang telah diberikan Rahmat ilahi itu di Kartago. Saya lebih sulit mengimani opsi #2 bahwa Tuhan telah memberikan Rahmat-Nya kepada bangsa Yahudi tersebut setelah mereka menolak Putra-Nya, sang Mesias daripada opsi #4 bahwa Rahmat itu justru diberikan kepada orang-orang Kristen awal yang menggunakan kitab-kitab deuterokanonika. Jadi, saya yakin bahwa Rahmat telah diberikan kepada orang-orang Kristen awal yang menggunakan kitab-kitab deuterokanonika itu dan meresmikan peneguhan kitab-kitab tersebut sebagai bagian dari Kanon Alkitab pad tahun 397M di Kartago. 

    Demikianlah penjelasan Katolik mengenai mengapa kitab-kitab deuterokanonika merupakan bagian dari Alkitab sejak Gereja perdana. Saya sendiri telah mendapatkan sangat banyak inspirasi melalui kitab-kitab tersebut. Secara khusus, saya sangat terkejut setelah membaca kitab Tobit, Susanna, Kebijaksanaan, dan Yudit. Jika Anda belum membaca kitab-kitab tersebut, saya anjurkan untuk membacanya dan silahkan member penilaian sendiri. Martin Luther sendiri sangat menyukai kitab Tobit. Kitab tersebut membentuk bagian dari Alkitab Luther. 

    Ikhtisar Waktu Penetapan Kanon Alkitab

    Tahun 51-125M: Kitab Perjanjian Baru ditulis.

    Tahun 140M: Marcion, seorang pengusaha di Roma, mengajarkan bahwa ada 2 Tuhan: Yahweh, Tuhan yang kejam dalam Perjanjian Lama, dan Abba, Bapa yang baik dalam Perjanjian Baru. Marcion menghapus Perjanjian Lama sebagai Kitab Suci dan, oleh karena dia seorang anti-semit (anti Yahudi), Marcion hanya menggunakan 10 epistola Paulus dan 2/3 Injil Lukas (dia menghilangkan semua teks yang berhubungan dengan keyahudian Yesus). Kitab Perjanjian Baru versi Marcion, ketika pertama kali dikumpulkan, memaksa Gereja untuk memutuskan kanon inti kitab PB: keempat Injil dan Surat-surat Rasul Paulus.

    Tahun 200M: batasan luar kanon belum ditentukan. Berdasarkan satu daftar yang dikumpulkan di Roma pada tahun 200M (Kanon Muratorian), Perjanjian Baru terdiri daru 4 injil, Kis, 13 surat Rasul Paulus (Ibrani tidak termasuk); 3 dari ketujuh Surat-surat umum (1-2 Yohanes dan Yudas); dan juga Apokalips Petrus.

    Tahun 367M: daftar kitab PB terpanjang pertama yang jumlah dan urutannya persis sama dengan yang kita miliki saat ini ditulis oleh St. Athanasius, Uskup Alexandria, dalam surat Festal #39 tahun 367M.

    Tahun 382M: Konsili Roma (di mana melalui konsili ini Paus Damasus mulai menggulirkan ide untuk menentukan kanon universal bagi semua Gereja kota). Konsili ini menentukan daftar kitab-kitab Perjanjian Baru yang jumlah dan urutannya sama dengan kitab PB saat ini.

    Tahun 393M: Pada Konsili Hippo mulai ada yang menentang kanon Alkitab yang ditawarkan oleh Uskup Athanasius.

    Tahun 397M: Konsili Kartago menyaring kembali kanon Alkitab bagi Gereja Barat, lalu mengirimnya kepada Paus Inosensius untuk diratifikasi (disahkan). Sementara itu di Timur, proses kanonisasi terhambat oleh lahirnya sejumlah skisma (khususnya di dalam Gereja Antiokia). Akan tetapi, hal ini akhirnya dapat diatasi.

    Tahun 787M: Konsili Ekumenis di Nikea II yang mengadopsi Kanon Alkitab yang dibuat pada Konsili Kartago tahun 393M. Pada titik ini, Latin di Barat dan Yunani/Bizantium di Timur memiliki kanon yang sama. Namun demikian bangsa-bangsa bukan Yunani seperti aliran monofisit, gereja-gereja Nestorian di Timur (seperti Koptik, Etiopia, Siria, Armenia, Siro-malankar, kaldea, dan Malabars) masih tertinggal di belakang. Namun akhirnya, gereja-gereja ini sampai pada persetujuan kanon yang sama pada tahun 1442 di Florence.

    Tahun 1442M: Pada Konsili Florence, seluruh Gereja mengakui 27 kitab. Konsili ini menegaskan kembali Kanon Alkitab yang dikeluarkan oleh Gereja Katolik Roma melalui pengesahan Paus Damasus I seribu tahun sebelumnya! Jadi, mulai pada tahun 1439 semua cabang ortodoks Gereja Katolik telah secara hukum terikat pada kanon yang sama. Ini telah terjadi 100 tahun sebelum gerakan reformasi Protestan!

    Tahun 1536M: dalam melakukan terjemahan Alkitab dari bahasa Yunani ke Bahasa Jerman, Luther memindahkan 4 kitab Perjanjian Baru (Ibrani, Yakobus, Yudas, dan Wahyu) dan menempatkannya ke dalam sebuah appendix oleh karena menurutnya kitab-kitab tersebut tidak /kurang kanonis.

    Tahun 1546: Pada Konsili Trente, Gereja Katolik menegaskan sekali lagi dan selamanya daftar penuh ke 27 kitab PB. Konsili ini juga menegaskan penggabungan kitab-kitab Deuterokanonika yang telah selalu menjadi bagian dari Kanon Alkitab sejak Gereja Perdana dan telah diteguhkan pada Konsili-konsili ekumenis Gereja pada tahun 373, 393, 787, dan 1442M. Di Trente, Roma, Gereja pada hakekatnya mendogmatisasi kanon yang sudah ada, membuatnya lebih dari sekedar masalah hukum kanon, dan untuk itu selamanya masalah kanon Alkitab mana yang benar dinyatakan selesai.