Latest News

Showing posts with label Renungan dan Homili. Show all posts
Showing posts with label Renungan dan Homili. Show all posts

Saturday, September 1, 2012

Homili Minggu Biasa Ke-22 (2 September 2012) oleh Pater Phil Bloom



Menghadapi Godaan-godaan

Poin Penting: Hari ini kita melihat mengapa Allah mengizinkan godaan-godaan: yaitu supaya kita mengakui ketergantungan kita kepada-Nya.

Minggu lalu kita telah menyelesaikan seri lima minggu mengenai Ekaristi � Yohanes, Bab 6, Yesus Roti Kehidupan. Injil hari ini mengangkat mengenai kekhawatiran yang berhubungan dengan Misa: masalah godaan selama doa.

Yesus mengutip Yesaya mengenai orang-orang yang menghormati Allah dengan bibir mereka, sementara hati mereka tetap jauh dari Dia. Banyak orang merasa seperti itu ketika mereka duduk untuk berdoa, terutama saat Misa. Segera setelah kita membuat Tanda Salib, godaan-godaan mulai membanjiri pikiran.

Apa yang seseorang dapat lakukan mengenai godaan? Saya tidak memiliki solusi yang pasti, tetapi saya dapat membagikan beberapa pengalaman saya pribadi. Saya hendak berbicara mengenai tiga jenis godaan.

Mari kita mulai dengan kabar baik. Beberapa godaan dapat menjadi positif. Seringkali ketika saya berdoa, beberapa kebutuhan atau tugas akan datang ke dalam pikiran saya. Mungkin ada seseorang yang harus saya telepon. Saya belum memikirkan tentang dia sepanjang hari, tetapi ketika saya mulai berdoa, saya ingat bahwa saya berjanji untuk menelepon dia. Saya mencoba untuk menahan diri terhadap desakan untuk berhenti berdoa dan [desakan] untuk meneleponnya. Malahan saya mungkin mencatat namanya untuk didoakan kemudian kembali untuk berdoa. Hal terbaik yang bisa saya lakukan untuk teman saya adalah berdoa.

Ketika ada seseorang datang ke dalam pikiran saya, itu berarti saya harus berdoa untuk dia. Hal ini terutama terjadi ketika saya mengingat seseorang yang telah menyakiti saya. Bila godaan itu terjadi dalam Misa, saya mencoba untuk membawa hal itu ke dalam apa yang sedang terjadi di altar. Yesus memberikan hidup-Nya untuk saya, untuk pengampunan dosa-dosa saya. Bukankah sebaiknya saya meminta Dia membantu saya untuk mengampuni orang yang telah menyakiti saya? Jadi, godaan-godaan yang mengingatkan kita akan seseorang atau kewajiban kita dapat menjadi positif. Kita dapat mengintegrasikannya ke dalam doa, bahkan ke dalam Misa.

Saya sekarang hendak berbicara mengenai godaan tipe kedua: yaitu yang datang dari daging � tarikan ke bawah dari kodrat manusia. Kadang-kadang ketika saya sedang merayakan Misa, saya akan berpikir mengenai apa yang saya miliki di kulkas. Mungkin seseorang telah memberikan saya tamales. Saya membayangkan diri saya sendiri meletakkan makanan itu ke dalam microwave dan bagaimana tampilan makanan itu ketika saya menariknya keluar dari microwave. Saya tidak merasa lapar, tetapi tiba-tiba semua tamales  itu menjadi fokus perhatian saya. Pada saat mulai membayangkan hal ini, apa yang perlu saya lakukan adalah berkata, �Tolong!�. Mengakui bahwa saya tidak tahu bagaimana berdoa dan tidak mengenal Roh Kudus adalah pribadi yang berdoa di dalam diri saya. Seperti yang Yesus katakan, �roh memang penurut, tetapi daging lemah.� Tuhan, berikanlah aku Roh-Mu yang sangat kuat. Yesus mengizinkan kelemahan daging sehingga kita mengakui ketergantungan kita kepada-Nya. Hal ini tidak berarti kita diberikan ke dalam daging. Kita berada dalam pertempuran spiritual � dan seringkali pertempuran tersebut menjadi sangat dahsyat ketika kita mencoba untuk berdoa.

Saya memberi contoh di atas mengenai kerakusan. Ini berarti lebih dari sekadar makan berlebihan, tetapi juga menjadikan makan sebagai salah satu pusat pikiran seseorang. Di samping ketamakan, ada 6 dosa pokok lainnya � sebagai contoh iri hati, keserakahan, nafsu birahi � yang mana saja dapat datang ke hadapan kita selama berdoa. Jangan membiarkan dan jangan menyerah. Tetaplah melawan godaan-godaan yang datang dari daging � dan tetaplah memohon pertolongan kepada Allah.

Tipe ketiga godaan menawarkan beberapa keenakan: yaitu yang datang dari ketidaksopanan dalam berpakaian. Uskup John Yanta telah menulis surat yang bermanfaat mengenai Kesopanan saat Misa.

Ketidaksopanan dalam Misa adalah bagian dari sebuah masalah yang lebih besar � ketiadaan kesopanan dalam budaya kita. Masyarakat kita menyajikan ketidaksopanan sebagai sesuatu yang membebaskan, padahal dalam kenyataannya hal itu memperbudak orang. Lebih dari itu, ketidaksopanan mengelilingi kita bahkan menelan kita.

Untuk memahami apa yang kita sedang lawan, saya hendak menggunakan gambaran dari film Lord of The Rings. Anda mungkin mengingat laba-laba raksasa, Shelob, yang menyerang Frodo. Laba-laba itu mengelilingi Frodo dengan jaring-jaring lengket sehingga ia dapat melahap Frodo.

Begitu juga, budaya kita -  yang adalah sebuah budaya kematian � putaran jaring ketidaksopanan. Melawan jaring-jaring tersebut, kita terlihat tak berdaya. Kita, bagaimanapun juga, memilih beberapa alat perang di sisi kita. Anda mungkin mengingat bahwa ketika jaring-jaring Shelob membungkusi Frodo, Samwise teman Frodo melawan balik. Ia hanya memiliki dua senjata � sebuah pedang kecil hobbit yang terlihat konyol melawan laba-laba raksasa. Tetapi ia juga memiliki Phial (botol kecil) dari Galadriel. Phial itu mengeluarkan seberkas cahaya yang menyebabkan Shelob mengecil. Hal ini memungkinkan Samwise untuk menghancurkan makhluk yang mengerikan tersebut.

Bila kita berseru kepada Kristus, Ia akan mengirimkan seorang malaikat untuk membela kita. Terutama adalah sangat membantu dengan meminta pengantaraan dari Bunda Maria Yang Terberkati. Pertempuran ini tidak akan berakhir sampai saat kita dimasukkan ke dalam kubur, tetapi kita dapat mencari pertolongan untuk keluar dari jaring-jaring lengket yang menelan kita hari ini. Janganlah putus asa � dan terutama ketika kita datang ke Misa kita dapat berseru meminta pertolongan, bagi kita dan bagi orang-orang muda kita. Saya akan berbicara lebih banyak mengenai pertempuran untuk kemurnian Minggu depan.
Hari ini kita melihat mengapa Allah mengizinkan godaan-godaan: yaitu supaya kita mengakui ketergantungan kita kepada-Nya. Kita hidup dalam sebuah budaya kematian (culture of death) yang mengancam menelan kita. Para musuh menggunakan budaya tersebut untuk menyerang kita dari semua sisi. Tetapi, ketika kita meminta, Roh Kudus memberikan kita pertolongan. Seperti yang St. Yakobus katakan: Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang ... terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.� (Yak 1:17,21). Amin.


Pater Phil Bloom adalah Pastor Paroki St. Mary of the Valley, Monroe
Homili di atas diterjemahkan dari situs resmiparoki tersebut.
Pax et Bonum

 

Thursday, August 30, 2012

Paus Benediktus XVI: Kita Mengerti Karena Kita Telah Percaya



Pada hari Minggu (26 Agustus 2012), Paus Benediktus berdoa Angelus bersama dengan umat beriman yang berkumpul di kediaman musim panas Paus di Kastil Gandolfo. Sebelum mendaraskan doa Marian, Bapa Suci berefleksi mengenai bacaan hari itu. Injil hari itu berhungan dengan cerita mengenai reaksi murid-murid Kristus terhadap pembicaraan Yesus mengenai Roti Hidup. Banyak murid-murid meninggalkan Yesus. Paus berkata hal ini karena wahyu Kristus bahwa Ia adalah �Roti Hidup yang turun dari surga� tidak dapat diterima oleh mereka. Mereka memahami kata-kata Yesus dalam sense materi (sense seperti Kanibalisme, red), ketika dalam realitas kata-kata tersebut adalah wahyu mengenai Misteri Paskah Yesus. Para Rasul, bagaimanapun juga, tetap bersama dengan Tuhan. Paus Benediktus, mengutip St. Agustinus, berkata bahwa Para Rasul memahami bahwa Yesus memiliki perkataan hidup yang kekal karena mereka telah lebih dulu percaya.


Salah seorang dari mereka tetap bersama Yesus, walaupun tidak percaya. Yudas, mengharapkan Mesias duniawi, merasa dikhianati oleh Yesus dan memutuskan untuk mengkhianati Yesus pula. Masalah Yudas, kata Paus Benediktus, adalah bahwa Yudas tidak percaya Yesus tetapi meskipun demikian Yudas tetap bersama dengan Yesus. �Masalahnya adalah Yudas tidak pergi dan kesalahannya yang paling serius adalah kebohongan (dusta) yang merupakan tanda Iblis.� Menutup itu, Paus Benediktus XVI berdoa semoga Maria �menolong kita untuk percaya pada Yesus, seperti yang St. Petrus lakukan, dan untuk tetap selalu tulus hati kepada Dia dan semua orang.�

Teks Penuh dari Pesan Angelus Paus Benediktus XVI dapat dibaca di bawah ini:

Saudara-saudari terkasih!
Dalam beberapa minggu yang lalu, kita telah merenungkan mengenai ceramah �Roti Hidup�yang Yesus ucapkan di Sinagoga di Kapernaum setelah memberikan makan ribuan orang dengan 5 roti dan 2 ikan. Hari ini, Injil menampilkan  reaksi para murid terhadap ceramah tersebut, sebuah reaksi yang Kristus sendiri pancing dengan sadar. Pertama-tama, Yohanes Penginjil � yang hadir bersama dengan Para Rasul lainnya � melaporkan bahwa �mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.� (Yoh 6:66). Mengapa? Karena mereka tidak percaya akan kata-kata Yesus ketika Ia berkata: �Akulah Roti Hidup yang turun dari Surga. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal� (bdk Yoh 6:51,54). Wahyu ini, seperti yang sudah saya katakan, tetap tidak dapat dimengerti oleh mereka karena mereka memahaminya dalam sense materi, sementara di dalam kata-kata ini dinubuatkan Misteri Paska Kristus di mana Ia akan memberikan Diri-Nya sendiri bagi keselamatan dunia: kehadiran baru dalam Ekaristi Kudus.

Melihat bahwa banyak murid-Nya pergi, Yesus bertanya kepada Para Rasul: �Apakah kamu tidak mau pergi juga?� (Yoh 6:67). Seperti di perkara-perkara lain, adalah Petrus yang menjawab mewakili Kedua Belas [Rasul]: Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.� (Yoh 6:68-69). Mengenai perikop ini kita memiliki komentar yang indah dari St. Agustinus, yang berkata dalam salah satu homilinya mengenai Yohanes 6: �Apakah kamu melihat bagaimana Petrus, oleh karena rahmat Allah, [dan] oleh karena inspirasi Roh Kudus telah mengerti? Mengapa Petrus mengerti? Karena dia percaya. Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal. Engkau memberikan kamu kehidupan kekal dengan menawarkan tubuh-Mu dan darah-Mu, sungguh diri-Mu sendiri. Dan kami telah percaya dan mengerti. Ia (Yesus) tidak berkata bahwa kita telah mengerti baru kemudian kita percaya, tetapi kita percaya [lebih dulu] dan kemudian kita mengerti. Kita telah percaya supaya kita dapat mengerti; bila, dalam faktanya, kita ingin mengerti [lebih dulu] sebelum mempercayai, kita tidak dapat baik mengerti maupun mempercayai. Apa yang telah kita percaya dan apa yang kita telah mengerti? Bahwa Engkau adalah Kristus, Anak Allah, bahwa Engkau adalah sungguh hidup yang kekal dan bahwa Engkau memberikan hanya diri-Mu dalam daging dan darah-Mu.�

Akhirnya, Yesus mengetahui bahwa bahkan di antara Kedua Belas Rasul, ada seorang yang tidak percaya: Yudas. Yudas dapat pergi seperti para murid lain lakukan; tentu ia akan pergi bila ia jujur. Tetapi ia tetap bersama dengan Yesus. Ia tidak tetap tinggal karena iman atau karena cinta kasih tetapi dengan intensi rahasia untuk membalas Guru-nya. Mengapa? Karena Yudas merasa dikhianati Yesus dan memutuskan bahwa adalah giliran dia mengkhianati-Nya. Yudas adalah seorang kaum Zelot dan menghendaki Mesias yang jaya, yang akan memimpin sebuah pemberontakan melawan orang-orang Romawi. Yesus telah mengecewakan harapan-harapan tersebut. Masalahnya adalah bahwa Yudas tidak pergi dan kesalahannya yang paling serius adalah dusta, yang merupakan tanda dari Iblis. Inilah mengapa Yesus berkata kepada Kedua Belas Rasul: Seorang di antaramu adalah Iblis� (Yoh 6:70). Kita berdoa kepada Perawan Maria, untuk membantu kita percaya kepada Yesus, seperti yang St. Petrus lakukan dan untuk selalu tulus hati kepada Dia dan semua orang.


Diterjemahkan dari news.va oleh Indonesian Papist

Pax et Bonum

Saturday, August 25, 2012

Homili Minggu Biasa Ke-21 (26 Agustus 2012) oleh Pater Phil Bloom


Yesus Memberikan Komuni Kudus di Lidah Para Rasul - Luca Signorelli (1512)
Yesus menawarkan keselamatan baik material maupun spiritual. Ia mengundang kita kepada perjamuan-Nya � Perjamuan Anak Domba. Seperti yang akan kita lihat, perjamuan ini memiliki dimensi fisik dan spiritual.

Kita telah mempelajari Yohanes, Pasal 6 � Yesus Sang Roti Kehidupan. Lebih jauh kita telah melihat: 1) bahwa Yesus sendiri Roti yang dapat memuaskan rasa lapar kita, 2) bahwa Yesus adalah �Roti yang turun dari Surga� untuk penebusan � sehingga kita dapat memasuki hubungan dengan Bapa dan 3) bahwa menerima Yesus dalam Kurban Kudus Ekaristi adalah perlu untuk kehidupan kekal. �... jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.� (Yoh 6:53)


Terdapat pengajaran-pengajaran yang sangat keras, bahkan mengejutkan, seperti yang Yesus tunjukkan kali ini. Kita dapat memahami mengapa banyak orang mengundurkan diri dari Dia. Perhatikan bahwa Kristus tidak berkata, �Kembalilah. Saya hanya bermaksud simbolis saja.� Tidak, Kristus justru bertanya kepada para rasul-Nya, �Apakah kamu tidak mau pergi juga?�

Itulah pertanyaan yang Yesus berikan di hadapan kita sekarang: Apakah kita siap untuk menerima Yesus � tidak hanya secara spiritual tetapi juga secara fisikal?

Selama berabad-abad, orang-orang menghendaki untuk menspiritualisasikan Yesus � untuk membuang jauh-jauh aspek fisik-Nya. St. Yohanes mengingatkan kita mengenai mereka: �Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia.� (2 Yoh 1:7 ; bdk 1 Yoh 4:1-6). Kita dapat melihat bahwa hal ini terlalu menspiritualkan Yesus terutama dalam Gnostisisme � ajaran sesat kuno yang masih berlangsung sampai sekarang. Gnostik berpikir bahwa mereka memilik sebuah pengetahuan rahasia (dalam bhs Yunani �gnosis�) yang membuat mereka lebih tinggi dibanding sesamanya. Mereka tidak memerlukan pembaptisan. Mereka tidak memerlukan Ekaristi. Mereka memiliki sebuah rahasia, pengetahuan superior. Gnostik berpikir bahwa pengetahuan itu � pencerahan itu, adalah semua yang ia butuhkan.

Umat Kristiani selalu menolak pendekatan spiritual berlebihan ini. Bagi kita, keselamatan membutuhkan baik spirit maupun materi. Di sinilah bagaimana C.S. Lewis mengekspresikan hal itu: �Ada tiga hal yang mewartakan kehidupan Kristus kepada kita: pembaptisan, keyakinan dan tindakan-tindakan misteri yang umat Kristiani sebut dengan nama-nama yang berbeda � Komuni Kudus, Misa Kudus, Perjamuan Anak Domba.� Keyakinan adalah spiritual tetapi Pembaptisan dan Komuni adalah peristiwa fisik � sakramen-sakramen (tanda kehadiran Allah yang kelihatan). Kita membutuhkan materi (hal-hal fisik) untuk keselamatan. Seperti yang Lewis tunjukkan, �Allah menyukai materi. Ia menemukannya.�

Untuk menerima realitas Kristus secara fisik dan materi berarti bahwa keselamatan memerlukan kerendahan hati. Saya tidak memiliki pengetahuan yang superior. Saya diselamatkan sama seperti orang-orang biasa � dengan dibersihkan dalam pembaptisan dan dengan makan Roti dan Anggur. Tindakan-tindakan ini adalah tindakan rendah hati seseorang, tetapi dalam kata-kata himne yang indah, �Ini adalah karunia untuk menjadi sederhana, ini adalah karunia untuk menjadi bebas, ini adalah karunia yang turun di mana kita seharusnya berada.�

Menerima material-material berarti bahwa keselamatan melibatkan sesuatu sebagai tambahan terhadap kerendahan hati. Keselamatan membutuhkan disiplin. Menerima sakramen-sakramen membuat kita menjadi bagian dari komunitas manusia. Hal itu memerlukan disiplin dan kerja keras. Tanyakan saja pada pasangan-pasangan yang sudah menikah.

Dalam bacaan kedua, St. Paulus berbicara mengenai komunitas perkawinan. Dia memberitahu istri untuk mempraktikan kerendahan hati. Sekali waktu seorang ibu memberitahu saya, �Bapa, Saya mencoba untuk menjadi istri yang rendah hati, tapi masalahnya adalah saya selalu benar dan suami saya selalu salah.� Saya tahu itu, tapi bagaimanapun juga tetaplah mempraktikkan kerendahan hati. Dan St. Paulus memberitahu suami untuk mencintai istrinya seperti Kristus mencintai Gereja. Kristus mencintai mempelai-Nya, yaitu Gereja, dengan memberikan hidup-Nya bagi Gereja sampai pada titik darah penghabisan. Dan Darah-Nya membawakan pengampunan dan membuat kita mampu memaafkan satu sama lain.

Adalah mudah untuk melihat mengapa orang-orang lebih mementingkan sebuah pendekatan spiritual secara murni [dan mengabaikan fisik]. Pendekatan seperti ini menghindarkan mereka dari berbagai pekerjaan rumit untuk membentuk sebuah komunitas.

Untuk menerima Yesus secara fisik � untuk memakan daging-Nya dan meminum darah-Nya dalam kehadiran Misa setiap minggu atau setiap hari � memerlukan usaha (kerja keras), sebuah upaya yang membutuhkan infusi (pemasukan) rahmat. Tetapi, saya memohon kepada anda, saudara-saudari, janganlah menyerah. Usaha ini akan membawakan sebuah hadiah, sebuah reward yang berada di luar bayangan kita.

Ketika saya menyampaikan seri homili ini, saya berbicara kepada anda mengenai bagaimana kita semua menginginkan surga dan bagaimana iblis mencoba untuk mengecoh kita dengan menawarkan surga duniawi kepada kita � sebagai contoh melalui obat-obatan, alkohol, hal-hal porno, perjudian dan lain-lain. Iblis tidak ingin membawakan kita kebahagiaan, melainkan kesengsaraan.

Yesus di sisi lain memanggil kita untuk rendah hati dan bekerja keras, tetapi ia memberikan kita damai yang membuat kita bertahan. Dan Ia menawarkan kita sekarang mencicipi surga [dalam Misa Kudus].

Dr. Scott Hahn telah menulis sebuah buku yang berguna berjudul �Perjamuan Anak Domba: Misa sebagai Surga di bumi.� Dia menunjukkan kepada kita bagaimana Kitab Wahyu dapat memperdalam pemahaman kita mengenai apa yang terjadi saat Misa dan bahwa Misa memberikan kita sebuah kunci untuk membuka Kitab Wahyu. Seperti yang dikatakan Dr. Hahn, �Menghadiri Misa adalah untuk memperbaharui perjanjian kita dengan Allah, seperti saat pesta perkawinan � karena Misa adalah Perjamuan Kawin Anak Domba.�

Misa adalah puncak dari seluruh kehidupan Kristiani. Di sini kita menerima Yesus tidak hanya secara spiritual tetapi juga secara fisik � Daging dan Darah-Nya. Terberkatilah mereka yang dipanggil hadir ke dalam Perjamuan Anak Domba. Amin.

Pater Phil Bloom adalah Pastor Paroki St. Mary of the Valley, Monroe
Homili di atas diterjemahkan dari situs resmiparoki tersebut.

Pax et Bonum

Monday, September 26, 2011

Keindahan Ajaran Kristus

Yesus Kristus dan St. Fransiskus Assisi


Kita dapat sampai kepada suatu keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah Penebus terjanji, apabila kita memperhatikan isi pewartaan-Nya. Kita perhatikan beberapa aspek dari ajaran-Nya itu.

1. Kebahagiaan. Kristus datang bukan  hanya untuk mengajarkan kepada kita siapa Allah dan siapa manusia. Ia juga datang untuk menyampaikan kepada kita apa yang dilakukan Allah untuk kebahagiaan kita di mana kita dapat menemukan kebahagiaan itu dan kita dapat menemukan jalan-jalan mana yang kita butuhkan untuk mencapainya. Ia datang untuk menyampaikan kepada kita bahwa masih ada jalan kembali untuk mereka yang sudah mengasingkan diri dari Allah dan bahwa kita masih dapat mengambil bagian pada kehidupan Allah dan pada hal-hal ilahi. Khotbah-Nya tidak terdiri dari perkataan semata-mata, tetapi khotbah-Nya itu mencapai puncaknya pada perbuatan, ialah kematian-Nya di kayu salib. Hanya dengan dan di dalam dan melalui Kristus, kita dapat bersatu dengan Allah.

Dengan perantaraan kematian-Nya, Kristus telah mendirikan kerajaan Allah yang sekarang ini sudah berada di tengah kita. Di dunia yang fana ini, kerajaan Allah telah berada di tengah manusia yang lemah dan berdosa. Kita belum dapat melihat kemegahan kerajaan itu oleh karena masih ditantang oleh dunia dan masih disurami oleh dosa kita. Kita masih menantikan saat yang definitif, kemenangan terakhir dan manifestasi kerajaan ini dalam kemuliaannya pada akhir zaman apabila Kristus datang kembali.


2. Hukum Kesusilaan. Sebelum dan sesudah Kristus, dapat dicatat banyak pengkhotbah kesusilaan. Juga mereka mengemukakan hal yang bagus dan indah mengenai kesusilaan. Tetapi tidak ada seorang yang dapat melebihi Kristus.

Kristus tidak hanya menyampaikan garis-garis umum mengenai cinta kasih terhadap manusia, kebaikan terhadap sesama dan persamaan untuk semua orang. Ia menuntut bahwa kita harus mencintai sesama; kalau tidak, kita tidak mungkin mencintai Allah dengan sesungguhnya. Cintakasih itu sifatnya harus sedemikian umumnya sehingga mencakup juga musuh-musuh kita. Kita harus mengampuni penghinaan, membalas yang buruk denganyang baik, dan mengikuti Bapa Surgawi dalam belaskasihan-Nya. Cintakasih harus tanpa pamrih sehingga jika perlu kita berkorban bagi sesama kita dan menanggung dengan sabar segala ketidakadilan.

Kristus sangat menekankan nilai dan keperluan doa. Doa harus dilakukan dengan hormat, penuh pengharapan dan cinta kasih. Ia menghendaki agar doa dijalin menjadi satu dengan kehidupan. Kita harus berdoa terus-menerus. Doa harus mempertahankan pergaulan yang mesra antara kita dengan Allah.

Selanjutnya Kristus minta dari para pengikut-Nya cinta akan kebenaran, kejujuran, keadilan, kekuatan dan kebesaran jiwa, kemurnian, hormat terhadap kewibawaan karena ia berasal dari Allah, ketaatan terhadap Gereja yang memiliki otoritas mengajar, penyangkalan terhadap kefanaan dan matiraga. Tetapi di atas segala-galanya terdapat cintakasih, baik terhadap Allah maupun terhadap sesama karena keduanya merupakan satu kesatuan. Kristus tidak memberikan tuntutan yang mudah atau ajaran yang melempem.

3. Universalitas. Kebahagiaan yang dibawakan oleh Penebus dan ajaran yang ia khotbahkan diperuntukkan kepada semua orang. Sifatnya universal. Pertama sekali pada tingkat horizontal; untuk semua manusia dari semua zaman, semua bangsa, sukubangsa dan tingkat kemasyarakatan, semua pekerjaan, umur dan tingkat pengetahuan. Tetapi juga pada tingkat vertikal. Gereja Kristus adalah Gereja untuk seluruh manusia; Gereja itu memperhatikan aspek rohani dan jasmani. Gereja ini mempengaruhi kekuatan spiritual, perasaan dan hati manusia. Di samping itu, Gereja ini tidak mengabaikan badan. Ia menguduskan yang jasmani dan mempergunakannya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Kristus mau mendirikan di bumi ini kerajaan Allah di dalam Gereja yang kelihatan dengan hierarki yang kelihatan juga.

Kristus telah mempergunakan lambang-lambang jasmani sebagai jalan pengudusan dan kontak dengan Allah. Ia sendiri telah menjadi manusia dan telah mengambil sosok tubuh. Dengan demikian Ia telah menguduskan yang jasmani. Ia tidak meremehkan yang jasmani, oleh karena badan juga telah ditentukan untuk kemuliaan lahiriah apabila orang-orang terpilih akan mengambil bagian dalam kemuliaan Kristus.

Disadur dari buku Aku Percaya karya Pater H. Embruiru, SVD.

Pax et Bonum