Latest News

Showing posts with label Para Kudus. Show all posts
Showing posts with label Para Kudus. Show all posts

Friday, March 8, 2013

Kisah Santo Yohanes Paulus II dan Pengemis



Kisah Santo Yohanes Paulus II dan Pengemis


Dalam Masa Prapaskah ini yang merupakan masa pertobatan, Gereja-gereja Katolik menyediakan jadwal khusus untuk penerimaan Sakramen Tobat dan mengajak umat-umat Katolik sekalian menggunakan momen tersebut untuk mengakukan dosanya. Berkenaan dengan Sakramen Tobat / Sakramen Pengakuan Dosa, ada sebuah cerita nyata menarik* di mana seorang Paus, Santo Yohanes Paulus II, mengakukan dosanya kepada seorang imam yang sekali waktu meninggalkan imamatnya dan menjadi pengemis.** Semoga cerita ini dapat menginspirasi kita dan meneguhkan kita untuk datang ke Gereja dan mengakukan dosa kita dalam Sakramen Tobat. Mari kita simak:


Seorang imam teman Scott Hahn kembali dari Roma dan menceritakan kisah ini kepada  Scott Hahn. Imam tersebut dalam perjalanan untuk audiensi pribadi dengan Paus Yohanes Paulus II. Imam itu berangkat lebih awal dan kemudian memutuskan untuk berhenti sejenak dan berdoa di sebuah gereja sebelum pertemuan dengan Paus. Beberapa langkah dari gereja tersebut terdapat sejumlah orang pengemis, hal yang cukup biasa di Roma. Ketika imam tersebut berjalan mendekati gereja, imam itu berpikir bahwa ia mengenali salah satu pengemis. Setelah masuk ke dalam gereja, imam itu berlutut berdoa sementara ia mengingat-ingat seorang pengemis yang familiar baginya. Setelah berdoa, imam tersebut segera keluar dan mendekati pengemis tersebut dan berkata: �Saya mengenal engkau. Bukankah kita pernah studi di seminari yang sama?�

Pengemis tersebut mengiyakan, �Iya, memang benar.�

�Jadi engkau adalah imam sekarang?� Imam tersebut bertanya lagi.

�Tidak. Tidak lagi. Saya telah jatuh. Tinggalkan saya sendirian.�,  jawab pengemis tersebut.

Imam tersebut yang sadar ia harus bergegas untuk pertemuan dengan Paus hanya berkata, �Saya akan berdoa untuk engkau.�

Imam itu lalu meninggalkan pengemis tersebut dan berangkat ke pertemuannya dengan Paus Yohanes Paulus II. Pertemuan dengan Paus ini adalah sangat formal. Ada beberapa orang yang dianugerahi kesempatan untuk menghadiri audiensi pribadi dengan Paus pada waktu yang sama dan ketika Bapa Suci berjalan ke arah anda, sekretarisnya akan memberikan rosario yang sudah terberkati kepadanya dan kemudian Ia (Bapa Suci) akan memberikan rosario itu kepada anda. Pada saat tersebut, seseorang boleh mencium cincin Paus dan berkata sesuatu dengan rendah hati umumnya seperti memohon Paus mendoakannya, berterimakasih atas pelayanan Paus atau mendoakan Paus. Tetapi, ketika Bapa Suci Yohanes Paulus II mendekat, Imam tersebut tidak dapat menahan dirinya dan berkata, �Saya mohon berdoalah untuk teman saya.� Tidak hanya itu, imam tersebut lalu menceritakan semuanya mengenai teman seminarinya yang menjadi pengemis tersebut. Bapa Suci dengan penuh perhatian meyakinkan imam tersebut bahwa ia akan mendoakan temannya itu.

Beberapa hari kemudian, imam tersebut menerima sebuah surat dari Vatikan. Dengan bahagia dan heran, imam tersebut membawa surat itu ke gereja di mana ia terakhir bertemu teman sekelasnya di seminari. Hanya sedikit pengemis yang tinggal dan ia bersyukur temannya termasuk di antara yang masih tinggal di gereja itu. Imam tersebut mendekati teman pengemisnya itu dan berkata, �Saya telah bertemu Paus dan ia berkata bahwa ia akan mendoakan engkau juga.�

Imam tersebut melanjutkan, �Lebih dari itu, Paus mengundang engkau dan saya ke kediaman pribadi Beliau untuk makan malam.�

Pengemis itu berkata, �Mustahil. Lihatlah saya. Saya seorang yang kotor. Saya sudah lama sekali tidak mandi dan baju saya kotor.�

Sadar bahwa Paus ingin bertemu dengan temannya itu, Imam tersebut berkata, �Saya tinggal di sebuah kamar hotel di seberang jalan. Di sana engkau dapat mandi dan bercukur. Saya akan mencarikan baju yang cocok untuk engkau.�

Oleh karena rahmat Allah, pengemis tersebut setuju dan kemudian mereka berdua pergi berangkat untuk makan malam dengan Paus Yohanes Paulus II.

Keramahan Paus menakjubkan. Menjelang akhir makan malam sebelum menikmati makanan pencuci mulut, Paus melalui sekretarisnya meminta imam tersebut meninggalkan Paus sendirian bersama dengan pengemis tersebut.

Setelah 15 menit, pengemis tersebut keluar dari ruangan dengan air mata.

�Apa yang terjadi di sana?� tanya imam tersebut.

Jawaban tak terduga muncul: �Paus meminta saya mendengarkan pengakuan dosanya.�, kata pengemis tersebut.

Pengemis itu melanjutkan, �Saya berkata kepadanya: �Yang Suci, lihatlah saya. Saya seorang pengemis. Saya bukan seorang imam.� Paus melihat saya dan berkata: �Anakku, sekali engkau imam, engkau adalah selamanya imam dan siapa yang di antara kita yang bukan seorang pengemis? Saya juga datang ke hadapan Tuhan sebagai seorang pengemis meminta pengampunan atas seluruh dosa-dosa saya.� Saya memberitahunya: 'Tetapi, saya tidak berada dalam persatuan dengan Gereja.' Tetapi Paus meyakinkan saya: 'Saya seorang Paus, seorang Uskup Roma. Saya dapat mengembalikan engkau sekarang juga.'

Pengemis itu melanjutkan bahwa ia telah lama tidak mendengarkan pengakuan dosa sehingga Paus harus membantunya untuk mengucapkan kata-kata absolusi.

Imam itu bertanya, �Tetapi engkau di dalam selama 15 menit. Tentu pengakuan dosa Paus tidak berlangsung selama itu.�

�Tidak�, jawab pengemis itu, �Tetapi setelah saya mendengarkan pengakuan dosanya, saya meminta ia mendengarkan pengakuan dosa saya.�

Kata-kata penutup dari Paus Yohanes Paulus II untuk anaknya yang hilang datang dalam bentuk form dari sebuah komisi. Bapa Suci memberikan tugas pertama kepada imam-pengemis tersebut untuk pergi dan melayani orang-orang tunawisma dan pengemis di gereja tempat imam itu dulu mengemis.

Apa yang bisa kita lihat adalah teladan yang agung dari Bapa Suci Yohanes Paulus II. Ia adalah seorang yang mampu melihat tidak hanya pribadi Yesus Kristus, tetapi juga Imamat Kristus dalam mata seorang pengemis yang adalah imam. Tidak hanya itu, Bapa Suci berlutut di hadapan pengemis dalam kerendahan hati dengan penuh kesadaran akan dosanya. Perlu diketahui bahwa Paus Yohanes Paulus II pergi mengaku dosa setiap minggu.*** Bila kita mengikuti teladan Paus ini, entah berapa banyak dari kita akan menjadi orang kudus.



Post Scriptum:
*. Artikel ini diterjemahkan oleh Indonesian Papist dari Causa Finita Est.
**. Kisah yang hampir sama pernah terjadi pada St. Yohanes Maria Vianney. Bisa dilihat di artikel ini.
***. Para Paus mengakukan dosanya setiap minggu kepada seorang  imam yang mereka pilih dan identitas imam  tersebut dirahasiakan. Setiap Paus memiliki karunia infallibilitas tetapi tidak memiliki impeccabilitas. Untuk mengetahui perbedaannya, silahkan baca artikel ini


Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter

revisi 21 Maret 2019

Tuesday, November 6, 2012

Beato Nikolaus Steno - Orang Kudus, Uskup dan Saintis


Beato Nikolaus Steno

Beberapa waktu lalu, di page Gereja Katolik, ada anggota fanspage tersebut yang meminta agar page Gereja Katolik menceritakan kisah-kisah para ilmuwan dan saintis Katolik yang berjasa bagi dunia agar menginspirasi orang-orang muda Katolik lainnya untuk berprestasi di bidang keilmuan mereka masing-masing. Di samping itu, tokoh-tokoh ilmuwan Katolik ini bisa menjadi bukti bagaimana iman dan akal budi bisa berjalan berdampingan di dalam diri mereka.


Tokoh pertama yang akan diangkat adalah Beato Nikolaus Steno (Denmark: Niels Steensen, Latin: Nicolaus Stenonius). Ia adalah seorang uskup dan orang kudus, seorang saintis dan pioneer dalam ilmu anatomi dan geologi. Beato Nikolaus Steno, tepat pada ulang tahunnya yang ke 374 tanggal 11 Januari 2012, diperingati dan dihormati oleh Google karena kontribusinya dalam bidang stratigrafi dan geologi. Penghormatan ini ditunjukkan dengan pemberian Google Doodle yang secara khusus dibuat untuk memperingati hari ulang tahun dan menghormati artis dan saintis terkenal yang berpengaruh bagi dunia. Silahkan klik Google Doodle bagi Beato Nikolaus Steno untuk melihat lebih lanjut.

Nikolaus Steno adalah anatomis dan geologis berkebangsaan Denmark yang lahir pada tanggal 11 Januari 1638 di Copenhagen, Denmark. Ia terlahir sebagai seorang Lutheran, salah satu denominasi Protestan yang didirikan oleh Martin Luther. Ayahnya adalah seorang pandai emas yang bekerja untuk Raja Christian IV dari Denmark.

Sejak muda, Steno terlibat secara mendalam dalam berbagai studi sains alam. Pada umur 19 tahun, Steno masuk ke Universitas Copenhagen. Setelah menyelesaikan pendidikan di universitas, berkat aktivitas saintifiknya, Beato Steno bepergian melintasi eropa dan bertemu dengan fisikawan dan ilmuwan ternama lainnya. Ia termasuk orang yang tidak menerima kebenaran sebuah pertanyaan hanya karena pernyataan itu tertulis di buku dan ia ingin bergantung pada hasil penelitiannya sendiri. 


Atas bujukan Thomas Bartholin, Steno pertama pergi ke Rostock, kemudian Amsterdam, tempat ia mempelajari anatomi pada Gerard Blasius dan kembali fokus pada sistem limpa. Beberapa bulan kemudian, Steno pindah ke Leiden dan bertemu dengan mahasiswa Jan Swammerdam, Frederik Ruysch, Reinier de Graaf, Franciscus de le Boe Sylvius, seorang profesor terkenal, dan Baruch Spinoza. Saat itu, Descartes (seorang saintis Katolik lainnya, penemu Sistem Koordinat Cartesian) sedang menerbitkan karya mengenai cara kerja otak.

Pada tahun 1665, Steno berangkat ke Saumur dan bertemu dengan Melchis�dech Th�venot dan Ole Borch. Steno pergi ke Montpellier dan bertemu Martin Lister dan William Croone yang memperkenalkan karya Steno kepada Royal Society.

Setelah berkelana di seluruh Prancis, Steno tinggal di Italia pada tanggal 1666. Ia menjadi professor anatomi di Universitas Padua dan kemudian di Florence sebagai fisikawan bagi  Grand Duke of Tuscany, Ferdinand II de Merici, yang menaruh minat pada seni dan ilmu pengetahuan. Steno diundang untuk tinggal di Palazzo Vecchio. Steno kemudian berangkat ke Roma dan menemui Paus Alexander VII dan Marcello Malpighi (seorang anatomis Katolik, namanya diabadikan sebagai nama salah satu bagian ginjal � badan malphigi; dan pada alat ekskresi belalang � Pembuluh Malpighi).

Pada perjalanan pulang dari Roma, Steno melihat Prosesi Sakramen Mahakudus di Livorno (Italia) dan kemudian mulai mempertanyakan apakah iman Lutheran yang dia yakini selama ini adalah benar atau tidak. Pada tanggal 4 November 1667, Steno keluar dari Lutheran dan kemudian berpindah masuk ke dalam Gereja Katolik.

Sebagai seorang anatomis di Florence, Steno memfokuskan dirinya pada sistem otot dan sifat kontraksi otot. Ia juga menjadi anggota Accademia del Cimento di Firenze dan telah berdiskusi panjang dengan Francisco Redi, seorang ilmuwan Katolik lainnya yang mencetuskan teori biogenesis (bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya), sebagai tandingan terhadap teori abiogenesis. Seperti Vincenzio Viviani, Steno menggunakan geometri untuk memperlihatkan bahwa otot yang berkontraksi mengubah bentuk otot tanpa mengubah volumenya.

SUMBANGAN SAINTIFIK STENO

BIDANG ANATOMI. Selama di Amsterdam, Steno menemukan sebuah struktur yang belum terdeskripsi sebelumnya, yaitu Saluran Stenonianus, pada kepala domba, anjing, dan kelinci. Di Leiden, Steno mempelajari jantung sapi mendidih dan menyatakan bahwa jantung itu adalah otot biasa dan bukan pusat hangat seperti yang diyakini Galenus dan Descartes.

BIDANG PALEONTOLOGI. Pada tahun 1666, dua nelayan menangkap ikan hiu betina besar dekat kota Livorno, dan Ferdinand II de Merici memerintahkan agar kepala hiu itu dikirim kepada Steno. Steno membelah kepalanya dan mempublikasikan penemuannya pada tahun 1667. Ia mencatat bahwa gigi hiu memiliki kesamaan dengan obyek batuan tertentu yang ditemukan di bawah formasi batuan, yang disebut para pendahulunya sebagai glossopetrae atau "batu lidah". Fabio Colonna telah membuktikan dengan baik bahwa glossopetrae adalah gigi hiu dalam traktatnya De glossopetris dissertatio yang diterbitkan tahun 1616. Steno melengkapi teori Colonna dengan diskusi mengenai perbedaan komposisi antara glossopetrae dan gigi hiu hidup, sambil memikirkan bahwa komposisi kimia fosil dapat diubah tanpa mengubah bentuknya menggunakan teori zat korpuskular lama.

Penelitian Steno terhadap gigi hiu memunculkan pertanyaan baginya tentang bagaimana benda padat bisa ditemukan di dalam benda padat lain, seperti batu atau lapisan batu. "Benda padat di dalam benda padat" yang menarik ketertarikan Steno bukan saja fosil, namun juga mineral, kristal, enkrustasi, pembuluh, dan bahkan seluruh lapisan batuan atau strata. Ia menerbitkan studi geologinya dalam De solido intra solidum naturaliter contento dissertationis prodromus, atau Wacana pendahuluan untuk disertasi mengenai benda padat yang secara alami terkandung di dalam benda padat pada tahun 1669.

BIDANG GEOLOGI DAN STRATIGRAFI. Beato Nikolaus Steno dimaklumkan sebagai bapak ilmu geologi modern dan stratigrafi modern. Bila anda seorang geologist atau pernah belajar ilmu geologi dan sedimentologi, anda pasti akan bertemu dengan 4 Hukum Steno yang Steno tulis dalam Disertasi Prodromus-nya, yaitu:

1. Hukum superposisi: mengatakan bahwa suatu lapisan batuan sedimen pada suatu strata yang ridak terganggu secara tektonik lebih muda dari yang dibawahnya dan lebih tua dari yang berada diatasnya.

2. Hukum Cross-Cutting : Hukum ini menyatakan bahwa �Batuan yang terpotong mempunyai umur geologi yang lebih tua daripada yang memotong.�

3. Hukum Kontinuitas Latera
l : Pengendapan lapisan batuan sedimen akan menyebar secara mendatar, sampai menipis atau menghilang pada batas cekungan dimana ia diendapkan. Lapisan yang diendapakna oleh air terbentuk terus-menerus secara lateral dan hanya membaji pada tepian pengendapan pada masa cekungan itu terbentuk.

4. Hukum Horizontalitas : Sedimen yang baru terbentuk cenderung mengikuti bentuk dasarnya dan cenderung untuk menghorizontal, kecuali cross bedding. Hal ini karena pengaruh sedimen dikontrol oleh hukum gravitasi dan hidrolika cairan.


BIDANG KRISTALOGRAFI. Sama juga, bila anda belajar ilmu kristalografi, anda akan menemukan Hukum Steno atau dikenal juga dengan nama Hukum Sudut Konstan Steno yang menyatakan bahwa sudut antara bidang-bidang kristal yang saling berkaitan sama untuk semua spesimen material yang sama. Hukum ini adalah terobosan besar yang membentuk dasar seluruh penelitian terhadap struktur kristal.

KONVERSI STENO KE DALAM GEREJA KATOLIK

Pola pikir Steno yang tidak mudah percaya pada suatu pernyataan mempengaruhi pandangan agamanya. Ia lahir dan dibesarkan dalam iman Lutheran, tetapi kemudian ia mempertanyakan dan meragukan ajaran Lutheran.

Setelah lama melakukan studi teologi komparatif, termasuk membaca tulisan Para Bapa Gereja Perdana dan menggunakan kemampuan pengamatannya, ia memutuskan bahwa Gereja Katolik memberikan nafkah yang lebih baik untuk keingintahuannya. Ia kemudian memutuskan untuk menjadi Katolik pada tanggal 24 Juni 1666 dan diterima ke dalam Gereja Katolik pada tanggal 4 November 1667.

Namun, perpindahan Steno dari Lutheran ke dalam Gereja Katolik tidak hanya berdasarkan studi intelektual semata tetapi juga pengalaman-pengalaman spiritual terutama dengan Sakramen Mahakudus, Sakramen Ekaristi. Pada tanggal 24 Juni 1666, dalam perjalanan pulang dari Roma, Steno menyaksikan Perarakan Sakramen Ekaristi pada Hari Pesta Tubuh Kristus. Dalam biografinya, diceritakan bahwa Steno:

�... menyaksikan dengan keingintahuan dan keheranan mengenai Pesta Tubuh Kristus dan semangat yang mengelilingi Pesta Tubuh Kristus itu. Piazza D�Armi dipenuhi dengan warna-warna dan suara-suara. Sebuah bel keras yang berdering sepanjang pesta bisa didengar. Pria itu (Steno) mengenang saat ia menyaksikan prosesi yang sama tiga tahun sebelumnya di Lovanio, Belgia, di mana banyak mahasiswa berbaris dan puluhan professor berjubah hitam berjalan. Dia bisa melihat sesuatu berbeda di sini. Mungkin itu adalah rasa sukacita, sebuah perasaan hangat yang baru ... atau mungkin matanya telah berubah? Para biarawan dan imam ikut berprosesi juga, dengan berpakaian surplice putih dihiasi dengan tali di pinggang. Akhirnya kanopi emas besar lewat dan di bawahnya seorang pelayan Gereja (mungkin Uskup), berpakaian meriah dan membawa dekat dengan dadanya sebuah monstrans berharga yang di dalamnya adalah Hosti Kudus. Orang-orang berlutut ketika Sakramen Mahakudus lewat di depan mereka dan mata-mata mereka berkilauan dengan cinta saat mereka menatap pada Hosti, semua kepala tertunduk dalam adorasi.

Nikolaus Steno muda menghabiskan sepanjang hari itu dengan sebuah kegelisahan mendalam di hatinya. Dia ingat Imam Yesuit di Paris yang dengannya, Steno telah membahas mengenai Kehadiran Nyata Yesus dalam Roti yang telah dikonsekrasi. Imam Yesuit itu menekankan nilai kata-kata Yesus pada Perjamuan Terakhir, �Inilah Tubuh-Ku� dan Surat Pertama Santo Paulus kepada jemaat di Korintus yang berbicara mengenai Ekaristi. Hari itu juga, Nikolaus Steno memutuskan untuk menjadi Katolik. Dia segera masuk seminari dan setelah sembilan tahun belajar, ia ditahbiskan sebagai imam. Steno menjelaskan pertobatannya: �Segera setelah saya dengan penuh perhatian merenungkan hikmat Tuhan kepada saya, tampak dengan jelas bagi saya bahwa saya tidak dapat membantu selain mempersembahkan kepada-Nya hal yang terbaik dari diri saya dan dalam cara yang terbaik, dari lubuk terdalam hati saya. Oleh karena itu, setelah mengenal martabat yang besar dari imamat, saya meminta dan memperoleh bahwa saya boleh mempersembahkan Hosti Tak Bernoda kepada Bapa yang kekal untuk kebaikan saya dan kebaikan orang lain.��

STENO DALAM GEREJA KATOLIK

Steno ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1675 dan merayakan Misa Kudus pertamanya pada tanggal 13 April 1675 di Basilika Santissima Annunziata di Florence pada usia 37 tahun. Pada tanggal 21 Agustus 1677, Nikolaus Steno ditunjuk sebagai Vikar Apostolik Nordic Mission oleh Paus Innosensius XI dan ditahbiskan sebagai uskup pada tanggal 19 September 1677 oleh Kardinal Barbarigo. Dia diutus ke wilayah utara yang Lutheran untuk mengevangelisasi mereka. Sebagai seorang uskup, Steno tetap terlibat dalam aktivitas-aktivitas saintifik sekaligus juga kerap membantu kaum miskin.

Setelah menyelesaikan misinya, Steno ingin pulang ke Italia. Tetapi, kondisi Uskup Steno semakin memburuk dan akhirnya meninggal di Jerman pada tanggal 5 Desember 1686 dalam usia 48 tahun. Jenazahnya dikirim ke Florence dan dimakamkan di Basilika Santo Laurensius. Di samping karya saintifik, Uskup Steno juga menulis 16 karya teologi, di antaranya "Epistola de propria conversione" (Florence, 1677) dan "Defensio et plenior elucidatio epistol� de propria conversione" (Hanover, 1680). Nikolaus Steno dibeatifikasi oleh Paus Beato Yohanes Paulus II pada tahun 1988. Sekarang ia adalah Beato Nikolaus Steno, diperingati setiap tanggal 5 Desember.

Nama Beato Nikolaus Steno diabadikan dalam:
1. Museum Steno di Aarhaus, Denmark, yang memamerkan sejarah sains dan pengobatan serta mengoperasikan Planetarium dan kebun tanaman obat-obatan.
2. Kawah Steno di Planet Mars.
3. Gereja Paroki Katolik di Grevesmuhlen, Jerman Utara.
4. Niels Steensens Gymnasium, sebuah sekolah Katolik yang didirikan oleh Serikat Yesuit di Copenhagen.
5. Steno Diabetes Center di Gentofte, Denmark.
6. The Instituto Niels Stensen di Florence, Italia.

Pertanyaannya: Hai Para Orang Muda Katolik, tidakkah Beato Nikolaus Steno menginspirasi kita untuk berprestasi setinggi mungkin di bidang keilmuan kita masing-masing sembari tetap beriman teguh kepada Tuhan Yesus Kristus dalam Gereja Katolik?

Referensi:

Pax et Bonum