Latest News

Showing posts with label Natal. Show all posts
Showing posts with label Natal. Show all posts

Friday, December 23, 2011

St. Nikolaus Meninju Wajah Si Penyesat

Ikonografi ini menggambarkan St. Nikolaus yang sedang meninju Si Sesat Arius pada Konsili Nicea 325 M
Santo Nikolaus dari Myra (sekarang masuk wilayah Turki), yang kita rayakan pada tanggal 6 Desember, dikenal sebagai seorang Uskup yang baik hati.  Ia dikenal salah satunya karena kebaikannya menolong tiga orang putri yang hendak dijual ayah mereka karena keluarga mereka kekurangan uang. Juga dilaporkan bahwa St. Nikolaus ini berusaha mengatasi kelaparan di wilayah keuskupannya dengan bersusah payah mendatangkan makanan dari luar keuskupannya. Dari kisah hidup dan segala kebaikan St. Nikolaus ini, dibuatlah sebuah tokoh kakek tua yang gemar berbagi hadiah kepada anak-anak kecil setiap Natal yang kita kenal dengan nama Santa Claus atau Sinter Klaas. Kisah tentang Santo Nikolaus dari Myra ini dapat anda sekalian baca lebih lanjut di situs Yesaya dan Iman Katolik. Tapi tahukah anda bahwa seorang Uskup yang baik hati ini pernah meninju seorang Imam?
Konsili Ekumenis Pertama, Konsili Nicea (325 M), dipanggil oleh Kaisar Constantine untuk membahas sebuah pengajaran sesat dari seorang Imam di Keuskupan Alexandria bernama Arius sekaligus menegaskan ajaran iman yang benar mengenai Ke-Allah-an Yesus Kristus (Banyak orang terpengaruh mitos bahwa Konsili Nicea 325 M mengangkat Yesus sebagai Allah padahal Yesus itu sejak awal mula adalah Allah. Konsili Nicea ini adalah Konsili yang diadakan untuk menegaskan ajaran iman yang benar yang sudah ada sebelumnya). Pengajaran Arius ini kita kenal dengan sebutan Arianisme. Arius mengajarkan bahwa Yesus Kristus, Sang Allah yang menjadi manusia, bukanlah Allah sepenuhnya melainkan hanya sebuah ciptaan pertama dari Allah Bapa.
Konsili Nicea ini, yang dipimpin oleh Uskup Hosius dari Cordova selaku wakil Paus St. Silvester, memanggil Arius ke tengah Konsili dan meminta ia untuk menjelaskan seluk beluk pengajarannya yang sesat itu. St. Nikolaus, Uskup Myra, tidak dapat menerima semua pengajaran sesat Arius yang tidak masuk akal itu dan tidak dapat menerima Yesus direndahkan dalam pengajaran sesat tersebut. Lalu, ia berdiri, berjalan ke arah Arius dan meninju wajah Arius. 
Hosius dari Cordova, Kaisar Constantine dan Para Uskup yang hadir di Konsili mengecam tindakan kekerasan Nikolaus melawan Arius. Mereka segera menurunkan St. Nikolaus dari tahta keuskupannya dengan menyita dua simbol yang menandai seseorang sebagai Uskup: Salinan Injil milik St. Nikolaus dan Pallium (vestment/jubah yang digunakan oleh Para Uskup di Timur) miliknya. St. Nikolaus kemudian dimasukkan ke dalam penjara.

Sekarang, bila demikian kisah akhir dari St. Nikolaus, kita mungkin tidak akan mengenal orang kudus ini dan tentu juga tidak akan mengenal tokoh yang dibangun dari St. Nikolaus, Santa Claus. Kemudian setelah St. Nikolaus diturunkan lalu dipenjarakan, Tuhan Yesus Kristus dan Santa Perawan Maria mengunjungi Nikolaus di dalam penjara karena tindakannya menampar sang penyesat, Arius. Tuhan Yesus Kristus bertanya kepada St. Nikolaus, �Mengapa kamu berada di sini?� Nikolaus menjawab �Karena saya mencintai Engkau, Tuhanku dan Allahku.� Kristus kemudian menyerahkan salinan Injil kepada St. Nikolaus. Kemudian, Perawan Maria memakaikan Pallium Uskup kepada St. Nikolaus. Dengan kedua tindakan ini, St. Nikolaus dikembalikan martabat dan posisinya sebagai seorang Uskup Gereja Katolik. Penggambaran mujizat terhadap St. Nikolaus ini digambarkan dengan ikon tradisional berikut:

Perhatikan Tuhan Yesus Kristus di kiri memegang salinan Injil dan Santa Perawan Maria di kanan memegang Pallium. Sementara di tengah, St. Nikolaus yang telah menggunakan Pallium dan memegang salinan Injil.
  
Ketika Para Uskup dan Kaisar Konstantinus di Konsili mendengar mujizat ini, Konsili segera memerintahkan supaya Nikolaus dikembalikan posisinya sebagai Uskup dengan reputasi baik di dalam Konsili Nicea ini. Syahadat Panjang / Syahadat Nicea Konstantinopel yang kita daraskan merupakan salah satu hasil Konsili Nicea ini (bersama Konsili Konstantinopel I). Para Uskup di Nicea berada di pihak St. Athanasius Agung dan St. Nikolaus mengutuk ajaran sesat Arianisme oleh Arius dan menegaskan ajaran yang benar mengenai Yesus Kristus seperti yang tercantum dalam kutipan Syahadat Panjang / Kredo Nicea-Konstantinopel berikut ini:
�Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang mahakuasa,
pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan;
dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal.
Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad,
Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar.
Ia dilahirkan, bukan dijadikan,
sehakikat dengan Bapa;
segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. ...�

Sebuah gambar yang menggambarkan kejadian legendaris tersebut menutup artikel ini: St. Nikolaus di kiri sedang mempersiapkan tinjuannya berjalan menuju ke arah Arius dengan tangan di atas. Orang yang berada di tahta tersebut adalah Kaisar Konstantinus. Santo Nikolaus dari Myra, doakanlah kami.
Catatan: Artikel ini ditulis bukan untuk membenarkan tindakan pemukulan terhadap mereka yang menyesatkan tetapi untuk menceritakan salah satu bagian dari kisah hidup St. Nikolaus yang jarang atau mungkin belum pernah kita dengar.

Sumber gambar:  Cantebury Tales, sebuah blog milik Dr. Taylor Marshall, Katolik eks Imam Anglikan. 
Lihat juga mengenai Kaisar Konstantinus dan Konsili Nicea pada Artikel Ini.

Pax et Bonum



Tuesday, December 20, 2011

Sejarah Hari Natal

Ikon Kelahiran
Banyak yang berpikir bahwa Natal adalah adopsi atas tradisi pagan, namun fakta sejarah Natal tidak berbicara demikian. Asal-usul Hari Natal itu berasal dari tradisi historis dalam Gereja Katolik sendiri.

Gereja menetapkan tanggal 25 Desember sebagai Hari Raya Natal untuk merayakan Hari Kelahiran Yesus Kristus. Gereja Katolik telah merayakan Natal sejak abad-abad pertama Gereja Katolik hadir. Daniel Rops, seorang sejarawan dari Prancis, mengatakan bahwa pada masa penganiayaan Gereja Katolik sampai keluarnya Edict Milan (313) yang memberikan kebebasan beragama kepada Gereja Katolik, umat Katolik telah merayakan Natal secara sembunyi-sembunyi di Katakombe-katakombe (makam bawah tanah) yang ada di Kekaisaran Romawi.  [Daniel Rops, Pri�res des Premiers Chr�tiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229].

Mendukung pernyataan Daniel Rops ini, saya tampilkan sebuah lukisan fresco abad ke-2 dari Gereja Katakombe St. Priscilla di Roma yang menggambarkan Nativity of Christ atau Kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus. 

Lukisan Fresco Kelahiran Yesus Kristus dari abad ke-2 di Katakombe St. Priscilla di Roma
Sebagaimana bukti sejarah yang dikutip oleh Hospinian; Bapa Gereja Teofilus, Uskup Caesarea di Palestina (115-181 M), yang hidup dalam masa pemerintahan Kaisar Commodus mungkin adalah orang pertama yang secara eksplisit memberikan pernyataan mengenai Natal: 
�Kita harus merayakan hari kelahiran Tuhan kita pada tanggal 25 Desember yang akan berlangsung.� [Magdeurgenses, Cent. 2.c.6. Hospinian, de Origin Festorum Christianorum]
Sextus Julius Africanus (220 AD), walau tidak berbicara mengenai adanya perayaan Natal, ia secara implisit menyatakan bahwa 25 Desember sebagai tanggal kelahiran Kristus. Dalam bukunya Chronographia, ia mengatakan bahwa dunia diciptakan pada tanggal 25  Maret berdasarkan kronologi Yahudi dan sejarah Kristen Perdana. Ia mengatakan bahwa pada tanggal 25 Maret ini, Sang Firman Allah menjelma menjadi manusia; hal ini membuat sense simbolis yang sempurna karena pada saat Penjelmaan ini, penciptaan yang baru dimulai. Berdasarkan Julius Africanus, karena Sang Firman Allah menjelma menjadi manusia sejak masa Dia dikandung oleh Perawan Maria, hal ini berarti setelah 9 bulan, Sang Firman Allah yang telah menjadi manusia itu lahir pada tanggal 25 Desember.

St. Hipolitus dari Roma, pentobat yang dulunya seorang anti-Paus pada masa penggembalaan Paus St. Zephyrinus, Paus St. Kallistus I, Paus St. Urbanus I dan Paus St. Pontianus, secara eksplisit juga menyatakan bahwa Yesus Kristus lahir pada tanggal 25 Desember:
Untuk kedatangan pertama Tuhan kita dalam daging, [terjadi] ketika Ia lahir di Betlehem, eight days before the kalends of January (25 Desember), hari keempat (Rabu) dalam minggu ketika Augustus (kaisar Romawi) dalam 42 tahun [pemerintahannya] tetapi dari Adam 5500 tahun. Ia (Yesus) menderita pada [usia] 33 tahun, eight days before the kalends of April (25 Maret), tahun kelimabelas Kaisar Tiberius ketika Rufus dan Roubellion dan Gaius Caesar, untuk keempat kalinya, dan Gaius Cestius Saturninus menjadi konsul [di Roma]. (St. Hippolytus of Rome (c. 225 AD), Commentary on Daniel 4.23.3)

Sedangkan, Bapa Gereja Yohanes, Uskup Nicea, memberitahu kita bahwa Paus St. Julius I (336-352) dengan bantuan tulisan-tulisan dari sejarawan Yahudi, Josephus, telah memastikan bahwa Kristus lahir pada tanggal 25 Desember.

Pada akhir abad keempat, Uskup Epifanius dari Salamis (salah satu sejarahwan Gereja) memberikan kronologi kehidupan Tuhan Yesus Kristus di mana menurut Kalender Julian (saat ini Gereja Katolik Roma menggunakan Kalender Gregorian) tanggal 6 Januari adalah hari kelahiran Tuhan dan 8 November adalah hari pembaptisan Tuhan di Sungai Yordan.

Pada permulaan abad kelima, biarawan terpelajar, St. Yohanes Kassianus dari Konstantinopel, pergi ke Mesir untuk mempelajari peraturan-peraturan biara di sana. Antara tahun 418 hingga 425, St. Yohanes Kassianus menulis laporan pengamatannya. Dia memberitahukan kita bahwa uskup-uskup di wilayah itu, pada masa tersebut, menganggap Pesta Epifani (Penampakan Tuhan) sebagai hari kelahiran Tuhan dan tidak ada perayaan terpisah dalam menghormati kelahiran Tuhan. Dia menyebut hal ini �tradisi kuno�. Kebiasaan lama ini segera memberi jalan bagi tradisi baru. Sementara mengunjungi St. Sirillus, Patriark Alexandria; Uskup Paulus dari Emesa berkhotbah pada perayaan kelahiran Tuhan Yesus pada 25 Desember tahun 432 M. Natal telah diperkenalkan kepada Mesir sebelum waktu kunjungan ini, dapat dikatakan sekitar 418 dan 432 M dan peristiwa ini menjadi bukti kuat berdasarkan kalender yang telah ada.

St. Gregorius dari Nazianzus, Bapa Gereja dan Uskup, selama tinggal di daerah Seleucia di Isauria (Turki sekarang) merayakan Natal untuk pertama kalinya di Konstantinopel pada tanggal 25 Desember 379.
St. Yohanes Krisostomos

St. Yohanes Krisostomos, Bapa Gereja dan Uskup, berkhotbah di Antiokia pada tanggal 20 Desember 386 dan karena kefasihan pewartaannya, ia berhasil mengajak umat beriman untuk menghadiri Natal 25 Desember 386. Sejumlah besar umat beriman hadir di Gereja ketika Natal dirayakan. Kita memiliki salinan khotbah St. Yohanes Krisostomos. Pada Pengantar khotbah, ia berkata bahwa ia berharap dapat berbicara kepada mereka mengenai perayaan Natal yang telah menjadi kontroversi besar di Antiokia. Dia mengusulkan kepada para pendengarnya untuk menghormati dan merayakan Natal dengan tiga dasar: Pertama, karena Natal telah menyebar dengan cepat dan pesat dan telah diterima dengan baik di berbagai daerah. Kedua, karena waktu pelaksanaan sensus pada tahun kelahiran Yesus dapat ditentukan dari berbagai dokumen kuno yang tersimpan di Roma; Ketiga, waktu kelahiran Tuhan Yesus dapat dihitung dari peristiwa penampakan malaikat kepada Zakarias, ayah Yohanes Pembaptis, di Bait Allah. Zakarias, sebagai Imam Agung, masuk ke dalam Tempat Mahakudus pada Hari Penebusan Dosa Yahudi (The Jewish Day of Atonement). Hari tersebut jatuh pada bulan September menurut kalender Gregorian. Enam bulan sesudah peristiwa ini, malaikat Gabriel datang kepada Maria dan sembilan bulan kemudian Yesus Kristus lahir, yaitu pada bulan Desember. St. Yohanes Krisostomos menyimpulkan khotbahnya dengan sanggahan telak terhadap orang-orang yang menolak bahwa Sang Allah telah menjadi manusia dan tinggal di dunia. St. Yohanes Krisostomos, dengan mengacu pada khotbah di atas, mengatakan dengan jelas bahwa pada masa tersebut, ketika perayaan Natal diperkenalkan di Timur, Natal telah dirayakan di Roma lebih dulu.

Melihat pemaparan di atas, saya sangat yakin bahwa Tuhan Yesus sungguh lahir pada tanggal 25 Desember. Tetapi saya juga sangat sadar bahwa Natal bukan sekadar soal tanggal lahir Tuhan Yesus.

Banyak orang-orang yang menolak dan skeptis terhadap Natal berusaha untuk mendiskreditkan Natal bahkan membuat mitos bahwa Natal adalah hasil adopsi dari perayaan pagan bernama Dies Natalis Solis Invicti yang sebenarnya ditetapkan Kaisar Aurelianus pada 25 Desember 274 untuk menandingi Natal Gereja Katolik. Bagaimanapun juga, pendiskreditan ini menunjukkan kesalahpahaman mengenai tentang apa itu Natal. Dalam Gereja, Natal adalah sebuah Hari Raya yang ditetapkan oleh Gereja untuk merayakan dan mengenang bahwa Allah  yang menjadi manusia tanpa kehilangan ke-Allah-anNya kini telah lahir untuk menyelamatkan kita dari dosa dan menebus dunia. Allah yang mahakasih itu menjadi seorang bayi kecil, lahir dari rahim seorang Perawan untuk membebaskan kita dari kematian dan dosa, inilah yang dinubuatkan Para Nabi di Perjanjian Lama.

Mereka yang menolak  atau skeptis terhadap Natal berpikir terlalu banyak mengenai istilah teknis dan angka-angka sedangkan mereka kehilangan makna dari Natal itu sendiri. Makna Natal bukanlah mengenai akte kelahiran lengkap dengan isinya, tetapi mengenai cinta kasih dari Allah yang telah menjadi manusia bagi kita.

Demikianlah secara singkat asal-usul Perayaan Natal yang kita rayakan 25 Desember setiap tahunnya. Perayaan Natal memang memiliki asal usul yang sangat tua dan telah dirayakan sejak zaman Gereja Perdana. Natal bukanlah perayaan pagan yang diadopsi masuk ke dalam Kekristenan, tetapi Natal adalah Perayaan Misteri Iman yang berasal dari dalam Kekristenan itu sendiri.


dikembangkan dari Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists December 2007, Christmas Was Never a Pagan Holiday by Marian T. Horvath, dan berbagai sumber-sumber minor lainnya.

Friday, December 16, 2011

Apakah Natal itu Hasil Adopsi dari Perayaan Pagan Romawi?


Bila kita melihat artikel dari blog ini sebelumnya yang berjudul �Asal Usul Perayaan Natal�, maka kita akan melihat fakta menarik bahwa tanggal 25 Desember adalah hasil dari usaha-usaha Para Bapa Gereja berdasarkan perhitungan kalender dan studi sejarah untuk mencari tahu mengenai tanggal kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perayaan pagan non-Katolik. Tetapi, banyak umat Kristen dan non-Kristen menganggap bahwa perayaan kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember adalah sebuah bentuk adopsi terhadap perayaan pagan kekaisaran romawi. Bahkan sejumlah umat non-Kristen menuduh Kaisar Konstantinus Agung menetapkan pada Konsili Nicea 325 M supaya Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember sebagai bentuk adopsi terhadap perayaan pagan ke dalam Kekristenan. Mitos ini begitu terpatri kuat dalam benak banyak orang bahkan banyak umat Katolik sendiri terpengaruh dengan hal ini.

Pertama-tama, dokumen Konsili Nicea I pada tahun 325 M sama sekali tidak berisi apapun mengenai Perayaan Natal. Silahkan cek isi Konsili Nicea I di artikel ini. Entah dari mana datangnya tuduhan bahwa Kaisar Konstantinus adalah orang yang menetapkan Natal. Terlihat sekali ada usaha untuk mendiskreditkan Katolik dengan menuduh demikian.

Kedua, Natal bukanlah sebuah perayaan yang diadopsi dari perayaan pagan Kekaisaran Romawi. Penjelasan mengenai hal ini cukup panjang.

Puritans against Christmas
A colonial Puritan governor stops the merrymaking of Christmas festivities (1883)

Pendapat bahwa Natal diadopsi dari perayaan pagan muncul pada abad ke-17 dari kalangan Protestan aliran Puritan di Inggris dan Presbiterian di Skotlandia. Kedua denominasi Protestan ini sangat membenci banyak hal-hal berbau Katolik atau yang memiliki asal-usul dari Gereja Katolik. Kemudian, seorang pendeta Protestan berkebangsaan Jerman bernama Paul Ernst Jablonski mendukung pernyataan dua denominasi di atas dengan mengatakan bahwa perayaan Natal adalah perayaan pagan romawi yang mengkorupsi dan memaganisasi Kekristenan yang murni.

Klaim-klaim yang dipaparkan adalah bahwa Natal diadopsi dari dua perayaan pagan, Perayaan Saturnalia untuk menyembah Dewa Saturnus dan Dies Natalis Solis Invicti (Birth of Unconquered Sun / Kelahiran Matahari tak tertaklukkan).

Banyak mitos beredar bahwa Saturnalia dirayakan pada tanggal 25 Desember sehingga orang-orang menganggap Natal diadopsi dari perayaan Saturnalia ini karena tanggalnya sama. Tetapi tidak seperti itu faktanya.

Perayaan Saturnalia adalah perayaan romawi kuno untuk penyembahan terhadap Dewa Saturnus. Pada permulaan bulan Desember, para petani sudah harus menyelesaikan segala aktivitas pertanian musim gugurnya (De Re Rustica, III.14) dan kemudian dilanjutkan dengan penyembahan terhadap Saturnus dengan sebuah perayaan bernama Saturnalia. Saturnalia resminya dirayakan pada tanggal 17 Desember hingga 23 Desember. Kaisar Augustus menguranginya menjadi tiga hari sehingga instansi-instansi sipil tidak perlu tutup lebih lama dari seharusnya, dan Kaisar Kaligula menambahkannya menjadi lima (Suetonius, XVII; Cassius Dio, LIX. 6). Terakhir, Kaisar Klaudis mengembalikan perayaan ini seperti semula. (Dio, LX.25). Jadi, mengapa dikatakan Natal diadopsi dari Saturnalia? Tidak ada tanggal 25 Desember pada Perayaan Saturnalia ini.

Kaisar Aurelianus
Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini adalah perayaan pagan romawi yang paling sering dijadikan dasar tuduhan bahwa Natal diadopsi dari perayaan Dies Natalis Solis  Invicti. Tuduhan ini sama sekali tidak memiliki substansi sejarah mengingat Natal telah dirayakan secara sederhana di katakombe-katakombe sejak abad-abad awal. [Daniel Rops, Pri�res des Premiers Chr�tiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229]. Fakta berbicara sebaliknya dari mitos ini. Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini justru adalah perayaan pagan yang ditetapkan untuk menandingi perayaan Natal Gereja Perdana (Gereja Katolik).

Kaisar Aurelianus yang memerintah dari tahun 270 M hingga tahun 275 M sangat membenci Kekristenan. Dia menetapkan Dies Natalis Solis Invicti pada tanggal 25 Desember 274 sebagai alat untuk mempersatukan kultus-kultus pemujaan pagan di sekitar Kekaisaran Romawi untuk merayakan �kelahiran kembali� matahari. Aurelianus memimpin sebuah kekaisaran yang nyaris runtuh akibat perpecahan internal, pemberontakan-pemberontakan, krisis ekonomi, dan serangan-serangan dari suku bangsa German di utara dan Kerajaan Persia di timur.

Dalam menetapkan perayaan baru ini, Aurelianus berharap �kelahiran kembali� matahari menjadi simbol harapan bagi �kelahiran kembali� Kekaisaran Romawi dengan merayakan penyembahan terhadap dewa yang menurut mereka telah membawa kekaisaran Romawi ke dalam kebesaran dan kejayaan di dunia.

Penetapan perayaan pagan pada tanggal 25 Desember 274 ini oleh Aurelianus bukan hanya sekadar manuver politik saja tetapi juga sebuah usaha untuk memberikan signifikansi pagan terhadap tanggal 25 Desember yang merupakan salah satu tanggal penting Gereja Perdana (Gereja Perdana=Gereja Katolik). Perkembangan Gereja Katolik yang pesat sejak kelahirannya pada tahun 33 M saat Pentakosta semakin hari semakin memberi dampak dan pengaruh yang besar terhadap Kekaisaran Romawi. Hal ini menurut Aurelianus dan beberapa Kaisar Romawi lainnya perlu dihilangkan. Penetapan Dies Natalis Solis Invicti ini dapat kita katakan sebagai salah satu usaha Aurelianus untuk menandingi perayaan Natal Gereja Katolik yang merayakan kelahiran Sang Terang Abadi dan Tak Tertaklukan, Yesus Kristus.

Terlepas dari pasti atau tidak pastinya tanggal 25 Desember sebagai tanggal asli kelahiran Kristus, Natal tetaplah merupakan Hari Raya yang ditetapkan Gereja Katolik untuk merayakan kelahiran Kristus berdasarkan usaha-usaha Para Bapa Gereja untuk menemukan tanggal historis kelahiran Yesus Kristus. Natal sama sekali bukan perayaan pagan yang diadopsi ke dalam Kekristenan tetapi sebuah perayaan yang berasal dari dalam Gereja Katolik sendiri. Pernyataan bahwa Natal adalah perayaan pagan yang diadopsi oleh Gereja Katolik adalah pernyataan yang sama sekali merupakan sebuah mitos.


Referensi: 
1. Christmas Was Never a Pagan Holiday by Marian T. Horvath, Ph. D. 
2. Calculating Christmas by William J. Tighe (Professor Sejarah dari Muhlenberg  College di Allentown, Pennsylvania), diterbitkan di majalah Touchstone December 2003
3. Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists December 2007

Pax et Bonum