Latest News

Showing posts with label Katekese. Show all posts
Showing posts with label Katekese. Show all posts

Sunday, November 24, 2013

Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam


Berdasarkan Kalender Liturgi untuk Misa Novus Ordo, Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam dirayakan pada hari terakhir Hari Minggu terakhir Masa Biasa, seminggu sebelum dimulainya Masa Adven. Sementara, berdasarkan Kalender Liturgi untuk Misa Tridentin, Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam dirayakan pada Hari Minggu terakhir Bulan Oktober sebagaimana ditentukan oleh Paus Pius XI, Paus yang menetapkan perayaan ini.


 
 
Hari Raya ini termasuk Hari Raya baru yang ditetapkan tidak lebih dari 100 tahun yang lalu oleh Paus Pius XI pada 11 Desember 1925 dalam Ensiklik Quas Primas (QP). Dalam ensiklik inilah, kita bisa mengetahui makna lebih dalam dari Hari Raya ini. Paus Pius XI tidak asal sembarangan menetapkan Hari Raya ini, namun dilatarbelakangi oleh kondisi Paska Perang Dunia I. Paus Pius XI, seorang yang memiliki visi jauh ke depan, melihat pentingnya penetapan Hari Raya Kristus Raja ini. Dalam Ensiklik pertamanya yang ia tulis 3 tahun sebelum Quas Primas, Ubi Arcano Dei Consiliomengenai Damai Kristus dalam Kerajaan Kristus, Paus Pius XI menyatakan: �Sejak dihentikannya Perang Besar (Perang Dunia I), individu-individu, berbagai kelas dalam masyarakat, bangsa-bangsa di bumi belum menemukan kedamaian yang sejati. Mereka tidak menikmati ketentraman yang nyata dan berbuah yang merupakan aspirasi dan kebutuhan umat manusia.�Paus Pius XI melihat awan-awan hitam di masa depan. Ia melihat sekularisme hendak mengobarkan perang besar terhadap Gereja. Di Rusia, rezim ateistik sedang mengancam peradaban. Di Meksiko, umat Katolik mengalami penganiayaan yang semakin buruk. Di seluruh Eropa, muncul sikap anti-Katolik yang menyebar luas dan siap untuk melawan Gereja. Sementara itu, di dalam Gereja, muncul musuh dalam selimut yang mulai menampakkan dirinya. Banyak dinasti kerajaan pun runtuh. Namun, ada satu Kerajaan yang tidak pernah jatuh, yang Rajanya memerintah selama-lamanya. Raja yang membawa kedamaian bukan perang; keadilan bukan kekacauan; kebahagiaan abadi bukan kesenangan fana. Raja ini adalah Yesus Kristus. Ia memerintah;
1. dalam hati setiap manusia baik serta akal budi dan pengetahuannya dan kebenaran-Nya haruslah diterima dengan ketaatan oleh semua umat manusia.
2. dalam setiap kehendak manusia, karena hanya dalam Dia, kehendak manusia taat secara sempurna dan menyeluruh kepada kehendak kudus Allah Bapa.
3. sebagai �King of hearts� karena kasih-Nya melampaui segala pengetahuan.

Paus Pius XI melihat mayoritas umat manusia menyingkirkan Yesus Kristus dan hukum suci-Nya dari hidup mereka, menganggap bahwa hukum suci Kristus tidak mendapat tempat dalam perkara-perkara pribadi atau politik (QP 1). Adalah kesalahan besar menganggap Yesus tidak memiliki kuasa apapun dalam perkara-perkara sipil karena Kerajaan Kristus mencakup seluruh ciptaan yang diserahkan oleh Allah Bapa kepada-nya, segala sesuatu berada dalam kuasa Kristus (QP 17). Paus menjelaskan bahwa Yesus Kristus diutus ke dunia bukan hanya sebagai Penebus umat manusia tetapi juga sebagai Pemberi hukum yang menuntut ketaatan seluruh umat manusia. (QP 14). Ketika hukum negara bertentangan dengan hukum Kristus, maka hukum Kristus itulah yang harus ditaati. Bila manusia mengakui, baik dalam kehidupan pribadi maupun publik, bahwa Kristus adalah Raja, masyarakat akan menerima berkah-berkah kebebasan sejati, disiplin yang teratur, perdamaian dan harmoni yang melimpah (QP 19). Selama individu-individu manusia dan negara-negara menolak untuk taat pada hukum Juru Selamat kita, tidak akan ada harapan akan perdamaian sejati di antara negara-negara (QP 1). Paus Pius XI menetapkan Hari Raya ini dengan harapan di masa depan masyarakat akan kembali kepada Juruselamat kita Yesus Kristus dan menjadi tugas setiap umat Katolik melakukan apapun yang mampu dilakukan untuk mencapai harapan ini (QP 24). Dalam Yesus Kristus ada keselamatan individu manusia, dalam Yesus Kristus ada keselamatan masyarakat (QP 18).

LITURGI SANG RAJA

Paus Pius XI menjelaskan bahwa untuk mendapatkan kedamaian sejati, manusia harus mencari kedamaian Kristus dalam Kerajaan Kristus. (QP 1)  Kerajaan Kristus melampaui seluruh dunia namun tidak berasal dari dunia. Kerajaan Kristus ini tidak dapat dimasuki selain melalui pertobatan, iman dan baptisan. Kerajaan Kristus di dunia, sebagaimana Paus Pius XI katakan, adalah Gereja Katolik yang ditakdirkan untuk menyebar di antara semua manusia dan segala bangsa. Di Kerajaan Kristus di dunia ini, Gereja Katolik, Sang Kristus disembah dan dihormati sebagai Raja dan Tuhan, sebagai Raja segala raja, dalam Liturgi Suci Gereja. Legem credendi lex statuit supplicandi, aturan iman (rule of faith) ditunjukkan oleh hukum peribadatan kita. (QP 12).

Dengan menetapkan Hari Raya Kristus, Paus Pius XI tidak hanya menegaskan kembali kedaulatan Kristus, namun Paus hendak menunjukkan kekuatan unik dari Liturgi Suci. Liturgi Suci berikut hukum-hukumnya adalah hukum peribadatan ilahi yang menyatakan iman kita. Paus Pius XI menunjukkan bahwa Liturgi Suci dapat menjadi solusi atas problem sekularisasi bukan hanya dalam konteks spiritual semata, namun dalam konteks praktikal juga. Paus Pius XI melihat penetapan Hari Raya Kristus Raja sebagai cara yang efektif untuk mewartakan martabat rajawi Yesus Kristus (Kingship of Jesus Christ). Demikian kata Paus Pius XI, �Karena umat diajarkan dalam kebenaran-kebenaran iman dan dibawa untuk menghargai sukacita-sukacita agama jauh lebih efektif dengan perayaan tahun misteri-misteri suci kita daripada pengumuman resmi ajaran Gereja. Pengumuman tersebut biasanya hanya menjangkau sedikit orang dan orang yang lebih pintar saja di antara umat beriman; Pesta-pesta Liturgi menjangkau umat semua, pengumaman berbicara sekali, Pesta-pesta Liturgi berbicara setiap � faktanya, selama-lamanya.� (QP 21)

Di sinilah, kita dapat melihat pesan yang menarik bahwa ketaatan dalam Liturgi Suci menunjukan ketaatan terhadap Kristus Sang Raja sebab Liturgi Suci mengungkap aturan iman yang otentik kepada Kristus Sang Raja. Oleh karena itu, perlulah kita menghindari mengimprovisasi/mengkreatifkan/mengutak-atik Liturgi Suci sesuai keinginan imam, umat, kelompok kategorial dsb karena dengan demikian kita sedang mengubah aturan iman kita. Jangan sampai kita menjadi �raja� dalam Liturgi Suci dengan keinginan kita untuk menyesuaikan Liturgi Suci kepada diri kita atau komunitas kita.

pax et bonum

Thursday, October 17, 2013

Terima Sakramen via Media Komunikasi

Oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, banyak hal yang semakin dimudahkan dan jarak tempuh seolah semakin diperpendek. Namun, ada hal negatif yang muncul dalam kehidupan umat yaitu kecenderungan untuk merasa cukup mengikuti Misa Kudus dari TV atau dari menonton rekaman Misa Kudus. Anggapannya adalah dengan mengikuti Misa Kudus dari TV, kita sudah hadir dan berpartisipasi dalam Misa Kudus. Selain itu, muncullah juga keinginan untuk mengakukan dosa dalam Sakramen Tobat melalui telepon, e-mail, video-chatting, dan sebagainya. Keinginan ini muncul karena keseganan dan ketakutan untuk mengakukan dosa secara langsung sehingga berpikir untuk mencari jalan pintas yang lebih mudah.

 
Sedikit intermezzo, coba bayangkan kalau penerimaan sakramen-sakramen dapat dilakukan melalui perantara media komunikasi. Bayangkan seorang imam menikahkan sepasang pria wanita melalui perantara media video-call di mana si imam sendirian berada di suatu Gereja di Jakarta dan sepasang pria wanita ini sedang berada di Medan. Bayangkan saat kita sedang sakit keras dan imam juga menggunakan video-call untuk memberikan Sakramen Pengurapan Orang Sakit, mengolesi layar laptopnya sendiri dengan minyak urapan orang sakit. Bukankah hal-hal tersebut adalah hal yang tidak wajar dan aneh?

Tentu saja bila ditinjau dari aturan Gereja mengenai Perayaan Sakramen, Gereja sama sekali tidak memberi ruang untuk penggunaan media-media komunikasi sebagai perantara dalam pemberian Sakramen. Gereja tidak mengizinkan Sakramen diberikan melalui media-media komunikasi. Hal ini sudah sangat jelas. Namun, hendaknya kita tidak hanya ikut-ikutan taat pada aturan ini tapi kita taat karena aturan ini memiliki pesan penting yang hendak diungkapkan.

Tampaknya keinginan-keinginan di atas timbul karena umat mulai kehilangan pemahaman yang benar mengenai Sakramen-sakramen secara keseluruhan, dan secara khusus Sakramen Ekaristi dan Sakramen Pengakuan Dosa. Menghadiri Misa Kudus mulai dianggap sekadar rutinitas belaka dan mengakukan dosa dianggap tidak diperlukan lagi. Mari kita mengingat kembali ajaran Gereja Katolik mengenai Sakramen. Berikut ini adalah tanya jawab mengenai Sakramen yang terdapat di Kompendium Katekismus Gereja Katolik (KKGK), sebuah buku yang memuat ringkasan ajaran Gereja Katolik dalam bentuk tanya jawab yang lebih mudah dipahami. Perhatikan pada bagian yang ditebalkan.

Apa itu Sakramen dan ada berapa macam?
Sakramen-sakramen yang ditetapkan oleh Kristus dan dipercayakan kepada Gereja merupakan tanda yang mendatangkan rahmat yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Ada tujuh Sakramen, yaitu Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi Kudus, Tobat, Pengurapan Orang Sakit, Imamat dan Perkawinan. (KKGK 224)

Apa hubungan antara Sakramen-sakramen dengan Gereja?
Kristus sudah mempercayakan Sakramen-sakramen kepada Gereja-Nya. Sakramen-sakramen itu adalah Sakramen-sakramen Gereja dalam arti ganda: Sakramen-sakramen itu �dari Gereja� sejauh merupakan tindakan Gereja, yang pada gilirannya merupakan Sakramen tindakan Kristus, dan �untuk Gereja� sejauh Sakramen-sakramen itu membangun Gereja. (KKGK 226)

Apa hubungan antara Sakramen-sakramen dengan iman?
Sakramen-sakramen tidak hanya mengandaikan iman; unsur kata-kata dan ritual juga mengembangkan, memperkuat, dan mengungkapkannya. Dengan merayakan Sakramen, Gereja mengakui iman yang datang dari Para Rasul. Hal ini menjelaskan asal dari rumusan kuno, �lex orandi, lex credenti�, artinya Gereja meyakini apa yang didoakannya. (KKGK 228)

Mengapa Sakramen itu berdaya guna?
Sakramen itu berdaya guna ex opere operato (melalui kenyataan bahwa tindakan Sakramen itu dilaksanakan) karena Kristuslah yang bertindak dalam Sakramen itu dan mencurahkan rahmat yang ditandakan. Daya dari Sakramen tidak tergantung dari kesucian pribadi pelayannya. Namun, buah dari Sakramen itu tergantung dari disposisi orang yang menerimanya. (KKGK 229)

Apa sebabnya Sakramen-sakramen itu perlu bagi keselamatan?
Bagi orang beriman kepada Kristus, walaupun Sakramen-sakramen itu tidak semuanya diberikan kepada setiap orang beriman, Sakramen perlu untuk keselamatan karena memberikan rahmat Sakramental, pengampunan dosa, pengangkatan sebagai anak-anak Allah, menyelaraskan diri kepada Kristus Tuhan dan keanggotaan di dalam Gereja. Roh Kudus menyembuhkan dan mengubah mereka yang menerima Sakramen-sakramen. (KKGK 230)

Apa itu rahmat Sakramental?
Rahmat Sakramental adalah rahmat Roh Kudus yang diberikan oleh Kristus yang terdapat dalam setiap Sakramen. Rahmat ini membantu orang beriman dalam perjalanannya menuju kesucian dan dengan demikian juga membantu Gereja untuk berkembang di dalam cinta kasih dan memberikan kesaksian kepada dunia. (KKGK 231)

Apa hubungan antara Sakramen dengan kehidupan kekal?
Dalam Sakramen, Gereja sudah �mencicipi� kehidupan kekal, sambil �menantikan penggenapan pengharapan yang penuh bahagia dan pernyataan kemuliaan Allah yang mahabesar dan Juru Selamat kita Yesus Kristus� (Tit 2:13). (KKGK 232)

Dari banyak tanya jawab di atas bisa kita lihat inti pengajaran Gereja mengenai Sakramen yaitu bahwa Sakramen adalah tanda yang mendatangkan rahmat dan dapat ditangkap pancaindra. Sakramen bukan sekadar ritual tapi adalah sekaligus tindakan Kristus dan tindakan Gereja. Kristus, melalui para imam, adalah yang bertindak dalam Sakramen itu dan mencurahkan rahmat yang ditandakan. Dengan merayakan Sakramen-sakramen, Gereja mengakui iman yang diterima dari Para Rasul (Iman yang apostolik) dan dalam Sakramen-sakramen ini, kita sebagai anggota Gereja �mencicipi� kehidupan kekal.

Dengan melihat pengajaran Gereja di atas, tentu adalah sesuatu yang aneh bila kita sebagai umat Katolik yang memiliki kekayaan sakramen-sakramen untuk keselamatan justru malah menolak untuk berpartisipasi langsung di dalamnya, dan memilih menggunakan media-media perantara. Kita seperti menolak untuk menerima rahmat dari Kristus yang hendak Ia berikan secara langsung dalam sakramen-sakramen. Mari kita analogikan diri kita sebagai seorang yang sedang sakit dan Yesus Kristus sebagai dokter. Bagaimana kita bisa diperiksa, disembuhkan, dioperasi, diobati bila kita sendiri tidak hadir langsung di ruang di mana dokter itu berada?

Gereja juga memandang bahwa dalam pemberian Sakramen, perlu ada perjumpaan antar pribadi, yaitu antara manusia dengan Kristus yang hadir. Dalam Sakramen Ekaristi, Kristus hadir secara nyata dalam rupa Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi. Dalam Sakramen Ekaristi, kita bisa mengecap betapa sedapnya Tuhan. Dalam Sakramen Pengakuan Dosa, kita merasakan secara nyata besarnya kerahiman Allah dalam absolusi (pengampunan) yang diberikan Allah melalui Imam. Menolak hadir secara langsung dalam Misa Kudus dan Pengakuan Dosa itu sama saja dengan menolak perjumpaan langsung dengan Allah. Perjumpaan dengan Allah dalam Sakramen tidak bisa diwakili oleh alat teknologi informasi dan komunikasi apapun. Paus Benediktus XVI mengatakan: �Sangat penting selalu diingat, bahwa kontak virtual tidak bisa dan tidak seharusnya menjadi pengganti dari kontak manusiawi langsung dengan orang-orang pada semua tingkatan masyarakat kita.� Pesan dari Paus Benediktus XVI juga berlaku dalam kontak kita dengan Allah yang transenden sekaligus imanen yang hadir dalam Sakramen-sakramen.

Sebagai manusia yang utuh, kita tidak bisa berpikir secara parsial, berprinsip �yang penting hati dan pikiran� sementara kita juga memiliki tubuh. Tentu saja tubuh hadir di Perayaan Sakramen tapi hati dan pikiran melayang ke mana-mana bukanlah sesuatu yang tepat. Tapi mengambil posisi ekstrim lainnya �yang penting hati dan pikiran� sehingga mengabaikan partisipasi langsung tubuh dalam Perayaan Sakramen juga tidaklah tepat. Partisipasi kita dalam Perayaan Sakramen baru menjadi penuh bila tubuh dan jiwa kita bersama-sama ikut hadir, berpartisipasi dan mengarah kepada Allah.

Teknologi informasi dan komunikasi  tentu dapat berguna untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan kita akan Sakramen-sakramen. Ada sebuah aplikasi di handphone yang berisi tata cara Pengakuan Dosa yang benar disertai pertanyaan-pertanyaan renungan yang membantu kita memeriksa batin dan mengingat dosa-dosa yang hendak kita akukan dalam Sakramen Tobat. Ada juga aplikasi yang berisi Kalender Liturgi yang berguna bagi kita untuk mengetahui apa saja bacaan Kitab Suci pada hari ini sekaligus mengenang Para Santo-Santa yang pestanya dirayakan pada hari ini. Semoga kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membantu kita semakin menghayati, mendalami, dan menghidupi Sakramen-sakramen Gereja dan bukan malah menjauhkan kita dari Sakramen-sakramen Gereja. Mari menimba rahmat Allah dalam Sakramen-sakramen Gereja.

Tuesday, September 3, 2013

Liturgi dan Orang Muda


Pada masa sekarang, umat Katolik, khususnya orang muda Katolik, memandang Liturgi sekadar ritual dan rutinitas setiap hari Minggu. Liturgi bagi mereka adalah sesuatu yang kering dan mungkin sudah tidak bermakna lagi. Sementara itu, demi menarik partisipasi orang muda Katolik dalam Liturgi, terutama dalam Misa Kudus, terjadilah sebuah hal yang bernama improvisasi Liturgi. Improvisasi Liturgi ini terdiri dari kreativitas dan inovasi yang dibuat oleh orang muda Katolik dan bersama pastor-pastornya. Perayaan Ekaristi didesain sedemikian rupa sehingga cocok buat orang muda Katolik. Perayaan Ekaristi seperti ini biasa dikenal sebagai Ekaristi Orang muda. Seringkali kreativitas dan inovasi dalam Ekaristi Orang muda ini liar dan, bila kita melihat ke pedoman-pedoman Liturgi yang ada, hal-hal tersebut jelas merupakan pelanggaran Liturgi seperti penggunaan drama, band, lagu-lagu non-liturgis dan berbagai ekspresi budaya populer lainnya.

Gereja menetapkan Pewartaan Baru (New Evangelization) yang secara umum dimaksudkan untuk memperbaharui kembali Iman Kristiani yang sudah pernah umat Katolik terima. Dalam Intruksi Kerja untuk Pewartaan Baru ini, Gereja Katolik menjelaskan bahwa �Iman Kristiani bukanlah sekadar ajaran-ajaran, kata-kata bijak, sebuah kodeks moralitas atau sebuah tradisi. Iman Kristiani adalah sebuah perjumpaan dan relasi yang sejati dengan Yesus Kristus.�[1] Pertanyaan yang muncul adalah �Di mana dan kapan perjumpaan dan relasi dengan Yesus Kristus terjadi?� Jawabannya bisa sangat luas; dalam kehidupan sehari-hari, dalam perjumpaan dengan orang miskin dan sakit, dalam pekerjaan dan studi dan lain-lain. Tapi, ada satu tempat dan waktu perjumpaan yang istimewa, yaitu Liturgi. Paus Beato Yohanes Paulus II menjelaskan Dengan tujuan untuk menghadirkan kembali Misteri Paskah-Nya, Kristus selalu hadir dalam Gereja, terutama dalam Perayaan-perayaan Liturgi. Oleh karena itu, Liturgi adalah tempat istimewa untukpertemuan orang-orang Kristiani dengan Allah dan Seorang yang telah Dia utus, Yesus Kristus.�[2] Mengapa Liturgi begitu istimewa dalam perjumpaan dengan Kristus? Paus Beato Yohanes Paulus II menjelaskan 4 poin yang sepenuhnya hadir dan membuat Liturgi begitu istimewa dalam perjumpaan dengan Kristus [3]:

1. Kristus hadir dalam Gereja yang berkumpul dan berdoa dalam Nama-Nya. Fakta inilah yang memberikan sebuah karakter unik pertemuan-pertemuan Kristiani.
2. Kristus hadir dan bertindak dalam pribadi para pelayan tertahbis yang merayakan Liturgi. Imam oleh keutamaan tahbisannya bertindak dalam pribadi Kristus (in persona Christi).
3. Kristus hadir dalam sabda-Nya yang dibacakan, yang dikomentari dalam homili, yang didengarkan dalam iman dan disatukan dalam doa.
4. Kristus hadir dan bertindak oleh kuasa Roh Kudus dalam Sakramen-sakramen  Gereja dan dalam cara yang spesial, Ia hadir dan bertindak di Kurban Misa (Perayaan Ekaristi) dalam Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi.

Dan sebagaimana Gereja ajarkan:  Jadi dari Liturgi, terutama dari Ekaristi,  bagaikan dari sumber, mengalirlah rahmat kepada kita, dan dengan hasil guna yang amat besar diperoleh pengudusan manusia dan permuliaan Allah dalam  Kristus, tujuan semua karya Gereja lainnya.�[4] Hal ini berarti, semua karya Gereja bertujuan untuk membawa umat mengalami perjumpaan dengan Kristus dalam Liturgi sehingga dapat menerima rahmat pengudusan dan memuliakan Allah.

Tapi, apakah orang muda Katolik mengetahui dan memahami ini?

Sayangnya, ketimbang mengajarkan bagaimana Liturgi yang benar, mengajarkan makna-makna dari setiap tindakan liturgis, mengajarkan simbol-simbol Liturgi, mengajarkan ajaran iman yang terkandung dalam Liturgi dsb; kita lebih sering melihat Liturgi Suci diimprovisasi, dikreatifkan dan diberi inovasi menyesuaikan dengan budaya Orang muda, dengan selera dan keinginan orang muda Katolik. Memang, lebih mudah mengubah Liturgi daripada membangun sikap cinta dan hormat Orang Muda Katolik pada Liturgi.

�Perlakuan terhadap Liturgi menentukan nasib Iman dan Gereja Katolik�, demikian kata Paus Emeritus Benediktus XVI. Sementara itu Kardinal Koch dari Swiss pada tahun 2011 berkata bahwa krisis Liturgi adalah krisis utama Gereja Katolik pada masa kini. Terlampau berlebihankah pernyataan-pernyataan ini? Tentu saja tidak sama sekali. Paus Benediktus XVI menjelaskan: �Gereja dan umat senantiasa harus belajar dari Liturgi supaya mampu menemukan dan masuk ke dalam makna terdalam realitas serta pengalaman liturgis Gereja, umat Allah. Gereja memang tidak akan ada tanpa Perayaan Liturgi, terlebih Ekaristi sebab dari Ekaristilah Gereja terbangun dan tumbuh. Karenanya, Ekaristi tidak bisa ditempatkan sebagai perayaan pribadi, tanpa pemahaman akan hidup dan misteri Gereja. Krisis Gereja dewasa ini memiliki akar dan kaitan dengan krisis Liturgi; demikian pula sebaliknya, krisis Liturgi adalah pula krisis Gereja. Liturgi dan Gereja adalah dua sisi mata uang.�[5]

Di zaman sekarang, banyak orang muda Katolik mengalami erosi citarasa kekudusan. Banyak Orang Muda Katolik tidak bisa lagi membedakan antara Gereja dan tempat nongkrong. Liturgi tidak lagi dianggap sakral dan kita bisa melihat lagu-lagu profan dan non-liturgis masuk ke dalam Liturgi. Orang muda Katolik tidak bisa lagi membedakan antara yang kudus dengan yang profan. Ketika para mam dan orang muda Katolik memperlakukan Liturgi dengan memberinya improvisasi seturut budaya populer, maka Liturgi semakin kehilangan identitasnya sebagai tempat perjumpaan dan relasi yang sejati dengan Allah. Liturgi menjadi berorientasi pada diri sendiri, pada diri orang muda.  Dampak yang lebih lanjut adalah melemahnya iman seperti kata Kardinal Raymond L. Burke, Jika kita melakukan kesalahan dengan berpikir kita adalah pusat Liturgi, Misa [yang dirayakan] akan mengakibatkan hilangnya iman.� Ada hubungan intrinsik tak terpisahkan antara iman dan Liturgi yang diungkapkan dalam kalimat �Lex Orandi, Lex Credendi�yang berarti �Hukum Doa adalah Hukum Iman�. Ketika Liturgi yang adalah doa publik dan resmi Gereja dicederai oleh berbagai pelanggaran Liturgi, maka iman Gereja pun ikut dicederai.

Lalu, apa solusinya?

Solusi utama berada pada Kaum Tertahbis sebagai Penjaga dan Pelayan Liturgi yang seharusnya merayakan Liturgi dengan benar. Mengutip pernyataan Nuncio Vatikan untuk Indonesia, Uskup Agung Antonio Guido Filipazzi: �Maka saya ingin mengingatkan kembali bahwa perlu kesetiaan terhadap petunjuk-petunjuk liturgi yang diberikan oleh Gereja. Secara khusus, para uskup dan imam, yakni para pelayan liturgi suci, bukan pemilik liturgi, maka mereka tidak boleh mengubahnya sesuka hati. Setiap orang beriman yang menghadiri liturgi di setiap gereja Katolik, mesti merasa bahwa dia sedang merayakan liturgi dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, yakni Gereja masa lampau dan masa kini, serta seluruh Gereja yang tersebar di seluruh dunia, Gereja yang bersatu dengan penerus Petrus dan dipimpin oleh para uskup.�[6] Bila Para Penjaga dan Pelayan Liturgi membiarkan pelanggaran Liturgi terjadi, maka orang muda Katolik akan membenarkan pelanggaran Liturgi di Misa-misa berikutnya dan kemudian menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan. �Uskup dan imam saja begitu, tidak melarang band masuk dalam Misa. Berarti tidak salah dong.�, kira-kira demikianlah yang dapat terjadi ke depannya.

Tetapi, bukankah merayakan Liturgi dengan kepatuhan pada pedoman-pedoman Liturgi adalah rubrikalisme? Rubrikalisme itu tidak selamanya buruk. Kardinal Raymond L. Burke menyatakan bahwa hukum-hukum Liturgi mendisiplinkan kita sehingga kita memiliki kebebasan untuk menyembah Allah. Sebaliknya, kita bisa terperangkap atau menjadi korban dari gagasan-gagasan individual kita, ide-ide relatif berdasarkan kehendak individu atau kelompok umat, dalam hal ini orang muda Katolik. Hukum-hukum Liturgi melindungi tujuan dari Liturgi dan menghormati Hak-hak Allah untuk disembah sesuai apa yang Ia kehendaki sehingga kita bisa yakin bahwa kita tidak sedang menyembah diri kita sendiri atau, seperti yang St. Thomas Aquinas katakan, menjadi semacam pemalsuan ibadah ilahi.[7]

Namun, orang muda Katolik tidak akan pernah cukup dengan �Ini tidak boleh di Liturgi�, �Itu boleh dalam Liturgi�, �Yang ini jangan dinyanyikan di Liturgi�. Ini adalah rubrikalisme yang negatif. Apa yang orang muda Katolik butuhkan adalah �Mengapa boleh dan tidak boleh?�, �Apa maknanya dari setiap tindakan Liturgi?�, �Mengapa Liturgi kita seperti ini?� dan ini semua adalah rubrikalisme positif yang bisa membantu menumbuhkan cinta dan hormat orang muda Katolik dalam Liturgi.
Lalu apa yang harus dilakukan? Menjelaskan tentang kodrat, makna, sejarah dan segala sesuatu tentang Liturgi untuk menumbuhkan cinta dan hormat umat terutama Orang muda kepada Liturgi dapat dimulai dengan beberapa langkah konkrit.

1. Dalam Bulan Kitab Suci beberapa paroki membuat tempat pameran khusus yang menjelaskan berbagai hal tentang Kitab Suci baik dari sejarah, ajaran Gereja tentang Kitab Suci, spiritualitas dan lain-lain. Setiap hari Sabtu dan Minggu, stan tersebut dibuka sehingga dapat dikunjungi umat. Hal yang sama dapat digunakan untuk Liturgi. Keuskupan atau paroki bisa memamerkan kasula, stola, alba dan lain-lain baik dari yang kuno hingga yang terbaru. Berbagai perlengkapan Liturgi lain seperti Patena, Sibori, Piala, Purificatorium dan lain-lain juga bisa dipamerkan sekaligus diberikan penjelasan dan pemahaman mengenai segala perlengkapan Liturgi tersebut.
2. Di beberapa kota terdapat koran dinding tempat lembaran-lembaran koran ditempelkan dan bisa dibaca lebih banyak orang secara gratis. Keuskupan dan Paroki dapat merintis hal yang sama. Penjelasan tentang Liturgi dan tentang topik-topik lainnya dapat diberikan melalui koran dinding ini. Di sini, orang muda yang jago desain grafis dan membuat poster dapat menggunakan talentanya untuk membuat koran dinding ini lebih menarik dan jelas dengan penggunaan gambar dan kata-kata yang menggugah keingintahuan.
3. Pertemuan kelompok kategorial Orang muda dapat dijadikan tempat untuk memberikan katekese tentang Liturgi. Pastor pembimbing atau anggota Seksi/Komisi Liturgi dapat hadir memberikan pemahaman tentang Liturgi bagi Orang muda. Momen ini mungkin adalah momen yang paling tepat sasaran dan lebih berdampak bagi Orang muda untuk menjelaskan tentang Liturgi.

Ketiga cara di atas berasal dari pemikiran satu kepala. Tentu pastor paroki dan seksi/komisi Liturgi serta Orang muda dapat bersama-sama berkumpul untuk mendapatkan lebih banyak cara konkrit lainnya. Mengutip Instruksi Kerja untuk Pewartaan Baru �Pewartaan baru harus berusaha mengorientasikan kebebasan manusia dari setiap pria dan wanita kepada Allah yang adalah sumber kebenaran, kebaikan dan keindahan.�[8]

Sebagai penutup, kepada orang muda, kita pun harus memotivasi diri sendiri mencari tahu tentang iman kita, menumbuhkan cinta kita kepada Liturgi terutama Perayaan Ekaristi. Sekarang, internet menjadi salah satu sarana untuk mengetahui iman. Situs-situs Katolik seperti ekaristi.org, katolisitas.org, imankatolik.or.id, yesaya.indocell.net, muntecom.blogspot.com, luxveritatis7.wordpress.com dan lain-lain dapat menjadi sumber pengetahuan iman kita, dan secara khusus mengenai Liturgi dan Ekaristi. Di facebook dan twitter pun tersedia banyak halaman yang menyampaikan pengajaran-pengajaran iman. Internet tidak cuma jadi sarana hiburan namun dapat menjadi salah satu alternatif tempat pencarian iman. Di samping itu, rutin membaca Kitab Suci dan kisah para santo-santa juga dapat dilakukan. Saya, sebagai orang muda Katolik, mengajak teman-teman orang muda Katolik sekalian untuk membaca dan merenungkan kisah para santo-santa terutama para martir. Dari mereka, kita bisa meneladani sikap, tindakan, hormat dan kecintaan mereka kepada Liturgi. Kita bisa mencintai Liturgi ala St. Fransiskus Assisi, ala St. Dominikus Savio, ala St. Tarsisius dan lain-lain. Monsinyur Nicola Bux berkata, �Dalam penganiayaan di negara-negara Komunis, iman dipelihara melalui Liturgi. Liturgi menyelamatkan iman.� Hal yang sama dapat berlaku dalam hidup kita. Di tengah-tengah penganiayaan rohani oleh pornografi, hedonisme, trend modern yang buruk dan lain-lain; Liturgi sebagai tempat perjumpaan dan relasi kita dengan Kristus dapat menjadi tempat pengungsian untuk menyelamatkan iman kita. Mari kita mencintai Liturgi apa adanya. Liturgi tidak membosankan tetapi menguduskan kita.

---------------------
[1]. SYNOD OF BISHOPS XIII ORDINARY GENERAL ASSEMBLY, The New Evangelization For The Transmission Of The Christian Faith (Instrumentum Laboris) 2012 no. 18
[2]. PAUS YOHANES PAULUS II, Surat Apostolik Vicesimus Quintus Annus no. 7
[3]. Ibid.
[4]. KONSILI VATIKAN II, Sacrosanctum Concilium no. 10
[5]. KRISPURWANA CAHYADI, SJ., Biografi Benediktus XVI hlm. 154
[6]. USKUP AGUNG ANTONIO GUIDO FILIPAZZI, Homili pada Misa Pemberkatan Gereja Katedral Tanjung Selor 5 Februari 2012
[7]. KARDINAL RAYMOND LEO BURKE, Wawancara dengan Zenit di Roma 25 Juli 2013
[8].  SYNOD OF BISHOPS XIII ORDINARY GENERAL ASSEMBLY, The New Evangelization For The Transmission Of The Christian Faith (Instrumentum Laboris) 2012 no. 69

pax et bonum

Tuesday, August 6, 2013

APAKAH GEREJA KATOLIK TIMUR SAMA DENGAN ORTODOKS?

Karena banyaknya umat Katolik Latin di Indonesia tidak familiar dengan Katolik Timur, banyak umat Katolik Latin mengira bahwa Katolik Timur adalah Ortodoks. Hal yang wajar karena Gereja Katolik di Indonesia seluruhnya adalah Gereja Katolik Latin. Belum ada Gereja Katolik Timur hadir di Indonesia hingga sekarang.




Di samping itu, tampaknya istilah salah kaprah "Katolik Ortodoks" menjadi salah satu alasan mengapa umat Katolik Latin di Indonesia menganggap Katolik Timur sama dengan Ortodoks. Istilah "Katolik Ortodoks" sebenarnya ambigu. Dalam dialog resmi Gereja Katolik dengan Gereja Ortodoks, biasanya istilah resmi yang digunakan adalah "Catholic-Orthodox Dialogue" atau "Orthodox-Catholic Dialogue", bukan "Roman Catholic - Orthodox Catholic Dialogue" karena memang Gereja Katolik itu bukan hanya Gereja Katolik Roma saja. Oleh karena itu mari meninggalkan istilah "Katolik Ortodoks" ( dan juga "Katolik Anglikan) karena istilah itu tidak pernah eksis dalam dialog resmi Gereja Katolik dengan Gereja Ortodoks atau dengan Gereja Anglikan.

Untuk membedakan Gereja Katolik Timur dengan Gereja Ortodoks, perlu diketahui dulu tentang klasifikasi umum Gereja-gereja Timur.Istilah Gereja-gereja Timur itu merujuk pada Gereja-gereja yang pusatnya berada di wilayah Timur kekaisaran Romawi, sementara Gereja Katolik Latin biasa disebut Gereja Barat. Ada beberapa pengelompokkan Gereja Timur yang umum yaitu:

1. Gereja Katolik Timur = Gereja-gereja Timur yang berada dalam persatuan dengan Roma. Gereja Katolik Timur memiliki ajaran iman dan moral yang sama dengan Gereja Katolik Latin. Sebagaimana sudah dijelaskan di post sebelumnya, ada 22 Gereja Katolik Timur. Profil 22 Gereja Katolik Timur bisa dibaca di sini: http://www.muntecom.blogspot.com/2012/04/22-gereja-katolik-timur.html

2. Gereja Ortodoks Timur = Gereja-gereja Timur yang memisahkan diri dari Gereja Katolik pasca skisma besar tahun 1054 dengan Patriark Konstantinopel sebagai pemimpin persekutuan Gereja Ortodoks Timur. Contoh yang termasuk ke dalam Gereja Ortodoks Timur adalah Gereja Ortodoks Yunani, Gereja Ortodoks Rusia, Gereja Ortodoks Serbia dsb.

3. Gereja Ortodoks Oriental = Gereja-gereja Timur yang memisahkan diri dari Gereja Katolik pasca Konsili Kalsedon tahun 451 M karena menganut ajaran sesat monofisitisme (melalui dialog yang intensif antara Gereja Katolik dengan Ortodoks Oriental, sudah tercapai kesepahaman bahwa Ortodoks Oriental tidak mengimani monofisitisme. Meskipun begitu, Gereja Ortodoks Oriental belum bersatu dengan Roma oleh karena isu-isu lainnya). Contohnya Gereja Ortodoks Oriental Koptik, Gereja Apostolik Armenia dsb.

4. Gereja Timur Assiria = Gereja Timur yang memisahkan diri dari Gereja Katolik pasca Konsili Efesus 431 M karena memegang ajaran sesat Nestorianisme.

Perbedaan mendasar antara Katolik Timur dengan Gereja-gereja Timur non-Katolik di atas adalah Persatuan penuh dengan Roma. Gereja-gereja Timur non-Katolik, walau memiliki suksesi apostolik yang jelas, tidak berada dalam persatuan penuh dengan Roma. Sedangkan Katolik Timur berada dalam persatuan penuh dengan Roma.  Perbedaan ini kemudian berdampak pada penerimaan Dogma-dogma Katolik. Misalnya, Katolik Timur, meski mengekspresikannya dengan berbeda dari Katolik Roma, menerima Dogma Maria Yang dikandung tanpa noda (Immaculata) dan Infallibilitas Paus. Sedangkan Gereja-gereja Timur non-Katolik menolak keduanya.  Katolik Timur juga mengakui Primat Universal Paus, Uskup Roma. Sedangkan Gereja-gereja Timur non-Katolik menolaknya.

Sebagian besar Katolik Timur adalah Gereja-gereja Timur yang bersatu kembali dengan Roma, kecuali Katolik Maronit dan Katolik Italo-Albania. Dalam persatuan kembali dengan Roma, Gereja Katolik Timur tidak meninggalkan Tradisi timur mereka yang berasal dari Para Rasul. Gereja Katolik, Gereja Universal ini, mengakui Tradisi Apostolik baik di timur maupun di barat.

Oleh karena Gereja Katolik Timur tetap mempertahankan Tradisi timur mereka, maka kita bisa melihat bahwa Gereja Katolik Timur dan Gereja-gereja Timur non-Katolik seperti mirip satu sama lain dalam tradisi dan liturginya. Di dalam Gereja-gereja Timur non-Katolik, kita bisa melihat counterpart beberapa Gereja Katolik Timur.  Sebagai contoh:

Di Gereja Katolik, ada Gereja Katolik Rusia. sementara di Ortodoks Timur, ada Gereja Ortodoks Rusia.

Ada Gereja Katolik Koptik dan di Ortodoks Oriental, ada Gereja Ortodoks Koptik.

Ada juga Gereja Katolik Ukraina, dan counterpartnya adalah Gereja Ortodoks Ukraina.

Ada Gereja Katolik Syro-Malankara, dan counterpartnya adalah Gereja Ortodoks Syro-Malankara.

Ada Gereja Katolik Armenia dan counterpartnya adalah Gereja Apostolik Armenia.

dan masih banyak lagi yang lain terkecuali Katolik Maronit dan Katolik Italo-Albania karena keduanya tidak pernah meninggalkan persatuan dengan Roma.

Apakah fakta bahwa keberadaan Gereja Katolik Timur itu berarti Gereja Katolik terpecah? tentu saja tidak demikian adanya karena Gereja Katolik Timur mengimani dan mengakui ajaran iman dan moral Gereja Katolik.

Demikian penjelasan singkat ini , semoga bermanfaat dan membuat kita semakin mengenal Gereja Katolik Timur, saudara-saudara kita, Katolik Latin, dalam persatuan dengan Roma.
pax et bonum