Latest News

Sunday, June 30, 2013

Carlo Acutis - Katolik, 15 Tahun, Senang dengan Teknologi Informasi dan Hidup Kudus


Di zaman modern ini, tampaknya sulit sekali menemukan orang muda Katolik yang menjadi teladan kekudusan bagi sebayanya atau bagi orang-orang yang lebih tua. Kita melihat orang muda Katolik masa kini dilanda arus konsumerisme, hedonisme, relativisme, acuh tak acuh terhadap agamanya. Namun, Carlo Acutis menjadi sebuah sosok yang menarik, seorang muda Katolik yang hidup kudus di tengah kehidupan yang hingar bingar. Siapakah dia?


Carlo Acutis di Assisi
Carlo Acutis adalah seorang Milan  (Italia) yang lahir di London, Inggris, pada 3 Mei 1991. Ayah dan ibunya tinggal di London pada waktu itu karena tuntutan pekerjaan. 15 hari setelah kelahirannya, pada tanggal 18 Mei 1991, Carlo dibaptis di Gereja Santa Perawan Bunda Dukacita di kota London. Mengenang Sakramen Baptis yang ia terima, Carlo berkata: �Pembaptisan adalah penting karena pembaptisan membawa jiwa-jiwa untuk diselamatkan, untuk kembali kepada kehidupan yang ilahi. Orang-orang tidak menyadari betapa besar makna karunia ini.�

Masa kecil Carlo diisi dengan kasih sayang dan kepedulian dari orang-orang di sekitarnya. Carlo kecil adalah seorang yang ceria, begitu hidup dan lembut. Bila ada teman sekelasnya melakukan sesuatu yang salah, tidak langsung bereaksi secara berlebihan. Dia berkata: �Tuhan tidak akan senang jika saya bereaksi dengan keras.�

Carlo menerima Komuni Kudus pertama pada umur 7 tahun dan sejak saat itu, setiap hari Carlo menghadiri Misa Kudus, Adorasi Ekaristi dan berdoa Rosario. Di samping kehidupan rohani yang begitu intens seperti ini, Carlo juga menjalani kehidupan remaja pada umumnya. Ia belajar, berusaha untuk mendapatkan nilai bagus dan naik kelas, Carlo adalah seorang yang ahli dengan komputer, dia senang membaca buku tentang teknologi informasi dan banyak orang kagum padanya. Carlo adalah seorang jenius di bidang teknologi informasi. Dalam usianya yang masih muda, ia telah memiliki kemampuan untuk memahami rahasia untuk menyembunyikan informasi sehingga hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki hak untuk informasi itu. Carlo memiliki kemampuan pemrograman komputer, penyuntingan film, pembuatan situs, animasi dan sebagainya.

Carlo tidak lupa untuk melayani orang lain dan membantu teman-temannya. Ia juga begitu murah hati kepada orang asing, penyandang cacat, anak-anak dan para pengemis. Luana, nenek Carlo, pernah bercerita tentang Carlo dan seorang pengemis yang tidur di tanah di kebun kota Assisi: �Carlo mengingatkan saya setiap malam untuk menyiapkan makan untuk diberikan kepada pengemis itu, selalu menempatkan sejumlah uang di dekat saya sehingga ketika saya bangun, saya memberikan uang itu kepada pengemis tersebut.� Carlo juga dikenal sebagai seorang remaja yang peduli terhadap teman-temannya yang diabaikan. Sebuah testimoni menarik dari teman Carlo mengenai Carlo: �Carlo adalah seorang yang ingin berteman dengan siapa saja termasuk dengan teman-teman yang memiliki kesulitan untuk bersosialisasi.  Hal ini terjadi kepada sejumlah teman-teman yang lebih muda di kelas kami. Carlo selalu tertarik untuk mencoba berbaur dengan mereka dan membawa mereka menyatu dengan kelas. Carlo pergi menghadiri Misa Kudus beberapa kali seminggu dan ia memiliki iman, percaya pada relasi yang mendalam dengan Tuhan dan berdoa Rosario setiap hari. Setelah kematian Carlo dan saya kembali kepada Gereja, maka kepulangan saya kepada Gereja dapat diyakini sebagai berkat dari perantaraan Carlo.�

Pada suatu waktu, Carlo memilih untuk berziarah ke Assisi daripada ke tempat liburan biasa. Assisi bagi Carlo adalah sebuah tempat di mana ia merasa paling bahagia. Carlo sendiri sangat mengagumi Santo Fransiskus Assisi terutama kerendahan hati yang begitu besar dari Sang Santo.

Carlo Acutis sangat tertarik pada konsep Beato Yohanes Paulus II tentang pentingnya penggunaan komputer dan internet untuk evangelisasi. Hal yang sama juga ditekankan oleh Paus Benediktus XVI pada masa sekarang. Carlo Acutis membuat sebuah situs carloacutis.com tempat dia berbagi tentang iman Katolik. Situs itu dalam bahasa Italia, masih dapat diakses hingga sekarang dan dikelola oleh mereka yang ingin tetap menyampaikan pesan-pesan dari Carlo. Satu tema penting yang Carlo bagikan dalam situsnya adalah tentang Ekaristi. Carlo menggambarkan perjumpaannya dengan Allah dalam Ekaristi: �Ekaristi adalah sungguh-sungguh kehadiran Yesus di dunia sama seperti pada zaman Para Rasul di mana mereka dapat melihat Yesus berjalan di Yerusalem.� Dalam situsnya, Carlo memberikan sebuah pernyataan inti yang jelas tentang Ekaristi: �Eucaristia, La mia autostrada per il Cielo.� (Ekaristi adalah jalan tol saya ke surga). Hal ini seperti menggemakan kembali pernyataan Paus Santo Pius X: �Komuni Kudus adalah jalan tercepat ke surga.� Pada situsnya tersebut, Carlo juga membagikan informasi-informasi tentang mujizat Ekaristi, mujizat untuk meneguhkan keyakinan kita akan kehadiran Yesus secara nyata dalam Sakramen Ekaristi. Dalam situsnya juga, Carlo membagikan poin-poin penting untuk menuju kepada kekudusan:
1. Engkau harus mengingini kekudusan dengan sepenuh hatimu dan  bila keinginan tersebut tidak muncul dari hatimu, engkau harus memintanya dengan teguh kepada Tuhan.
2. Hadirilah Misa Kudus dan terimalah Komuni Kudus setiap hari.
3. Ingatlah untuk berdoa Rosario setiap hari.
4. Bacalah setiap hari satu perikop dari Kitab Suci.
5. Bila engkau dapat meluangkan waktu untuk Adorasi Ekaristi di depan altar di mana Yesus sungguh hadir, engkau akan melihat betapa mengagumnya kekudusanmu tumbuh.
6. Pergilah untuk mengaku dosa setiap minggu, bahkan untuk dosa-dosa yang remeh.
7. Mintalah malaikat pelindungmu untuk membantumu terus-menerus, dan malaikat pelindung menjadi teman terbaikmu,

Carlo juga memiliki ketertarikan akan kehidupan Para Orang Kudus. Ia membuat sebuah tulisan panjang di situsnya dengan judul �Teman-teman saya dari surga�, yang berisi panduan-panduan hidup dari Para Santo-Santa, Beato-Beata, Para Venerabilis dan Hamba Allah. Carlo sendiri memiliki devosi yang mendalam kepada Bunda Maria, terutama Bunda Maria dari Pompeii. Carlo seringkali pergi bersama orangtuanya untuk berdoa meminta intersesi kepada Bunda Maria dari Pompeii dan sekaligus memperbaharui hidup baktinya kepada Maria. Dan sebagaimana sudah disebutkan di atas, Carlo berdoa Rosario setiap hari.

Tidak ada yang menduga bahwa Carlo yang bersemangat dan penuh energi dipanggil Tuhan begitu cepat. Suatu hari Carlo jatuh sakit. Ia dibawa ke rumah sakit dan dideteksi mengidap penyakit  Leukemia tipe M3 (Leukemi Akut). Menjelang kematiannya, orang tua Carlo mendengar Carlo berkata: �Saya mempersembahkan seluruh penderitaan saya untuk Tuhan, Paus dan Gereja.� Ketika dokter yang menanganinya bertanya apakah ia begitu menderita, Carlo menjawab: �Ada orang yang menderita lebih banyak daripada saya.� Carlo meninggal pada tanggal 12 Oktober 2006, pada saat berusia 15 tahun.

Carlo Acutis terlihat seperti St. Dominikus Savio di era modern. St. Dominikus Savio adalah seorang remaja yang berusaha menjaga kekudusannya sejak menerima Sakramen Baptis. Ia lahir pada 2 April 1842 dan meninggal pada tanggal 9 Maret 1857 pada usia menjelang 14 tahun. St. Dominikus Savio pernah membuat janji-janji:
1. Saya akan menerima Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi sesering mungkin.
2. Saya akan berusaha memberikan hari Minggu serta hari-hari libur sepenuhnya untuk Tuhan.
3. Sahabat terbaikku ialah Yesus dan Maria.
4. Lebih baik mati daripada berbuat dosa.
Janji keempat akan menjadi moto Dominikus sepanjang hidupnya. Beberapa kali ia memohon pada Tuhan untuk mengijinkannya meninggal sebelum ia sempat menyakiti Tuhan dengan melakukan dosa berat. Kisah Santo Dominikus Savio dapat dibaca di Situs Yesaya.

Carlo Acutis belum dikanonisasi hingga saat ini, tetapi Keuskupan Agung Milan sekarang sedang menjalankan proses untuk mengumpulkan testimoni dan informasi lebih banyak tentang Carlo Acutis serta menunggu pernyataan dari orang-orang yang pernah mendapatkan mujizat melalui perantaraan doa Carlo Acutis. Nicola Gori, seorang editor L�Osservatore Romano  (Surat kabar resmi Vatikan), telah menerbitkan biografi Carlo Acutis berjudul Eucaristia, La mia autostrada per il Cielo� sebagai salah satu bentuk usaha untuk mendukung proses kanonisasi Carlo Acutis. Melihat kisahnya, saya pribadi berharap Carlo Acutis segera dikanonisasi dan kita dapat memanggilnya Santo Carlo Acutis, santo remaja di abad modern.


Referensi:
pax et bonum

Ringkasan Konferensi Sacra Liturgia 2013 - Seri Pertama



Konferensi Sacra Liturgia 2013 adalah sebuah even lanjutan dari Konferensi Adoratio 2011 yang telah dilaksanakan sebelumnya di Salesianum di Roma 2 tahun lalu. Kedua konferensi ini digagas oleh Uskup Dominique Rey dari Frejus-Toulon (Prancis). Konferensi Sacra Liturgia 2013 berlangsung dari tanggal 25 Juni hingga 28 Juni 2013 di Roma. Konferensi ini ditujukan sebagai tempat untuk berbagi refleksi, untuk studi, promosi dan pembaharuan apresiasi terhadap Liturgi Suci. 


Dalam Konferensi Sacra Liturgia 2013 ini, Uskup Rey mengundang para kardinal, uskup, imam dan para ahli liturgi sebagai pembicara untuk menjelaskan bahwa perayaan Liturgi yang benar adalah hal pertama yang sangat penting dalam kehidupan dan misi Gereja. Nama-nama pembicara tersebut antara lain Kardinal Canizares Llovera, Kardinal Burke, Kardinal Brandmuller, Kardinal Ranjith, Uskup Agung Sample, Uskup Aillet, Abbot Nault, Abbot Zielinski, Dom Alcuin Reid, Mgr. Nicola Bux dan lain-lain. Daftar lengkap pembicara beserta judul pembicaraannya dapat dilihat langsung di situs resmi Sacra Liturgia 2013 (silahkan klik).

Berdasarkan info dari Sacra Liturgia 2013, semua topik yang dibicarakan ini akan diterbitkan tahun depan dalam satu buku sehingga dapat dijadikan referensi untuk mempelajari Liturgi Suci dan sekaligus untuk menghindari kesalahpahaman-kesalahpahaman terhadap Liturgi Suci. Meskipun begitu, baik FB dan Twitter resmi Sacra Liturgi secara kontinu membagikan kutipan-kutipan dan ringkasan dari topik-topik yang sedang dibicarakan serta homili dari Kardinal Llovera dan Kardinal Brandmuller. Saya mencoba untuk mengumpulkan dan mengarsipkan apa yang saya bisa sehingga para pembaca dapat mengetahui poin-poin penting mengenai Liturgi Suci sembari menunggu bukunya keluar tahun depan. Saya akan menyampaikannya secara berseri agar tidak terlalu panjang dan tidak langsung membuat jenuh. 

1. Kardinal Ranjith

Kardinal Albert Malcolm Ranjith saat ini adalah Uskup Agung Colombo (Sri Lanka) dan Sekretaris Emeritus Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Tata Tertib Sakramen. Beliau dengan topik berjudul �Liturgi Suci adalah Puncak dan Sumber Kehidupan dan Misi Gereja� menekankan bahwa keindahan dari Liturgi Suci tidak terletak pada seberapa menarik dan memuaskannya Liturgi Suci terhadap diri kita tetapi pada seberapa jauh kita dibawa masuk ke dalam sesuatu yang sedang terjadi dalam Liturgi Suci, sesuatu yang ilahi dan memerdekakan. Liturgi Suci menentukan keseluruhan proses dari pertumbuhan iman, transformasi dan pengudusan yang sejati dari kehidupan umat beriman. Dalam Liturgi Surgawi di bumi, Gereja membawa kita masuk ke dalam karya penyelamatan Allah. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa Gereja mutlak perlu bagi penebusan umat manusia. Semakin kita bersatu dengan Gereja, semakin kita bersatu dengan Kristus yang terjadi dalam cara yang paling ampuh di dalam Ekaristi (yaitu kita menyantap Sang Roti Hidup). Pada akhirnya, melalui Liturgi Suci, misi Gereja menjadi berbuah karena pada akhirnya Allah dan pengorbanan abadi-Nya telah menebus dunia. Oleh karena itu, Gereja memiliki tanggung jawab untuk menjaga kehidupan liturgisnya.

Di sini Kardinal Ranjith memberikan penegasan menarik: Sampai kita merayakan Liturgi Suci dengan benar, kita tidak dapat mewartakan kabar gembira. Liturgi Suci memurnikan kita dan memberikan ruang bagi Allah untuk melaksanakan karya-Nya melalui kita; Liturgi Suci yang dirayakan dengan buruk menghalangi hal ini. Mengutak-atik Liturgi berarti anda mengutak-atik misi Gereja.

(Komentar Admin: Di sini Kardinal Ranjith secara tidak langsung menjelaskan tentang hakikat Liturgi  Suci kepada banyak umat Katolik yang mungkin menganggap Liturgi Suci hanya sekadar cara beribadah semata. Liturgi Suci jelas lebih besar dari sekadar cara beribadah. Liturgi Suci adalah karya penyelamatan Allah terhadap manusia. Dalam Liturgi Suci, secara jelas dalam Komuni Kudus, manusia disatukan dengan Allah dan dikuduskan oleh-Nya. Hal ini juga menunjukkan bahwa Gereja penting untuk keselamatan sebab Gereja memberikan Sang Roti Hidup untuk kita santap.)


2. Professor Steinschulte

Professor Gabriel M. Steinschulte adalah Wakil Presiden Konsosiasi Internasional Musik Suci (Consociatio Internationalis Musicae Sacrae) dan direktur Schola Cantorum Coloniensis. Beliau  menyampaikan topik berjudul �Musik Liturgi dan Evangelisasi Baru�. Prof. Steinchulte menjelaskan bahwa musik adalah bagian dari kehidupan manusia sejak awal. Musik selalu bersifat komunikatif antara manusia denga manusia dan antara manusia dengan Allah. Oleh karena itu, merayakan sesuatu tanpa musik adalah sesuatu yang tidak pernah terpikirkan.

Setiap teks dalam suatu musik berhubungan dengan efek dari musik itu sendiri, teks-teks tersebut menyampaikan pesan yang dapat mempengaruhi manusia termasuk soal iman. Dalam konteks Liturgi Suci, Prof. Steinschulte berkata bahwa kita terlalu sering berbicara mengenai �musik di dalam Liturgi� daripada �musik Liturgi� yang disebut sebagai �Sacred Music� (Musik Sakral). Musik Sakral dan Iman saling berhubungan satu sama lain dan diungkapkan dalam pepatah �Hukum Doa adalah Hukum Iman�. Musik Suci menjadi ungkapan iman, diambil dari Kitab Suci dan Tradisi untuk setiap minggu, setiap hari dan setiap jam dari keseluruhan Tahun Liturgi. 

Terkait dengan Evangelisasi Baru, Steinschulte menjelaskan bahwa sejak kemunculan kitsch (istilah Jerman: seni, objek atau desain yang dianggap memiliki citarasa yang buruk yang diapresiasi dalam cara ironis) dan �sacral pop�, kita menghadapi hilangnya pemahaman yang benar terhadap musik. Ekspresi musik modern tampak terkait dengan de-evangelisasi dan relativisme musik. Oleh karena itu, menurut Steinschulte, siapapun yang menginginkan Evangelisasi Baru terjadi hendaknya kembali ke akar Kekristenan awal, secara khusus dalam hal musik. Steinschulte mengajukan pertanyaan retoris: �Siapakah yang kita injil? Orang-orang yang tidak mengetahui iman dan kultur kita. Kita dapat membawanya kepada mereka.� Secara khusus terhadap orang muda Katolik, Steinschulte berkata: �Kita seharusnya membawa orang muda kepada kekayaan Musik Sakral Gereja untuk menciptakan persatuan yang sejati antara mereka dan perjumpaan sosial yang baik.�

(Komentar Admin: Pernyataan Steinschulte dalam konteks orang muda Katolik di atas tampaknya harus diperhatikan oleh para pembina orang muda Katolik. Apakah kita akan membiasakan orang muda Katolik dengan lagu-lagu profan dan dengan band seperti yang umum terjadi pada Ekaristi Kaum Muda atau membawa mereka kepada kekayaan lagu-lagu Gregorian dan Polifoni Suci serta organ pipa Gereja di dalam Misa? Saya, sebagai orang muda Katolik, melihat bahwa kebanyakan orang muda Katolik tidak diakomodasi dalam pengenalan mendalam terhadap kekayaan Musik Sakral Gereja yang begitu banyak. Justru yang ada bahwa orang muda Katolik disuguhi dengan pelanggaran-pelanggaran Liturgi seperti memasukkan lagu-lagu Chrisye, Cokelat dan lagu-lagu profan lainnya serta band di dalam Misa Kudus.)



Ringkasan, Kutipan, dan Foto semuanya berasal dari Sacra Liturgia 2013 (Situs, FB dan Twitter resmi). Semoga bermanfaat. pax et bonum

Sunday, June 16, 2013

Mencari Kebenaran Untuk Beriman



Sekarang ini kita hidup dalam sebuah dunia yang dipenuhi banyak orang yang tidak percaya, dunia modern yang skeptis, yang meragukan segala-galanya. Kaum muda sekarang ini mempertanyakan iman, mempertanyakan prinsip-prinsip dan segala tabu yang dianut orangtuanya. Para mahasiswa mendiskusikan dan kadang-kadang menyangkal ajaran para professornya. Dunia kita semakin menjadi dunia yang menganut skeptisisme. 


Tetapi, bagaimanapun juga adalah baik untuk bersikap ragu. Ragu dalam bahasa Inggris berarti �doubt�. �Doubt� berasal dari kata Latin �duo�, yang artinya: dua. Ragu adalah suatu keadaan di mana budi kita mengambang antara dua pendapat yang saling bertentangan, dan budi kita tidak memilih salah satu di antara keduanya. Ragu adalah keadaan budi yang bimbang antara pendapat yang saling bertentangan, dan kita tidak sanggup mempercayai salah satu di antaranya sebagai hal yang benar. 


Bersikap ragu-ragu untuk sementara waktu sebenarnya bisa mejadi sangat berguna, kalau kita dengan hati yang jujur mau mencari kebenaran. Karena Columbus meragukan teori lama yang mengatakan bahwa dunia itu rata, akhirnya ia menemukan dunia baru, yakni Amerika. Karena ada keragu-raguan, akhirnya banyak prinsip pengetahuan yang baru akhirnya ditemukan. Karena ada keragu-raguan, kaum intellek tak henti-hentinya belajar dan belajar lagi. Karena meragukan keotentikan dan pondasi Gereja Protestan, akhirnya Kardinal Newman menjadi Katolik.  Dan karena Thomas meragukan kebangkitan Kristus, akhirnya ia mendapat keistimewaan untuk bisa menyentuh luka-luka Kristus yang kudus. 

Karena itu bersikap ragu-ragu sebenarnya adalah baik, sejauh kita dengan jujur dan dengan hati murni mencari terang. Tetapi tinggal selamanya dalam kegelapan adalah fatal dan akan membawa kita ke dalam malapetaka. Cara yang paling berhasil untuk menaklukkan seseorang ialah dengan menguasai budinya, dengan membuat dia selalu tinggal dalam keragu-raguan. Akan tetapi, cara yang terbaik untuk berjaya dan menang ialah dengan memiliki budi yang kritis, budi  yang haus mencari kebenaran. 

Kalau kita mau menerapkan prinsip keraguan tadi terhadap iman kristiani kita, akan sangat menolonglah sebenarnya bila kita meragukan iman kita, dengan maksud untuk lebih beriman atau sekurang-kurangnya menjadi beriman. Kadang-kadang dalam Sakramen Pengakuan Dosa ada orang mengatakan kepada saya: �Pastor, saya ragu-ragu apakah Allah itu sungguh ada� atau terkadang ada yang mengatakan: �Saya ragu apakah Gereja Katolik itu adalah Gereja yang benar.� Lalu saya berkata: �Bagus. Dan apa yang anda lakukan untuk menjernihkan keragu-raguanmu?� Dan biasanya jawaban adalah: �Tidak ada�. Keraguan seperti itu adalah salah, dan lebih buruk lagi bila akhirnya orang berkata: �Saya ragu, dan karena itu saya tidak percaya�. 

Bila kita dalam keadaan ragu, kita memang tidak mendapat kepastian untuk percaya atau tidak percaya. Maka hal pertama yang harus kita lakukan ialah mencari kebenaran. Kita harus belajar, melakukan penelitian, mengadakan survey, mencari tahu kebenaran  dari sumber-sumber yang utama dan asli. Dan kemudian, sesuai dengan apa yang kita temukan, membuat kesimpulan.

Seringkali kita adalah orang-orang yang percaya akan iman kita, tetapi pada saat yang bersamaan, kita adalah orang-orang yang tidak mengetahui iman kita dengan baik. Dan karena tidak mengetahuinya dengan baik, kadang-kadang kita  bersikap fanatik atau bertakhyul terhadap iman kita itu. Yang kita butuhkan adalah mempelajari iman kristiani kita secara mendalam. Kita harus mempelajari iman kita agar bisa menghidupinya dengan cara yang murni. Tidak apa-apa, kalau seandainya sikap ragu-ragu menjadi awal untuk itu. Sering terjadi, bahwa hanyalah bila kita meragukan sesuatu, kita lalu mencari kebenaran dengan tulus. Karena itu, tidaklah salah untuk ragu-ragu, sejauh hal itu tidak membuat kita lupa untuk keluar dari keragu-raguan itu dengan mencari dan mempelajari kebenaran dengan hati yang jujur.

Seringlah kita tidak menyukai Rasul Thomas karena sikapnya yang tidak percaya. Namun di pihak lain marilah kita meniru dan meneladan Thomas yang secara mendalam menyatakan imannya ketika ia berkata: �Ya Tuhanku dan Allahku�. Sejak pernyataan iman itu Thomas mengabdikan hidupnya untuk melayani Kristus, Tuhan dan Allahnya. Kita seharusnya belajar dari Rasul Thomas, menyatakan hal yang sama �Ya Tuhanku dan Allahku� dan mengabdikan hidup kita untuk melayani Kristus. ----

renungan oleh Pater Leo Sipahutar, OFM.Cap.
dipublikasi oleh Indonesian Papist
pax et bonum 

Thursday, June 6, 2013

Surat Dari Biara St. Maron Kepada Paus Hormisdas � Pengakuan Otoritas Uskup Roma


Pada tahun 517 AD, sejumlah besar biarawan meninggalkan biara St. Maron, dan pergi ke Biara St. Simon sang Stylite murid St. Maron dekat Alepo. Dalam perjalanan menuju biara itu mereka diangkap oleh sejumlah tentara pendukung bidaah monofisitisme (Kristus hanya memiliki satu kodrat, bertentangan pengajaran Katolik bahwa Kristus memiliki dua kodrat tak terpisah tak tercamput). Tiga ratus lima puluh biarawan dibunuh. Hanya sedikit yang selamat dan terluka dan berhasil melarikan diri. Kemudian Alexander pemimpin biara St. Maron dan pemimpin biara-biara di sekitarnya menulis kepada Paus Hormisdas dan memberitakan kepada Paus mengenai pembantaian oleh kaum Monofisit ini. Mereka juga mengatakan bahwa banyak biara dibakar dan meyakinkan Paus bahwa para biarawan tetap setia kepada Gereja Katolik dan tidak takut menderita kematian karena iman mereka. Surat Alexander ini sedikit banyak menunjukkan kepada otoritas yang dimiliki Paus dalam Gereja-gereja Timur, di masa ketika Gereja Antiokhia sedang berada dalam krisis besar otoritas Paus sebagai Patriarkh Gereja Universal nampak semakin jelas. Para biarawan dari St. Maron inilah yang kemudian berkembang menjadi suatu tradisi tersendiri yang kita kenal sebagai Gereja Maronit, satu-satunya Gereja Timur yang tidak memiliki badan Ortodoks yang terpisah dari Roma.

Kepada Yang Tersuci dengan kekudusan yang mendalam, Hormisdas, Patriarkh Universal, yang duduk di Tahta Petrus, Pangeran Para Rasul. Kami menyampaikan permintaan penuh doa dari hamba yang hina pemimpin biara-biara di wilayah Syria II dan semua biarawannya.

Karena rahmat Kristus, Penyelamat kita, mendorong kami berlari kepadamu Yang Terberkati [sapaan khas Gereja-gereja Timur kepada seorang Uskup], seperti orang yang berlindung dari hujan badai di pelabuhan yang aman, kami percaya, bahwa engkau adalah perlindungan kami, walaupun kami menderita kesusahan yang teramat berat, kami menanggungnya dengan sukacita, karena kami percaya, bahwa penderitaan dunia ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kemuliaan abadi yang akan disingkapkan bagi kami.

Karena Kristus, Allah kita, telah menetapkan engkau sebagai Pemimpin dan Gembala dan Tabib bagi jiwa-jiwa, adalah tugas kami untuk menyampaikan kepadamu penganiayaan yang telah kami derita, agar engkau menyadari bahwa ada serigala yang tanpa belas kasih, yang memecah belah kawanan domba Kristus dan kami memohon kepadamu agar engkau dengan tongkatmu mengusir para serigala ini dari kawanan domva, dan untuk menyembuhkan jiwa dengan pengajaran Sabda Tuhan, dan rawatlah mereka dengan doa-doamu� baik Severus [Patriarkh Antiokhia] dan Petrus [Uskup Apamea]�karena mereka berusaha memaksa kami untuk menolak ajaran yang benar dari Konsili Chalcedon.

Saat kami sedang dalam perjalanan menuju Biara St. Simon untuk kepentingan Gereja, kami diserang oleh orang-orang jahat yang membunuh 350 orang dari antara kami dan melukai banyak lainnya. Bahkan ada diantara kami yang melarikan diri ke gereja-gereja untuk berlindung, tetap dibunuh di hadapan Altar. Maka kami memohon kepadamu Bapa Suci bangkitlah dengan kekuatan dan ketekunan dan berbelaskasihlah atas tubuh kami yang terluka ini; karena engkau adalah kepala dari semua�karena engkau adalah gembala sejati dan tabib yang merawat domba-domba dan keselamatan mereka: �Aku mengenal domba-domba-Ku, dan domba-dombaku mengenal Aku..�[Yoh10:14-16]. Jadi janganlah mengabaikan kami Yang Tersuci, karena setiap hari kami berhadapan dengan luka-luka yang mematikan.

Tertanda
Saya, Alexander, karena rahmat Allah, Imam, Pimpinan Biara St. Maron.
[Menyusul tanda tangan semua biarawan di Biara itu dan para Imam lainnya]

Sumber: Dau, B 1984. History of the Maronites- Religious, Cultural and Political. London: Lebanese Maronite Order. p.172-175

Surat ini sedikit banyak mengingatkan kita kepada Konsili Chalcedon sendiri dimana surat Paus Leo dibacakan dan para Bapa Konsili berseru: 
�Inilah iman para bapa, inilah iman Para Rasul. Kami semua mempercayainya, inilah kepercayaan ortodoks. Terkutuklah mereka yang menolaknya. Petrus telah berbicara melalui Leo. Begitulah ajaran Para Rasul. Dengan saleh dan benar Leo mengajarkannya, begitu juga Cyril. Kenangan abadi akan Cyril. Leo dan Cyril mengajarkan hal yang sama, terkutuklah mereka yang tidak mempercayainya. Inilah iman yang benar. Kami yang ortodoks mempercayainya. Inilah iman para bapa.� (Ekstrak dari Akta sesudah pembacaan surat St. Leo) 
disalin ulang dari terjemahan Frater Daniel Pane, CSE.  

Dua artikel terkait yang dapat dibaca:
pax et bonum