Latest News

Thursday, November 29, 2012

Kesaksian Katolik - Dari Saksi Yehowa Ke Gereja Katolik




Saya terlahir di New Orleans, Louisiana pada tahun 1967. Keluarga ayah saya adalah Katolik dan keluarga ibu saya adalah Lutheran (Lutheran Church Missouri Synod � LCMS). Ibu saya adalah pemimpin spiritual di keluarga kami. Saya bisa mengingat saya menghadiri sekolah minggu di gereja Lutheran dan saya juga ingat saya menghadiri kindergarten di gereja Lutheran di New Orleans. Ibu saya adalah seorang Lutheran yang sungguh aktif. Ia mengajar sekolah Minggu kepada anak-anak kecil dan adalah �room mother� bagi kelas kindergarten saya. Saya dapat mengingat saya diajarkan untuk mencintai Kristus dan Kitab Suci. Saya tahu bahwa saya telah dibaptis ketika saya masih bayi dan bahwa Yesus mencintai saya. Saya ingat gereja menjadi tempat yang menyenangkan untuk dihadiri dan saya secara khusus menikmati waktu dengan ibu saya dan anggota keluarga lainnya dari pihak ibu saya di gereja. Hal ini semua berubah ketika nenek saya dari pihak ibu meninggal. Saya berusia sekitar 5 tahun pada waktu itu.


Dalam satu tahun setelah kematian nenek saya, ibu saya telah berhenti mengikuti gereja Lutheran dan mulai mengikuti Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehowa. Selama masa ini, ayah saya ingin membawa kami anak-anaknya ke Misa Katolik pada waktu tertentu di mana kami anak-anaknya semua akan segera tertidur pulas. Saya tidak tahu bahwa ibu saya tidak lagi mengikuti gereja Lutheran sehingga saya memohon kepadanya untuk kembali ke gereja Lutheran itu. Bagaimanapun juga, dengan segera seluruh keluarga saya mulai mengikuti Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehowa dan dalam sekitar 3 tahun, ayah saya, orang tua ayah saya dan salah seorang saudari ayah saya (semuanya Katolik) meninggalkan iman Katolik dan menjadi Saksi Yehowa.

Jadi, dari masa saya berusia 5 tahun sampai 29 tahun, saya adalah seorang Saksi Yehowa. Sebagai seorang Saksi Yehowa, saya menghadiri lima kali pertemuan selama seminggu. Tidak ada layanan peribadatan. Semua pertemuan ini adalah kelas yang didesain untuk mengajarkan bagaimana membawa orang-orang beragama lain pindah menjadi Saksi Yehowa. Saya sungguh mengerjakan hal itu dengan baik. Saya mulai pergi dari pintu ke pintu mendistribusikan literatur Watchtower ketika saya masih berusia 6 tahun. Saya memberikan khotbah pertama saya di depan jemaat pada usia 8 tahun. Pada saat saya berusia 19 tahun, saya memberikan presentasi di konvensi Para Saksi Yehowa yang dihadiri oleh ribuan Saksi Yehowa. Setelah sekolah tinggi, saya menjadi pelayan pioneer Saksi Yehowa, yang berarti saya menghabiskan 1000jam/tahun pergi berkarya dari pintu ke pintu. Dengan segera, saya diundang untuk melayani di Kantor Pusat dari Saksi Yehowa Se-dunia di Brooklyn, New York, yang mana menjadi tempat saya bertemu dengan wanita yang kelak akan menjadi istri saya, Kathy. Saya menghabiskan waktu setahun di sana.

Kathy dan saya pindah ke Lousiana setelah meninggalkan kantor pusat dan kami menikah pada Agustus 1988. Saya mulai mengikuti kuliah dan mendapat sebuah gelar sarjana di ilmu kimia dari Universitas Lousiana Tenggara pada tahun 1993. Kathy dan saya kemudian pindah ke Arkansas pada tahun 1994 sehingga saya dapat mengikuti sekolah pasca-sarjana di Universitas Arkansas. Saya membaktikan seluruh waktu saya untuk studi-studi pasca-sarjana di bidang biokimia dan meninggalkan Allah di belakang. Kami hidup selama beberapa tahun dalam masa yang Kathy gambarkan sebagai �limbo rohani� di mana saya bahkan mempertanyakan cinta kasih Allah kepada saya. Seperti orang-orang Israel, saya memiliki sebuah memori singkat mengenai semua berkat Allah yang diberikan kepada saya, salah seorang putra-Nya, yang tidak mengenal-Nya dengan baik.

Namun, Allah mengizinkan saya untuk terlibat diskusi dengan banyak orang Kristen, kebanyakan orang-orang Protestan, di internet selama masa ini dan diskusi-diskusi mereka dengan saya sungguh sangat membantu. Pada beberapa poin, Kathy dan saya berdua mengekpresikan keyakinan kami kepada Allah dan keinginan kami untuk menyembah bersama dengan umat beriman lain. Sekitar masa ini, saya mulai melakukan riset di area doktrinal yang besar di mana Saksi Yehowa dan orang-orang Kristen umumnya tidak saling setuju dan menyadari bahwa gereja-gereja Kristen jalur utama menggambarkan ajaran-ajaran iman Kristiani historis lebih baik daripada Saksi-saksi Yehowa.

Kathy dan saya ingin menemukan sebuah gereja untuk saya ikuti dan saya telah berbicara dengan sanak saudara Lutheran saya sehingga saya memutuskan bahwa kami sebaiknya menjadi anggota gereja Lutheran. Dengan segera, kami mengikuti sebuah gereja Lutheran di Arkansas yang menjadi anggota Gereja Lutheran Sinode Missouri. Kami bergabung dengan gereja tersebut sekitar satu tahun sebelum saya menyelesaikan sekolah pasca-sarjana saya. Sekali waktu saya menyelesaikan sekolah pascasarjana saya, saya mulai mengajar di Universitas Concordia di Seward, Nebraska pada bulan Januari 1999. Kampus ini adalah bagia dari Sistem Universitas Concordia yang dimiliki dan dijalankan oleh Gereja Lutheran Sinode Missouri. Setelah tiba di Nebraska, Kathy dan saya berpikir bahwa kami akhirnya �telah berada di rumah�. Bagaimanapun juga, Allah ingin memberikan kami lebih banyak.

Ketika pertama kali kami pindah ke Seward, Nebraska, orang-orang Mormon baru saja memulai membangun sebuah gereja di kota kecil ini. Mereka telah dikunjungi oleh banyak umat Lutheran sehingga gereja Lutheran lokal memutuskan untuk mengajarkan kelas Sekolah Minggu mengenai ajaran-ajaran Mormon [demi menghindari perpindahan umat Lutheran ke Mormon]. Salah satu komentar dari Pastor yang memimpin diskusi adalah bahwa gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus akan selalu ada dan tidak akan pernah dihancurkan. Dia membuat poin ini karena Mormon mengajarkan (sama seperti Saksi Yehowa) bahwa gereja perdana telah jatuh murtad pada suatu titik waktu tertentu dalam sejarahnya dan bahwa Allah memilih Joseph Smith (Saksi Yehowa akan berkata Charles Russell) untuk mengembalikan gereja-Nya yang benar di bumi. Pastor itu mengutip ayat ini:

�Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.� � Mat 16:18

Saya duduk di sebelah Kathy dan saya mengambil selembar kertas dan mengajukan pertanyaan. �Bila ini benar, maka apa yang sedang dilakukan oleh Luther ketika dia memisahkan diri dari Gereja Katolik?� Adalah juga �dengan keras� selama masa ini bahwa saya mulai untuk mencoba membagi iman Kristiani yang baru saya temukan dengan beberapa teman saya yang baru saja meninggalkan Saksi Yehowa. Saya mencoba untuk menunjukkan kepada mereka bahwa beberapa ajaran tertentu seperti Trinitas, immortalitas jiwa, dll adalah ajaran-ajaran iman Kristiani yang benar dan bahwa Saksi Yehowa salah menolak ajaran-ajaran ini. Saya menggunakan Kitab Suci untuk membuktikan ajaran-ajaran itu kepada mereka. Respon mereka, �Bagaimana saya tahu penafsiran kamu adalah benar karena ketika kami dulu Saksi Yehowa, kami akan menafsirkan ayat-ayat itu 180 derajat bertentangan?�

Jadi, saya berkata kepada diri saya sendiri, �Saya bertaruh ada tulisan-tulisan lain dari orang-orang Kristiani yang berada di sekitar masa Para Rasul yang dapat memberikan terang mengenai apa yang Gereja Perdana sungguh percayai.� Jadi, saya mulai membaca tulisan Para Bapa Gereja. Pertama, saya membaca beberapa surat yang ditulis sekitar tahun 98 AD oleh seorang Uskup Kristiani bernama Ignatius. Dalam suratnya, dia berbicara mengenai Kehadiran Nyata Kristus dalam Sakramen Ekaristi dan dia mengajarkan Yesus adalah Allah. Bagaimanapun, Ignatius juga menggambarkan Gereja Perdana sebagai �Gereja Katolik� dan dia berkata bahwa �gereja yang benar adalah gereja di mana uskup berada�. Sebagai seorang Lutheran kami tidak memiliki uskup [yang valid], saya menemukan pemahaman mengenai Gereja ini menyulitkan. Saya juga membaca sebuah buku ditulis oleh seorang uskup abad ke-3 bernama Eusebius mengenai sejarah Gereja Kristiani. Eusebius menggambarkan gereja perdana sedemikian rupa sehingga saya dapat lihat bahwa gereja perdana terlihat lebih banyak kemiripan dengan Gereja Katolik. Perbedaan utama adalah bahwa Gereja Katolik pada masa ini jauh lebih besar [dari Gereja Perdana].

Saya bahkan membaca sebuah buku sejarah gereja di mana sejarahwan Protestan mengakui bahwa Gereja menggunakan suksesi apostolik (meskipun dia tidak menyebut demikian, tetapi ia menggambarkan bagaimana suksesi apostolik ini bekerja) untuk melawan ajaran-ajaran sesat pada abad ke-2. Dan, saya menemukan bahwa jika bukan karena Gereja Katolik, saya tidak akan tahu kitab apa saja yang termasuk ke dalam Perjanjian Baru karena mereka (Gereja Katolik) memutuskannya untuk sayadi sekitar abad ke-4 setelah Kristus!

Sekarang, kamu mungkin akan berpikir bahwa dengan semua data ini, saya segera akan menjadi Katolik saat itu juga. Tetapi, jawabannya adalah tidak. Pada waktu itu, saya bertemu kembali dengan seorang teman dari sekolah tinggi. Namanya adalah Jim. Sekarang ia adalah Romo Jim dan ia adalah seorang Imam Katolik. Romo Jim sendiri adalah seorang yang berpindah ke dalam Gereja Katolik. Ia dibesarkan sebagai seorang umat Presbiterian. Romo Jim dan saya melakukan diskusi-diskusi mendalam mengenai ajaran agama dan sejarah melalui email dan kami seringkali saling setuju. Romo Jim berkata bahwa saya lebih Katolik daripada beberapa umat parokinya. Tetapi, saya selalu berkata, �Saya belum siap untuk menyeberangi sungai Tiber.� Dan dia berkata, �Apa yang Roh Kudus harus lakukan? Memukul kepalamu dengan sebuah 2 x 4?� Akhirnya Romo Jim menantang saya untuk membaca Katekismus Gereja Katolik dan berkata bila saya menemukan apapun yang salah dengan KGK itu, beritahu kepadanya; dan bila saya tidak menemukan kesalahan berarti saya tahu apa yang harus saya lakukan. Jadi, selama musim panan 2002, saya menyelesaikan membaca Katekismus Gereja Katolik dan beberapa buku lainnya yang ditulis oleh Scott Hahn dan setelah waktu ini, Allah akhirnya menemukan 2x4-nya. Saya pulang ke rumah dan memberitahu istri saya bahwa ini adalah saatnya saya menjadi Katolik.

Kathy dan saya setuju untuk mengikuti program RCIA (katekumenat) di Katedral Kristus Bangkit di Lincoln, Nebraska. Program ini mengajarkan saya bagaimana menjadi Katolik dalam sense yang berbeda sejak saya menjadi seorang Katolik dalam sense akademik. Sementara saya mengikuti RCIA, saya diajarkan bagaimana mengikuti Misa Kudus dan bagaimana cara untuk berdoa Rosario serta Ibadat Harian. Selama waktu ini, istri saya, Kathy, juga menyadari bahwa masa itu adalah saatnya ia pulang ke dalam Gereja Katolik. Jadi, pada Malam Paskah tahun 2003, Kathy pulang kembali ke Gereja Katolik dan pada Minggu Pentakosta tahun 2003, saya mendapatkan keistimewaan untuk memasuki Gereja Katolik yang kudus juga.

Temukan juga kesaksian-kesaksian lainnya di link ini.
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter

Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan � Santo Yohanes Paulus II Mengajarkan EENS



Di dalam sebuah diskusi di page KANISIUS Penerbit-Percetakan mengenai kasus penghilangan kalimat Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan dari Youcat terjemahan berbahasa Indonesia, seorang Katolik yang menolak dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus berkomentar demikian: 



wkwkwkkwkwkwkwkwk....ketika katolik dengan om paul johanes ke 2 mengatakan diluar katolik ada keselamatan...begitu maknyus dan sejuk di hatiku...karena apa?sungguh hebat agama sebesar katolik dan seagung katolik mau mengakui eksistensi kepercayaan orang lain,menghargai iman orang lain dan mengamini bahwa harkat dan martabat manusia tentang iman sungguh patut dijunjung oleh gereja katolik..sungguh patembayatan yang saat indah bila itu sungguh2 terjadi........�


Dari komentar ini, orang Katolik tersebut hendak mengatakan bahwa Santo Yohanes Paulus II menentang dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus dan mengajarkan bahwa Di Luar Gereja Ada Keselamatan. Tapi apakah benar bahwa Santo Yohanes Paulus II menyangkal dogma EENS ini?



Saya menemukan fakta yang berbeda dari pernyataan orang Katolik yang menolak EENS ini. Ternyata, Santo Yohanes Paulus II memegang teguh dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus. Berikut ini pernyataan-pernyataan langsung Santo Yohanes Paulus II:

1. Radio Message for Franciscan Vigil in St. Peter's and Assisi, October 3, 1981


Teks Italia - Il mistero della salvezza ci � rivelato ed � continuato e realizzato nella Chiesa, e da questa genuina ed unica fonte raggiunge, come acqua �umile, utile, preziosa e casta�, il mondo intero. Si tratta, cari giovani e fedeli, di essere consapevoli, di farsi carico, come Frate Francesco, di questa fondamentale verit� rivelata, racchiusa nella frase consacrata dalla tradizione: �Non vi � salvezza fuori della Chiesa�. Da questa sola, infatti, scaturisce, sicuramente e pienamente la forza vivificatrice destinata, in Cristo e nel suo Spirito, a rinnovare tutta l�umanit�, e ordinante perci� ogni uomo a far parte del Corpo Mistico di Cristo.

Teks Bahasa Inggris - "The mystery of salvation is revealed to us and is continued and accomplished in the Church, and from this genuine and single source, like 'humble, useful, precious and chaste' water it reaches the whole world. Dear young people and members of the Faithful, like Brother Francis we have to be conscious of and absorb this fundamental and revealed truth contained in the phrase consecrated by tradition: there is no salvation outside the Church.From Her alone there flows surely and fully the life giving force destined in Christ and in His Spirit, to renew the whole of humanity, and therefore directing every human being to become a part of the Mystical Body of Christ." (Pope John Paul II, Radio Message for Franciscan Vigil in St. Peter's and Assisi, October 3, 1981, L'Osservatore Romano, October 12, 1981.)
Terjemahan Bahasa Indonesia � �Misteri keselamatan dinyatakan kepada kita dan diteruskan dan tercapai didalam Gereja, dan dari sumber yang asli dan satu-satunya ini, bagaikan air yang 'rendah hati, berguna, berharga, dan murni' misteri ini mencapai dunia. Para muda dan umat tercinta, seperti Brother Francis kita harus sadar akan dan menyerap kebenaran fundamental yang diwahyukan ini, yang terkandung didalam kata-kata yang di sucikan oleh tradisi: Tidak ada keselamatan diluar Gereja. HANYA dari dia-lah (Gereja) kuasa hidup menuju Kristus dan RohNya mengalir secara pasti dan secara penuh, untuk memperbaharui seluruh kemanusiaan, dan karenanya mengarahkan setiap manusia untuk menjadi bagian dari Tubuh Mistik Kristus.





�In order to take effect, saving grace requires acceptance, cooperation, a yes to the divine gift. This acceptance is, at least implicitly, oriented to Christ and the Church. Thus it can also be said that sine ecclesia nulla salus--"without the Church there is no salvation." Belonging to the Church, the Mystical Body of Christ, however implicitly and indeed mysteriously, is an essential condition for salvation.

Supaya berlaku, anugerah keselamatan membutuhkan penerimaan, kerjasama, sebuah ya untuk karunia ilahi. Penerimaan ini, setidaknya secara implisit, berorientasi kepada Kristus dan Gereja. Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa sine ecclesia nulla salus -- "Tanpa Gereja tidak ada keselamatan." Berada dalam Gereja, Tubuh Mistik Kristus, meskipun secara implisit dan sungguh secara misterius, adalah syarat esensial untuk keselamatan.





�St. Thomas Aquinas writes about "the unity of the Mystical Body, without which there can be no salvation; for there is no entering into salvation outside the Church, just as in the time of the deluge there was none outside the ark, which denotes the Church, according to St. Peter (1 Pet 3:20-21)" . Without a doubt the power to pardon belongs to God, and the forgiveness of sins is the work of the Holy Spirit. Nevertheless, forgiveness comes from the application to the sinner of the redemption gained through the cross of Christ (cf. Eph 1:7; Col 1:14, 20). He entrusted the Church with the mission and ministry of bringing salvation to the whole world in his name (cf. Summa Theol., III, q. 84, a. 1). Forgiveness is asked of God and granted by God, but not independently of the Church founded by Jesus Christ for the salvation of all.

St. Thomas Aquinas menulis tentang �persatuan Tubuh Mistik, yang tanpanya tidak dapat ada keselamatan; karena di luar Gereja tidak ada seorang pun masuk ke dalam keselamatan, sama seperti pada masa banjir tidak ada seorang pun yang selamat di luar bahtera yang menggambarkan Gereja menurut St. Petrus (1 Pet 3:20-21).� Tanpa diragukan lagi, kuasa untuk mengampuni menjadi milik Allah dan pengampunan dosa-dosa adalah karya Roh Kudus. Namun demikian, pengampunan dosa berasal dari penerapan pengampunan yang didapat melalui salib Kristus kepada pendosa. Yesus mempercayakan Gereja dengan misi dan pelayanan membawa keselamatan kepada seluruh dunia di dalam nama-Nya. Pengampunan diminta dari Allah dan diberikan oleh Allah, tetapi tidak secara terpisah (independent) dari Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus bagi keselamatan semua orang.


Bila dibandingkan berdasarkan data-data yang ada, justru Santo Yohanes Paulus II adalah Paus yang paling sering menyebutkan atau berkata �Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan� (termasuk variasi penyebutannya) dalam sejarah Gereja Katolik. Ia adalah seorang pembawa perdamaian sekaligus seorang Paus yang memegang teguh dogma Gereja, termasuk Extra Ecclesiam Nulla Salus.

So, apa maksud saya membuat artikel ini?
1. Saya ingin menunjukkan bahwa Extra Ecclesiam Nulla Salus masih merupakan dogma Gereja Katolik sampai sekarang ini. Konsili Vatikan II tidak pernah menghapus dogma ini. Buktinya Santo Yohanes Paulus II masih mengajarkannya secara eksplisit dan langsung. Di samping itu, Santo Yohanes Paulus II beberapa kali memerintahkan publikasi dokumen-dokumen Gereja yang menegaskan Extra Ecclesiam Nulla Salus seperti Dominus Iesus dan Notifikasi Atas Tulisan Jasques Dupuis, SJ mengenai Pluralisme Agama.
2. Karena Santo Yohanes Paulus II ternyata masih mengajarkan EENS, adalah tugas kita untuk mencari tahu bagaimana sih Gereja Katolik memahami dan menjelaskan dogma EENS ini. Ketimbang langsung menolak dogma EENS, adalah lebih baik bagi kita untuk mempelajari dulu dogma ini.

Sekian artikel dari Indonesian Papist yang ke-sekian kalinya membahas mengenai dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus, sebuah ajaran iman Katolik yang paling sering ditolak pada masa sekarang atas nama �toleransi�. Semoga semakin membuka mata kita bahwa di balik kelembutan Santo Yohanes Paulus II, kita melihat ketegasannya akan ajaran Gereja Katolik. Terimakasih kepada situs resmi Vatican yang menyediakan teks-teks berharga ini. EENS bukan semata-mata pendapat pribadi, tetapi merupakan dogma, yaitu ajaran iman Gereja yang wajib dipercayai.

Anda bisa membaca lebih banyak artikel mengenai Extra Ecclesiam Nulla Salus di link ini.

Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter

revisi 21 Maret 2019

Wednesday, November 21, 2012

Ekaristi Kaum Muda � Marak Pelanggaran Liturgi



Ekaristi Kaum Muda
Beberapa waktu lalu saya membuat status dan membagikannya di wall facebook pribadi saya mengenai sebuah pelanggaran liturgi yang terjadi dalam Ekaristi Kaum Muda di sebuah paroki. Ekaristi Kaum Muda sendiri adalah Perayaan Ekaristi yang kerap disesuaikan dengan selera kaum muda sehingga seringkali terjadi pelanggaran liturgi. Berikut ini isi statusnya:

Sekarang sejumlah orang Katolik berpikir bahwa dengan memasukkan unsur-unsur seperti dangdut, band, lagu-lagu rohani populer, drama dan sebagainya ke dalam Perayaan Ekaristi; mereka telah memuliakan Tuhan, telah memuji Tuhan, dan telah menyenangkan hati Tuhan. Padahal, dengan demikian mereka telah melukai kurban Kristus dan jantung Gereja. Saya orang muda dan saya tidak suka dan tidak setuju Ekaristi diutak-atik seturut selera kaum muda.�
Semua orang di status itu berkomentar menolak masuknya unsur-unsur di atas karena tidak lagi sesuai dengan identitas Misa Kudus Katolik. Salah seorang Imam Katolik yang concern dengan masalah pelanggaran liturgi ini ikut memberikan komentar yang menarik (dengan huruf kapital berarti penekanan).
TITIK TOLAK MASALAHNYA adalah PEMAHAMAN DAN PENGHAYATAN. (1) Kalau Perayaan Ekaristi dipahami dan dihayati sebagai DOA RESMI Gereja Katolik di mana kita menjadi anggotanya, maka kita seharusnya mencari tahu dan melakukan mana yg menjadi jiwa dan rambu-rambu normatifnya.
(2) Kalau Perayaan dipahami dan dihayati sebagai SEBUAH ACARA YG HARUS KITA CIPTAKAN untuk menampung selera dan aspirasi kita, ya jadilah KREATIVITAS  INDIVIDUAL atau KOMUNAL tanpa mengindahkan lagi apa yang menjadi jiwa dari Ekaristi itu.

SEBAGAI PERBANDINGAN: saudara-saudari orang Muslim memahami dan menghayati SHOLAT sebagai KEWAJIBAN SUCI yang harus dilakukan setepat mungkin dan sebagai WUJUD SIKAP MENYEMBAH-HORMAT-TAAT KEPADA ALLAH, dan bukan sebagai sebuah acara yang harus mereka ciptakan sendiri. Oleh karena itu orang muslim tidak pernah berpikir bagaimana menciptakan sholat yang sesuai dengan budaya/selera/apa yang sedang populer/ngetrend. Kebanyakan agama seperti itu. Hanya orang-orang Katolik sendiri yang berpikir untuk mengubah doa resmi. Orang Pentakostal memang tidak memiliki norma baku untuk peribadatan; jadi mereka bebas.
Sekarang kita lebih sering melihat Pemahaman dan Penghayatan nomor 2 yaitu Ekaristi dipandang sebagai sebuah acara yang diciptakan untuk menampung selera dan aspirasi kita. Sebagai seorang muda Katolik, saya melihat orang-orang muda Katolik sekarang lebih menyukai hal-hal yang bebas, meriah dan fun dan akhirnya Misa Kudus menjadi objek untuk pemenuhan selera ini. Hal ini terlihat dari brosur-brosur Ekaristi Kaum Muda yang selama ini saya lihat menampilkan informasi bahwa akan ada tari-tarian modern dan pentakostal di dalam Misa Kudus serta akan ada drama sebagai pengganti homili. Ketika membaca brosur-brosur ini, saya dan juga sejumlah orang muda Katolik yang concern dengan pelanggaran liturgi mempertanyakan: �Apakah Ekaristi Kaum Muda itu sungguh Misa yang katolik? Atau sudah menjadi sebuah perayaan ibadah denominasional?�

Uskup Agung Rino Fisichella berkata bahwa Gereja harus mempelajari language of youth � bahasa kaum muda. �Seseorang tidak dapat berbicara kepada orang-orang muda Kristus tanpa berbicara mengenai kebebasan seperti yang kaum muda sekarang telah tempatkan dalam kultur mereka, tetapi kebebasan haruslah selalu dalam hubungan dengan kebenaran karena kebenaranlah yang menghasilkan kebebasan.� Memang benar bahwa kebebasan menjadi bagian tak terpisahkan dari kultur orang muda Katolik sekarang ini dan Gereja harus mempelajari ini. Tapi orang muda Katolik sendiri harus tahu bahwa tidak pernah ada kebebasan yang mutlak. Kebebasan itu pasti ada batasnya, termasuk dalam Misa Kudus. Orang Muda Katolik tidak bisa seenaknya memasukkan unsur-unsur tertentu yang tidak sesuai dengan jiwa Ekaristi ke dalam Misa Kudus. Kaum Muda Katolik harus mengetahui bahwa Ekaristi memiliki norma-norma resmi yang harus ditaati, yang harus dipegang setia dan tidak boleh dilanggar. Pertanyaannya, apakah kaum muda Katolik mau mempelajari hal ini juga? Kita kaum muda Katolik hendaknya jangan hanya menuntut �Gereja harus mempelajari kami, mengenal kami dan menyesuaikan dengan kami.�, tapi juga mempertanyakan kepada diri kita sendiri, �Apakah saya sudah mempelajari, mengenal dan taat kepada Gereja dan ajarannya?�.

Lalu, muncul pertanyaan dari saya: Bila mengetahui bahwa Misa Kudus tidak bisa dimasukkan unsur-unsur seperti tari-tarian, drama, aksi teatrikal, band dan lain-lain, mengapa tidak mengadakan acara sesudah Misa untuk mengakomodir unsur-unsur tersebut dan membiarkan Misa tetap apa adanya sesuai norma resmi yang berlaku? Bukankah lebih tepat bila acara itu dilakukan sesudah Misa Kudus? Melihat hal ini, semakin nyatalah Pemahaman dan Penghayatan Nomor 2 di atas:  �Misa adalah SEBUAH ACARA YG HARUS KITA CIPTAKAN untuk menampung selera dan aspirasi kita.�

Pasti ada juga yang memberikan tanggapan: �Romo atau Uskup memperbolehkan unsur-unsur tari-tarian, drama, dll itu ada di Ekaristi Kaum Muda. Jangan ya sah-sah saja dong dimasukkan.� Memang banyak yang berlindung di balik jubah imam dan uskup atas pelanggaran liturgi yang terjadi termasuk pelanggaran liturgi oleh Ekaristi Kaum Muda. Tetapi, saya melihat selama ini unsur-unsur itu diajukan terlebih dahulu oleh petugas yang menyusun liturgi EKM itu, dan atas pertimbangan atau bisa jadi desakan tertentu, kaum tertahbis memperbolehkannya. Saya pikir, seandainya unsur-unsur ini tidak diajukan, maka tidak akan kita jumpai unsur-unsur tersebut dalam Perayaan Ekaristi dan dengan demikian tidak terjadi pelanggaran liturgi. Motivasi pengajuan unsur-unsur ini dapat kita simpulkan yaitu �Misa adalah SEBUAH ACARA YG HARUS KITA CIPTAKAN untuk menampung selera dan aspirasi kita.�

Haruskah kita marah kepada imam atau uskup yang memperbolehkan tari-tarian, drama, band dll dalam Ekaristi Kaum Muda? Lebih tepatnya, kita menyayangkan hal ini terjadi. Kaum tertahbis yang harusnya bisa menjadi penjaga liturgi malah membiarkan �musuh� masuk ke dalam. Seharusnya imam dan uskup harus lebih tegas dan peduli terhadap liturgi, jangan lupakan bahwa Krisis Liturgi adalah Krisis Utama Gereja masa sekarang. Kita bersyukur bahwa Paus Benediktus XVI peduli pada liturgi Gereja. Imam dan uskup juga harus memulai katekisasi mengenai liturgi di paroki masing-masing terutama kepada kaum muda sehingga kaum muda lebih tahu mengenai liturgi dan menyadari bahwa liturgi adalah doa resmi dan tindakan Gereja yang tidak bisa seenaknya diutak-atik seturut selera kaum muda. Homili Nuncio Vatikan untuk Indonesia, Uskup Agung Filipazzi, menarik untuk dibaca ulang. Salah kutipan penting: �Secara khusus, para uskup dan imam, yakni para pelayan liturgi suci, bukan pemilik liturgi, maka mereka tidak boleh mengubahnya sesuka hati. Setiap orang beriman yang menghadiri liturgi di setiap gereja Katolik, mesti merasa bahwa dia sedang merayakan liturgi dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, yakni Gereja masa lampau dan masa kini, serta seluruh Gereja yang tersebar di seluruh dunia, Gereja yang bersatu dengan penerus Petrus dan dipimpin oleh para uskup.�

Akhirnya, baik kaum tertahbis (uskup dan imam) maupun kaum muda Katolik haruslah menjalankan Pertobatan Liturgis, sebuah pertobatan yang dimulai dari ketaatan dan penyangkalan terhadap selera pribadi. Pertobatan Liturgis harus dimulai dari sekarang, dimulai dari setiap pribadi Katolik.  Kardinal Canizares mengatakan: �Berpartisipasi dalam Ekaristi dapat membuat iman kita lemah atau hilang jika kita tidak masuk ke dalamnya dengan benar� dan jika liturgi tidak dirayakan menurut norma-norma gereja.� Tentu kita tidak ingin bila Misa Kudus yang harusnya meneguhkan iman kita malah membuat lemah iman kita dikarenakan Misa diadakan untuk memenuhi selera kita sendiri. Mohonkanlah rahmat dari Allah agar kita semua bisa melaksanakan pertobatan liturgis ini demi Bunda Gereja yang kudus, Gereja Katolik.

Pax et Bonum,
Indonesian Papist, Orang Muda Katolik dari Keuskupan Agung Pontianak